Chapter 19 : The Great Escape

233 30 0
                                    

Harta, tahta, dan wanita.

Berdasarkan pengalaman hidupku sebelumnya, tiga hal tersebutlah yang membuat seorang pria menjadi gila. Aku tidak memungkiri kalau aku juga tergila-gila dengan ketiga hal tersebut. separuh hidup, kuhabiskan untuk mengejarnya.

Maka aku menggunakan prinsip tersebut untuk membebaskan diri dari kurungan ini.

Sekarang aku tidak mempunyai harta dan tahta.

Namun di depanku ada seorang wanita, ya benar.. Nelda akan menjadi kunci untuk membebaskan kami.

"Aku tidak mau." Nelda menggembungkan pipi kirinya.

"Ayolah kak.. ini cuma pura-pura saja." Aku memohon.

"Tetap tidak mau. Bagaimana kalau nanti aku dipegang-pegang? Aku tidak ingin tangan mereka yang menjijikan menjamah tubuhku."

"Tapi tidak ada jalan lain kak, aku mohon.." Aku memasang wajah memelas, yang sering kali aku gunakan untuk membujuk Nelda. Biasanya dia akan terenyuh lalu mencubit pipiku dengan gemas.

Nelda memandangku.

Aku semakin memelas.

"B..bagaimana rencananya?"

Berhasil.

***

Aku mencari satu kurcaci yang paling gampang untuk dibujuk, dan aku sudah mengetahui yang mana targetku.

Di antara semua kurcaci yang aku lihat, ada satu yang tidak terlalu mencolok. Keberadaannya pun selalu saja di belakang kurcaci yang lain.

Dia hanya mengikuti arus, ketika teman-temannya berteriak. Dia juga ikut berteriak, ketika makan dia pun juga ikut makan.

Biasanya orang-orang tersebut sangat gampang untuk dibujuk.

Dan aku akan menggunakan Nelda agar bisa membujuknya.

Anael muncul.

Tapi sama seperti ketika aku menghajar perundung Biotos, Anael hanya diam mengamati. Malaikat itu memang benar-benar tidak berguna.

Dia hanya mengamati dan menghakimi semua tindakanku.

Aku memandangnya dengan sinis dan melanjutkan rencanaku. Kulepaskan salah satu sepatuku, lalu membidik kepala kurcaci tersebut.

Dia harus aku bangunkan sekarang juga, selagi para kurcaci yang lain masih tertidur.

"Baiklah, ketika dia terbangun. Kak Nelda langsung saja untuk merayunya."

Nelda mengangguk dengan berat hati.

Aku melemparkan sepatuku melewati jeruji.

BRUUKK...PRANGG

Lemparanku tidak mengenai kepala kurcaci tersebut, tetapi malah menuju kendi kosong di atas meja. Akibatnya kendi itu jatuh dan pecah.

Aku dan Nelda terdiam selama beberapa saat, begitu pula dengan ayah dan ibu Biotos.

Aku bersyukur suara pecahan tersebut tidak membangunkan para kurcaci.

Kutarik nafasku dan lebih memfokuskan pikiranku, lemparan ini harus berhasil. Sebab aku hanya mempunyai satu pasang sepatu untuk dilempar.

Lemparanku kali ini berhasil dan tepat mengenai kepala kurcaci tersebut, dia terbangun dan aku langsung berpura-pura tertidur.

"Uughh kepalaku.." Kata kurcaci itu.

Reincarnated BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang