Chapter 29 : Metius Cato

161 20 6
                                    

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Michelle pergi bersama seorang pria yang dilihat dari pakaiannya adalah salah satu dari prajurit kerajaan.

Michelle tersenyum, namun aku melihat bahwa senyumannya tidak sampai ke mata. Dia tidak ikhlas menjalani pekerjaan ini. Tapi ini adalah satu-satunya cara agar meja makan tetap penuh.

Aku dan Biotos kembali mencari alamat yang dituju.

Setelah beberapa kali berputar dan berusaha agar tidak menjadi pusat perhatian, akhirnya kami menemukan alamat tersebut.

Pintu masuknya tepat antara bar dan tempat mengikat kuda.

Aku menutup hidung dan mencoba untuk bernafas melalui mulut agar aroma kotoran kuda tidak terhirup, namun tetap saja aroma tersebut menusuk hidungku dengan tajam dan membuatku pusing serta hampir muntah.

Lain halnya dengan Biotos, Dia nampak sangat menikmatinya.

TOK...TOK...TOK...

Tidak ada sahutan dari dalam rumah tersebut.

TOK...TOK...TOK...

Sekali lagi aku mengetuk namun masih tidak ada tanda-tanda ada orang di dalam.

"Mungkin lagi tidak ada orang." Kata Biotos.

Aku memutuskan untuk sekali lagi mengetuk pintu, bila tidak ada orang maka kami akan pulang saja. Itu artinya perjalanan kami kesini menjadi sangat sia-sia.

Kali ini ketukanku jauh lebih keras, agar orang yang bahkan sedang tertidur pun akan terbangun oleh karenanya. Dengan posisi hampir seperti kuda-kuda untuk memukul, aku melayangkan genggaman tanganku ke arah pintu.

"ADA APA INI RIBUT-RIBUT?! Uugghhh...."

Pintu terbuka, dan ketukanku tepat menyentuh bagian bawah perut seorang pria yang memiliki janggut putih yang sangat lebat.

Matanya terbelalak dan tubuhnya meringkuk di lantai. Sedang menahan sakit yang teramat sangat.

"M-maafkan aku tuan." Aku meminta maaf dengan bersungguh-sungguh, karena aku pun adalah seorang laki-laki. Jadi tahu betapa sakitnya bagian tersebut apabila kena pukul.

Aku dan Biotos berusaha untuk membantu pria berjenggot itu untuk berdiri, namun dia menolak.

"S-sudahlah, biarkan aku meringkuk di sini sebentar."

Hampir sekitar sepuluh menit dia meringkuk di lantai, sampai-sampai aku mengira kalau dia sedang tertidur.

Aku melihat sekeliling rumah tersebut, begitu banyak sarung pedang dan gambaran-gambarang pedang beserta catatan yang menempel di dinding.

Sepertinya pria ini memiliki hobi yang bersangkutan dengan pedang.

Dia terbangun, matanya sayu dan pipinya meski tertutup oleh debu serta tanah. Masih terlihat berwarna kemerahan, dilihat dari tampilan dan aromanya, sepertinya dia habis mabuk.

"Ada urusan apa bocah seperti kau datang ke tempatku? Dan kau, apa kau bersama bocah pirang ini? Berapa umurmu? Kau terlihat besar untuk ukuran seorang bocah."

"Biotos temannya Arthur." Biotos nampak gugup.

"Sudahlah, sebaiknya kalian pulang saja. Aku tidak punya waktu untuk bermain-main, bocah pirang. Kali ini kau kumaafkan karena telah hampir memecahkan telurku. Tapi apabila lain kali aku melihatmu lagi, maka tidak ada ampun bagimu."

Reincarnated BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang