여덟(1)

12.4K 1.3K 84
                                    

Happy Reading 

Sorry for the typo(s)

***

Sudah seminggu Jaemin bekerja dan sejak saat itu Mark tidak terlalu menyusahkan seperti satu bulan yang lalu. Itu melegakan dan membuatnya dapat menghirup udara dengan bebas. Ia menyusun berkas yang akan diberikan kepada bosnya dan memberitahu bahwa tiga puluh menit lagi ada rapat bersama investor asing. 

"Masuk."

Jaemin melangkah masuk kemudian meletakkan tumpukan berkas ke atas meja. "Sajangnim memiliki rapat tiga puluh menit lagi."

Mark mengangguk singkat. Tanpa mengalihkan matanya dari laptop, ia berkata, "Bisa tolong buatkan saya teh?"

Sekarang Jaemin yang mengangguk. Tanpa sepatah kata ia melenggang pergi dan setibanya di pantri ia langsung membuat teh hangat sesuai yang Mark minta. Chamomile adalah teh kesukaan Mark setelah teh hijau―omong-omong dan ia tebak bosnya itu sedang pening.

Setelah selesai, ia pun segera meletakkan secangkir teh di atas meja. Ia mengangguk kecil ketika oknum yang memesan mengucapkan terima kasih. Di saat dirinya hendak pergi, suara Mark menahannya. 

"Sekretaris Na, bagaimana jika hari ini romusha?"

Mark sengaja menggunakan kata itu karena sekretarisnya ini sering kali memakainya sebagai sindiran. Selain itu, ia juga belum pernah menyuruhnya lembur lantaran menaati kesepakatan yang mereka buat. 

"Baik, Sajangnim."

Setelah Jaemin pergi, Mark memijit pangkal hidungnya. Jujur, kepalanya sedikit pening dan ia beruntung Jaemin peka. Tangannya bergerak melonggarkan dasinya, melepas dua kancing teratasnya lalu menyandarkan punggungnya di kursi. Dilanda bosan dan pusing yang kian mendera, ia memandang Kota Seoul di siang hari. 

Ia lantas menutup kelopak matanya sejenak. Perusahaannya mengalami masalah yang cukup serius dan ia menyelesaikannya sendiri sejak seminggu yang lalu. Ia bahkan hampir tak bisa tidur andai tidak mendapat lantunan suci alias omelan dari Taeyong―bubunya.

Huh! Menyebalkan! 

Ia mempunyai sekretaris tapi tidak bekerja secara optimal. Kalau seperti ini, apa gunanya Na Jaemin? Kenapa ia tidak menerima surat pengunduran yang selalu dikoarkan sebagai sampah olehnya? Tinggal satu langkah lagi agar masalah ini selesai dan tugas ini akan ia serahkan kepada sekretarisnya yang kurang sopan itu.

Tiga jam telah berlalu dan itu artinya rapat selesai. Pertemuan pertama dan kedua sama-sama memakan watu 45 menit. Di dalam ruangan yang didominasi warna off-white, Mark sibuk memijat pelipisnya. Kondisi memburuk namun ia tahan. Ia lantas menempelkan tangannya ke dahinya sendiri. 

Ck, panas. 

Ia takut pulang jika sudah seperti ini. Taeyong pasti akan marah besar dan mengeluarkan sabdanya, yaitu tidak usah masuk kerja. Mata bulatnya yang semula terpejam kini terbuka sedikit kala mendengar ketukan pintu. 

"Sajangnim, ini notulen saat rapat tadi." 

Kening si manis mengernyit. Menurutnya, Mark tampak aneh bahkan sebelum rapat dimulai. Pria jelek itu jelas sekali menahan sesuatu dan bibirnya sedikit pucat. Ngomong-ngomong, sejak kapan ia peduli? 

Baiklah, pikirkan itu nanti. 

"Sajangnim kenapa?" 

Mark menggeleng pelan dan kembali fokus pada pekerjaan. "Silakan keluar dan selesaikan apa yang sama minta secepatnya," titahnya. 

Mendengar suara Mara yang begitu datar membuat Jaemin mengangguk dan dengan cepat keluar dari ruangan yang entah kenapa atmosfernya berbeda. Ia mencibir sambil menyentuh pekerjaannya kembali. 

Sekretaris Na [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang