Part 8: Benalu tak Tahu Diri

620 41 0
                                    


"Iya, Wak hallo," sapa Bang Jul begitu sambungan telponnya terhubung.

Entah apa yang dikatakan Wak Neni hingga membuat Bang Jul sesekali ber oh ria, dan berkata iya, lalu kemudian mengangguk. Tidak lama kemudian telponpun terputus.

"Ada apa, Bang?" Aku kembali bertanya.

"Besok, Wak Neni nyuruh datang ke rumah katanya ada yang perlu dibicarakan," jelas Bang Jul.

Entah apa yang akan dibicarakan Wak Neni, dan hanya kutanggapi sekenannya. Lalu, Bang Jul pun kembali pamit pergi ke kantor.

***

Siang ini aku sengaja tidak masak, Bang Jul pun pastinya tidak akan pulang sebelum sore. Biar saja nantinya aku akan makan diluar saat menjemput Al dari sekolah, dan singgah ke toko bunga. Lama-lama aku empet kalau kebanyakan libur dan diam dibrumah apa lagi melihat kelakuan mereka.

A' Ramdan dan Teh Santi mereka sudah besar biar usaha sendiri kalau mau makan. Jangan cuma mau enak-enakan. Mentang-mentang merasa tamu, tidak mau melakukan apa-apa karena merasa terlanjur nikmat setiap hari disuguhin jadi tidak mau melakukan pekerjaan rumah, walau untuk makan mereka sendiri.

Aku tengah bersiap untuk menjemput Al di sekolahnya.

"Mau jemput Al ya Del?" tanya Teh Santi basa-basi.

"Iya, Teh sekalian mau bayar tagihan listrik."

"Oh begitu. Em ... Del Teteh boleh pinjam uang gak? Nanti kalau Aa' udah dapat kerjaan teteh ganti. Dari tadi anak-anak minta jajan. Teteh udah gak punya uang lagi. Aa' juga," jelas Teh Santi.

Kapan Aa' mau dapat kerjaan kalau cuma kerjaannya malas-malasan kayak gitu. Sebenarnya kasian melihat Aida dan Farhan yang harus menjadi korban kemalasan orang tuanya.

"Em, maaf Teh. Aku lagi gak pegang banyak uang cuma buat bayar listrik sama jajan Al. Kalau Teteh mau ini ada sepuluh ribu buat Aida dan Farhan gak usah dibayar ambil aja." Aku mengangsurkan uang sepuluh ribu ke Teh Santi.

"Ya ampun, Del segini mana cukup buat jajan Aida sama Farhan, kamu, 'kan tau sendiri sifatnya anak-anak kalau sudah ke warung," gerutu Teh Santi bukannya terima kasih malah bicara begitu.

"Ya dicukup-cukupin aja, Teh. Biar Aida sama Farhan bisa jajan cari kerja atuh teh, apa kek jualan online, nulis cerita kek. Aku lihat Teteh suka main ponsel," ucapku.

Teh Santi langsung terlihat memasang wajah masam. Mungkin tidak terima dengan apa yang kukatakan. Tapi, mau sampai kapan mereka begitu hidup bergantung sama orang lain.

"Ya udah kalau Teteh gak mau uangnya balikin aja!" Aku meminta uang yang tadi kukasih.

"Kalau sudah dikasih ya jangan diminta lagi, ngasih kok gak ikhlas." Tiba-tiba A' Ramdan ikut bersuara entah sejenis makhluk apa dirinya itu, hampir setiap saat aku berbicara entah dengan Bang Jul atau istrinya tau-taunya ia muncul.

Aku merasa ia sedang mengatai dirinya sendiri, dia bilang ngasih gak ikhlas, bukankah kehadirannya disini sebab ketidak ikhlasannya yang sudah merasa membantu Bang Jul?

"Sudah mana uangnya, Neng Aa' mau beli rokok!" ucapnya kemudian meminta uang yang tadi kukasih ke Teh Santi.

"Jangan A' kasian Aida sama Farhan mereka mau jajan. Makanya Aa' cari kerja!" tegur Teh Santi, tak suka.

Terlihat A' Ramdan mengusap- ngusap tengkuknya mendengar Teh Santi membentaknya.

"Iya, Aa' juga lagi usaha. Neng yang sabar ya!" Suara A' Ramdan memelan. Nampaknya, ia segan dengan istrinya.

Teh Santi pun memberengut sembari meninggalkan A' Ramdan. A' Ramdan pun buru-buru menyusul Teh Santi.

***

Hari ini Bang Jul gajian ia sudah berpesan menyuruhku untuk tidak usah masak karena ia kan membeli makanan di luar.

"Wah makan-makan enak lagi nih," ucap A' Ramdan saat melihat Bang Jul pulang membawa makanan.

"Neng, Aida, Farhan sini Jul bawa makanan kesukaan kalian nih!" seru A' Ramdan pada Teh Santi dan kedua anaknya.

Aku menaruh makanannya ke atas piring goreng ayam, rendang daging dan sayur sop plus sambal.

"Wah banyak banget Jul kamu beli makanannya. Kamu habis gajian ya? Bagi dong Jul masak mau kamu makan sendiri?" ujar A' Ramdan sambil terkekeh.

Allahuakbar!

Apa aku gak salah dengar dia bilang Bang Jul mau makan sendiri? Apa dia gak sadar kalau selama tinggal di sini, tidur, makan dan semuanya gratis? Rasanya pengen kusumpal mulutnya itu dengan sambal ini.

Kulihat Bang Jul merogoh saku bajunya dan mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan lalu memberikannya ke A' Ramdan. Melihat itu rasanya aku benar-benar tak rela.

"Masa cuma lima puluh ribu Jul? Tambahlah!" ucap A' Ramdan tanpa rasa malu, Bang Jul pun kembali mengangsurkan lima puluh ribu. "Nah gitu dong, Jul jangan pelit-pelit. Juga jangan mau hidup dikekang perempuan," ucap A' Ramdan lalu sekilas melirik ke arahku, sepertinya ia sedang menyindirku.

"Teteh juga mau dong, Jul buat jajan Aida sama Farhan," Teh Santi ikut bersuara.

Aku sebagai istrinya saja belum kebagian mereka sudah menodong Bang Jul lebih dulu benar-benar bikin geram.

Bang Jul kembali mengangsurkan uang selembar lima puluh ribuan ke Teh Santi.

Mata A' Ramdan beralih menatap makan. "Aku duluan ya, gak apa-apa, 'kan Jul? Aa' udah laper banget nih!" Tanpa menunggu jawaban dari Bang Jul A' Ramdan pun menyentongkan nasi ke dalam piringnya.

Mataku kembali terbelalak saat melihat hampir setengah piring rendang berpindah kepiringnya, belum lagi ayam goreng sayur sop dan sambalnya.

Bang Julian langsung menatap khawatir ke arahku.

Mereka benar-benar makan dengan rakus, bahkan lauknya yang menurutku tadi banyak usai mengambil nasi, kami hampir tidak kebagian bahkan Bang Julian hanya kebagian keriuknya saja.

"Makanannya benar-benar enak, Jul maaf ya kalau kamu cuma dapat sisanya habisnya Aa' sama Teteh juga anak-anak jarang-jarang makan enak. Istrimu masaknya itu-itu aja bosan," A' Ramdan masih saja berceloteh sambil tertawa.

Darahku langsung naik ke kepala geram bukan main mendengar ucapannya yang mungkin sudah tidak ada lagi urat malunya. Tanganku langsung terkepal hingga menampakkan buku-buku putih.

"Sudahlah, Bang suruh pulang saja mereka ke rumah Uwak. Aku sudah tidak sanggup lagi menampung benalu-benalu ini, kita sudah berbaik hati tapi mereka tetap saja tidak tau diri," ucapku lantang sembari bangkit dari duduk.

Semua terkejut mendengar aku bersuara, apalagi Bang Julian.

"Sabar, Neng semua bisa dibicarakan baik-baik," ucap Bang Julian pelan, wajahnya benar-benar terlihat pucat.

"Neng kok melamun?" ucap Bang Julian membuyarkan lamunanku.

"Eh iya, Bang ada apa?" Aku tergeragap rupanya aku sedang berkhayal, saking kesalnya dengan kelakuan mereka yang tidak tau diri itu. A' Ramdan pun langsung menatapku dengan tersenyum miring benar-benar menyebalkan.

KELUARGA SUAMIKU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang