Chapter 23 : Can I Keep It?

228 30 2
                                    

Phatos menurunkan kami tepat di aliran sungai dekat panti, di sana aku membersihkan seluruh badanku dari semua darah kurcaci yang menempel. Nelda bermaksud untuk menolongku, namun aku menolaknya karena aku rasa aku butuh waktu untuk sendiri.

Semua darah di tubuhku sudah hilang, namun agak sulit untuk menghilangkannya pada pakaianku. Michelle pasti akan bertanya-tanya dan khawatir mengapa pakaianku berwarna merah.

Aku dan Nelda setuju kalau aku terkena saus tomat ketika bermain dengan Biotos. Semoga Michelle tidak bertanya lebih lanjut, karena aku sudah tidak terpikir lagi bagaimana caranya untuk berbohong. Badanku sekarang sudah cukup lelah. Aku butuh tidur yang sangat nyenyak malam ini.

Phatos telah pamit.

Kami berjalan sendiri menuju rumah.

Dan benar dugaanku, di depan pintu sudah ada Michelle dan Isabella.

"Gelap begini baru pulang?" Tanya Isabella.

Aku bingung bagaimana menjawab pertanyaan itu, akhirnya aku memutuskan untuk diam saja.

"Ada apa dengan pakaianmu?" Michelle menyadari kalau pakaianku berwarna merah.

"I-ini karena terkena saus tomat." Jawabku.

Nelda diam saja, dari kecil dia memang selalu takut dengan Michelle yang sedang marah.

"Benarkah?" Michelle mendekat lalu mengendus-endus baju dan seluruh badanku. "Arthur, masuk ke dalam dan mandilah. Buang saja pakaianmu itu. Dan Nelda, kau juga mandi. Setelah itu siapkan meja untuk makan malam. Cepatlah, agar kita bisa tidur cepat malam ini."

"B-baik." Nelda bergegas masuk.

Aku juga ikut menyusul Nelda.

Tetapi gerakanku terhadang, seolah ada yang menarikku. Aku menoleh ke belakang dan menyadari bahwa Isabella memegang pedangku yang berada di sarung pedang terikat di punggungku.

Dia menarik pedang tersebut dan terperangah.

"Arthur.. ini bukan pedang yang aku belikan di kota." Kata Isabella.

"Benarkah?" Michelle mendekat lalu juga ikut mengamati.

"Kita tidak mempunyai uang untuk membeli pedang sebagus ini, cepat katakan Arthur. Di mana kau mendapatkan ini? Apa kau mencurinya?"

"Arthur, tidak ada yang boleh mencuri di rumah ini." Kata Michelle.

"Aku tidak mencurinya!" Kataku. Silahkan memanggilku dengan sebutan apapun, tetapi dicap sebagai pencuri sungguh melukai harga diriku. "Ayah Biotos yang memberikannya padaku, dia bilang anggap saja sebagai hadiah."

"Benarkah? Pedang ini terlihat sangat mahal, aneh bila diberi secara percuma." Isabella tetap gencar menekanku.

Kepalaku sakit, badanku juga lelah. Aku tidak mempunyai tenaga lagi untuk meladeni hal tidak penting seperti ini.

Aku langsung berjalan dengan langkah kaki yang keras menuju kamarku. Semua anak di dalam rumah memandangku, namun aku tidak peduli.

Kesabaranku sudah habis.

Aku menutup pintuku dengan keras lalu menguncinya.

Aku duduk di tepi kamar dan merenungkan kembali tindakanku tadi, seharusnya aku tidak melakukan hal seperti itu. Merajuk seperti anak kecil.

Secara teknis aku memang anak kecil, tetapi aku juga adalah seorang pria dewasa. Atau setidaknya pernah menjadi seorang yang dewasa.

Aku tidak tahu darimana tindakan tadi berasal, terkadang hal-hal seperti itu terjadi. Ketika aku hidup kembali sebagai Arthur Goodman. Mungkin karena emosi yang dihasilkan oleh tubuh anak kecil ini. Sehingga aku bertindak seperti anak-anak.

Aku harus meminta maaf pada Isabella dan Michelle nanti, lalu menjelaskan pada mereka bagaimana aku mendapatkan pedang tersebut.

Perutku masih kenyang karena santapan yang diberikan oleh ayah Biotos tadi, sehingga aku tidak turun ke meja makan dan lebih memutuskan untuk rebahan saja di kasur.

Aku kembali mendengar dengung dari pedang tersebut, seolah-olah dia terus menerus memanggilku. Tetapi aku tidak menghiraukannya. Sekarang pedang itu mungkin sedang disimpan baik oleh Isabella, dan aku sedang tidak ingin merepotkan diri untuk mengambilnya dari tangannya.

Mungkin besok saja.

Ketika aku memejamkan mata dan hampir terlelap, seseorang mengetuk pintu kamarku.

"Arthur." Itu suara Michelle. "Bukalah pintu ini, kau belum makan kan? Ini aku bawakan makanan untukmu."

Panggilan itu tidak gubris, dan aku memilih untuk pura-pura tidur.

"Bila kau tidak membukakan pintu, maka pedang ini tidak akan aku serahkan." Sekarang Michelle mengancamku.

Ancaman itu efektif, dan aku yakin dia tidak berbohong sebab aku mendengar dengungan pedang tersebut lebih dekat daripada sebelumnya.

Aku membukakan pintu, Michelle berdiri di depan kamarku dengan nampan berisi roti, buah dan sup daging.

Mencium aroma makanan tersebut membuatku kembali lapar. Aku dapat melihat pedang milikku (ya benar, sekarang aku mengklaim bahwa pedang itu adalah milikku) bersandar di paha Michelle.

Michelle masuk dan meletakkan nampan di meja serta pedang di atas kasurku.

"Aku ingin kau benar-benar berkata jujur." Michelle menatapku dengan tatapan sayu. "Apa benar pedang ini adalah sebuah hadiah? Aku tahu Arthur, ada sesuatu yang terjadi pada kalian. Aku dapat mencium aroma darah dari tubuhmu."

"Aku bersunggunh-sungguh nona Michelle, tidak terjadi apapun. Ayah Biotos sangat berterimakasih pada kami karena telah berani mengantarkan anaknya pulang. Sehingga dia menghadiahi salah satu pedang yang tergeletak di dalam gua miliknya."

Michelle memandangku beberapa detik.

"Baiklah aku percaya, Arthur. Kau dapat menyimpan pedang tersebut. Tetapi ingatlah aku ingin kau berhati-hati saat menggunakannya. Jangan kau semena-mena dengan benda berbahaya seperti ini. Janji?"

"Iya, aku berjanji."

Setelah puas dengan jawabanku, Michelle pergi.

Aku langsung memegang gagang pedang tersebut, dan bunyi dengungnya mereda lalu menghilang. Seolah-olah dia senang ketika aku menyentuhnya.

Dan tidak kupungkiri, kalau aku juga merasakan kegembiraannya. Bagaikan menemukan kembali benda yang paling berharga, aku melonjak begitu senang.

Reincarnated BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang