Part 9: Sebuah Kebenaran

670 49 0
                                    

Hari ini Bang Jul libur, seperti permintaan Wak Neni kemarin kami disuruh datang ke rumah, terutama Bang Jul. Tapi, tentunya aku juga akan ikut menemani Bang Jul.

"Udah siap, Neng?" tanya Bang Jul sembari memasangkan jam tangannya.

"Udah, Bang," jawabku tersenyum. Bang Jul memang lumayan tampan meski hanya memakai celana kain Dan baju kaos yang terlihat santai tidak mengurangi auranya ketampanannya.

Ia tipe suami penyanyang dan baik, bahkan baiknya kesemua orang. Kebaikannya itulah yang seringkali menurutku dimanfaatkan orang lain. Sifat tidak tegaannya membuat orang semakin mudah berlaku semena-mena.

"Udah siap, Jul?" tanya A' Ramdan begitu melihat kami keluar dari kamar.

"Udah, A' ayo berangkat!"

Kami pun berangkat ke rumah Wak Neni. Jaraknya tidak terlalu jauh hanya sekitar 50 menit dari rumah dengan kecepatan sedang.

Kami tiba di rumah Wak Neni. Wak Neni nampak terkejut melihat kami datang bersama A' Ramdan.

"Lho, Ramdan kok kamu bisa bareng Jul? Satu mobil lagi?" tanya Wak Neni penasaran.

"Iya, Bu Ramdan tinggal di rumah Jul." Wajah Wak Neni terlihat tidak percaya. "Udah nanti Ramdan jelasin, Bu." Wak Neni mengangguk mengerti dan mengajak kami untuk masuk. Ternyata di dalam juga sudah ada Wak Rahmi saudara tiri almarhum Wak Hery dan Ibunya Bang Jul, yang datang dari Pekalongan.

"Lho, Wak kok gak bilang-bilang kalau mau kesini?" tanya Bang Jul terlihat kaget saat melihat Wak Rahmi. Lalu menyalami tangannya yang kemudian disusul olehku.

"Iya. Uwak baru sampai kemarin belum sempat ngabarin kamu, gimana kabar kamu dan keluargamu?"

"Alhamdulillah baik, Wak. Keluarga disana gimana?"

"Alhamdulillah baik juga."

"Eh, Bang Jul udah datang?" sapa Yuni istrinya A' Firman. Ia hanya menyapa Bang Jul, dan tersenyum sekilas ke arahku.

"Iya, kamu apa kabar?" tanya Bang Jul ke Yuni. Bang Jul tidak memanggilnya Teteh, karena kata Bang Jul, Yuni yang minta karena mereka sudah lama berteman jauh sebelum mereka menikah.

"Baik, Bang."

"Semuanya sudah pada ngumpul lebih baik kita mulai saja, setelah itu baru kita makan-makan," ucap Wak Neni. Semua langsung fokus ke Wak Neni.

"Setuju," sahut A' Ramdan mendengar kata makan-makan ia terlihat langsung bersemangat.

"Baiklah, jadi begini kemarin calonnya Rena datang kemari membahas rencana pernikahan mereka, dan keluarganya ingin pernikahannya dilaksanakan satu minggu sebelum Rena Wisuda itu artinya bulan depan.

"Nah, untuk itu mulai sekarang kita akan mempersiapkan segalanya jadi mohon kerjasamanya. Karena calon Rena ini pengusaha dan dari keluarga terpandang tentunya kita harus membuat pernikahannya yang mewah," ucap Wak Neni menjelaskan panjang kali lebar.

"Iya, aku sih setuju, kalau pernikahan Rena dibuat mewah," sahut Teh Kinan.

"Atur-atur aja gimana baiknya," timpal A' Firman.

"Benar apa yang dibilang Teh Kinan, acara pernikahan Rena harus terlihat mewah apalagi kalau calonnya pengusaha." A' Ramdan ikut bersuara.

"Berarti semuanya sepakat, kalau acaranya Rena kita buat semewah mungkin," tanya Wak Neni.

Semua anaknya menjawab kompak setuju, tak terkecuali Dimas. Ia hanya diam tetap sibuk dengan ponselnya.

"Nanti kita buat seragam ya!" saran Rena.

"Pasti itu," jawab Wak Neni.

"Iyalah, masa gak pake seragam," timpal Teh Kinan.

"Itu urusan perempuan atur-atur ajalah," A' Ramdan ikut bersuara.

"Kalau kamu sendiri gimana, Jul kamu setuju gak kalau acara adikmu dibuat mewah?"

"Em, Jul sih terserah Uwak saja," balas Bang Jul, Wak Neni langsung tersenyum lebar.

"Berhubung Mbakyu juga ada di sini gimana menurut Mbak?" Wak Neni bertanya pada Wak Rahmi.

"Ya sesuai bajet aja," jawab Wak Rahmi.

Wak Neni langsung terlihat berwajah masam, mungkin tidak suka mendengar jawaban Wak Rahmi.

Setelah semua pembahasannya selesai, Wak Neni mengajak kami untuk makan-makan, sebagai rasa bahagianya dia sudah masak banyak.

"Ayo, Jul makan yang banyak ini Uwak masak sop buntut khusus buat kamu karena Uwak tau itu makanan kesukaanmu," ucap Wak Neni, ia terlihat begitu senang.

Kami pun makan di ruang tamu dengan cara lesehan. A' Ramdan dan istrinya yang paling antusias, aku sudah hapal cara mereka makan.

***

"Bang aku kebelakang dulu ya!" ucapku saat kami tengah duduk santai di teras depan. Rumah Wak Neni lumayan besar, rumah ini juga peninggalan almarhum Wak Hery dari orang tuanya terdahulu karena Wak Hery anak lelaki satu-satunya jadilah ia mendapat warisan rumah.

"Jadi gimana ceritanya, Ram kamu bisa tinggal di rumahnya, Jul?" tanpa sengaja aku mendengar Wak Neni bertanya pada A' Ramdan.

"Kemarin, bisnis Ramdan habis kena tipu, Bu dan diusir dari kontrakan karena Nunggak dua bulan. Ramdan bingung, pulang kesini gak mungkin jadilah Ramdan numpang tinggal di rumah Jul.

"Lagian Jul itu bisa sukses kayak gitu karena bantuan keluarga kita juga, Bu gak ada salahnya dia balas Budi membantu kita saat lagi susah," jelas A' Ramdan.

Terlihat Wak Neni manggut-manggut mendengar penjelasan A' Ramdan.

"Lagian ya, Bu yang lebih dulu nikmatin kesuksesan, Jul itu harusnya kita bukan istrinya," Entah dari mana A' Ramdan bisa sampai berpendapat begitu.

"Iya sih, masa semua harta kekayaan Jul jadi milik istrinya sementara kita yang sudah merawat dan membesarkannya tidak kebagian apa-apa?" Wak Neni jadi ikut-ikutan.

"Oh iya, Bu tadi Ramdan lihat Ibu masak banyak amat?"

"Oh itu, iya kemarin Jul yang ngasih uang buat Ibu."

"Kalian ini masih saja suka bersifat serakah?" tiba-tiba Wak Rahmi datang menimpali. "Dan kamu, Ramdan apa kamu tidak punya malu numpang tinggal di rumah Julian?"

Wak Neni dan A' Ramdan langsung terlihat terkejut mendengar Wak Rahmi.

"Jangan mentang-mentang merasa berjasa kalian bisa seenaknya minta ini itu ke Julian, ingat dia juga punya tanggungan!" tegur Wak Rahmi.

"Kita gak minta ini itu, Mbakyu kita cuma mengingatkan Jul biar gak jadi kacang lupa kulitnya." Wak Neni membela diri.

Terlihat Wak Rahmi menggeleng-geleng melihat kelakuan Wak Neni.

"Jangan sebut-sebut jasa kalian, dulu kalian mau merawat Jul, karena warisan jatah Lasmi."

"Sudahlah, Mbakyu. Mbakyu irikan karena gak dapat apa-apa, sekarang Jul sudah sukses dan suka ngasih ke kita? Mbakyu juga iri karena rumah warisan Lasmi ini akhirnya jadi milik kita."

Aku benar-benar kaget mendengar semua penjelasan Wak Neni, aku pikir rumah ini memang hak mereka tetapi ternyata harusnya menjadi milik Bang Jul. Kenapa Bang Jul tidak pernah cerita? Aku bukan mau rumah ini, tetapi mereka benar-benar keterlaluan.

Kulihat Wak Rahmi kembali menggeleng. "Kalian benar-benar serakah padahal kita sudah dapat warisan masing-masing, karena Lasmi yang merawat Ibu dan Bapak sampai meninggal jadi dia kebagian rumah, sementara kalian karena tidak mau merawat Ibu dan Bapak kalian lebih memilih uang, saya tidak habis pikir," sesal Wak Rahmi.

Wajah Wak Neni langsung berubah masam, mungkin tersinggung mungkin juga tidak suka mendengar Wak Rahmi mengungkit-ungkit masa lalu.

"Dela?" Wak Rahmi nampak terkejut melihatku berdiri mematung. "Apa kamu mendengar semuanya?" tanya Wak Rahmi.

Aku hanya mengangguk lemah, sementara Wak Rahmi menghela nafas dan membuangnya dengan masygul.

Aku pun kembali ke teras, begitu sampai disana aku dibuat tertegun melihat, Bang Jul tertawa lepas, bersama Yuni apa mereka seakrab itu?

KELUARGA SUAMIKU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang