열다섯

9.7K 1.2K 28
                                    

Happy Reading

Sorry for typo(s)

***

Keesokan harinya Mark pergi bekerja tanpa sarapan. Di sela mengemudi, mata bulatnya menatap jam tangannya yang menunjukkan pukul enam pagi―waktu yang terlalu awal untuk berangkat. Ia akui mereka belum berbicara setelah pertengkaran kemarin. Tidak ada malam malam berdua seperti sebelumnya. Ia dan Jaemin sama-sama membisu dan menyibukkan diri, entah untuk berpikir atau memang mengabaikan. 

Seusai memarkirkan mobil, ia berjalan menuju ruangannya. Langkah kakinya tegas sama seperti wajahnya yang tak kalah dingin. Ia terus berjalan tanpa memerdulikan sapaan para pekerja yang tanpa sengaja berpapasan dengannya. 

Sementara itu, Jung Jaemin menghela napas dalam. Ia berhenti di anak tangga dan memandang sendu lantai rumahnya. Mark telah berangkat sehingga harapan sarapan bersama menguap dan pupus sudah. Ia lantas melangkah gontai ke dapur untuk menyiapkan sarapan sekadarnya. Entahlah, ia tidak mempunyai semangat pagi ini. Maka dari itu, segelas susu dan roti cukup. 

Iris madunya tidak melirik sarapan penuh gizi yang telah ia pagi-pagi sekali. 

Jaemin menggigit lesu roti selai cokelat miliknya. Pernikahan mereka belum melewati satu bulan namun sudah seperti ini. Yang lebih menyedihkan adalah ia ikut andil dalam menyebabkan kerunyaman mereka. Lantaran enggan disemprot layaknya dulu, ia bergegas menghabiskan sarapannya dan berangkat. 

Lima belas menit kemudian, ia menjejakan kakinya di kantor. Bibir merah mudanya menyunggingkan senyum saat semua yang ada di lobi menyapa atau membungkuk hormat padanya. Padahal ia berencana untuk bersikap semena-mena dan urakan tapi belum tercapai. Setelah huru-hara ini berakhir, ia janji akan sedikit sombong. 

"Sajangnim sudah sampai?" 

Perempuan yang tengah merapikan meja Jaemin sontak menggangguk. Ia terkejut sebab Sekretaris Jung menyapanya. "Ya, Sajangnim ada di dalam." 

Jaemin mengangguk kecil. Dari luar ia bisa melihat Mark sedang membaca berkas entah apa. Ia berpikir bagaimana menghadapi Mark nanti. Jujur, ia sangat ingin menghindar. "Terima kasih," ucapnya lagi ketika perempuan bermarga Kim ini selesai merapikan mejanya. Ia lantas duduk dan menyalakan komputernya. 

"Kim Areum-ssi?" 

"Ya, Sekretaris Jung?" 

Seharusnya Jaemin menjawab tetapi mendadak lidahnya terasa kelu dan bibirnya membisu. Ia melupakan apa yang ingin dirinya sampaikan. "Ah, tidak. Silakan lanjut bekerja." Ia memberikan senyum sungkan tatkala Areum membungkuk padanya sebelum berlalu. Untuk mengenyahkan nama Mark dari benaknya, ia memeriksa jadwal suaminya hari ini. 

Selain rapat penting, Mark Jung yang terhormat ternyata mempunyai pertemuan dengan Park Joowon di jam makan siang. Sepertinya pertemuan ini sedikit mengarah ke hal pribadi. Ia tahu Tuan Park  sangat getol memperkenalkan putrinya kepada Mark. 

Jaemin menyerongkan kursinya untuk memeriksa apa yang tengah Mark lakukan dan rupanya tidak ada yang berubah―pria bermata bulat itu masih serius bekerja. Ia buru-buru duduk menghadap depan saat Mark tiba-tiba mendongak dan memergokinya. Ia kontan memukul dahinya dan menggigit bibir karena bertingkah ceroboh. 

Ia menghembuskan napas panjang sambil memejamkan matanya. Selepas meyakinkan dan memberanikan diri, ia mengambil bekal yang sedari tadi dianggurkan di atas meja. Dengan bimbang ia mengetuk pintu lalu melangkah masuk. "Sajangnim belum sarapan." 

Sekretaris Na [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang