열둘

10.7K 1.2K 29
                                    

Happy Reading

Sorry for typo(s)

***

Setelah istirahat beberapa jam, Jaemin memutuskan untuk memasak. Pernikahan yang ia dan Raja Iblis gelar ternyata sangat menguras tenaga meski tidak banyak tamu yang datang. Ia pergi ke kediaman baru mereka tepat seusai resepi selesai. 

Apabila ditanya bulan madu, mereka tidak akan melakukan hal tersebut. Bulan madu hanya untuk pasangan yang saling mencintai bukan? Karena alasan mereka menikah bukan karena cinta jadi untuk apa repot-repot melaksanakannya. 

Perus Jaemin keroncongan lantaran belum diisi oleh sesuatu yang mengenyangkan sejak menginjakkan kakinya di rumah Mark. Iris madunya mengamati desain dapur dan ia pikir tidak buruk. Suaminya itu mempunyai selera yang bagus. Tiba-tiba ia bergidik begitu menyadari kata suami di otaknya. 

Tidak. 

Mark tidak cocok disandingkan dengan kata suami. Kata yang paling sesuai untuk Mark adalah Raja iblis. 

Hembusan napas lolos dari hidungnya. Ia lantas mencuci bawang bombay dan mengirisnya kasar. Ia juga mencincang satu siung bawang putih. Sedang serius mengiris tipis daging sapi, gendang telinganya mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Siapa lagi kalau bukan Sajangnim yang terhormat? 

Mereka sempat bertatapan selama beberapa detik sebelum Jaemin menggulirkan bola matanya malas. Dengan iseng ia mendekatkan pisau ke depan wajah Mark hingga iblis di depannya ini berjengit kaget. Ketika Mark berseru tidak suka, ia hanya terkekeh geli. 

Seolah tidak terjadi apa-apa, Mark pun menuangkan air dingin ke dalam gelas kemudian meminumnya. "Panggil saya jika sudah siap," titahnya sebelum beranjak pergi. 

Submisif bermarga Jung ini sontak menghentakkan pisaunya dengan keras sehingga dagingnya terpotong sembarangan. Ia menatap garang punggung pria yang lama-kelamaan semakin mengecil. Kelopak matanya mengerjap kala sebuah ide kelewat cemerlang merasuki otaknya. Bagaimana kalau ia meracuni Mark melalui masakannya? 

Ide yang bagus bukan? 

Arah pandangnya berganti ke bawah dan memperhatikan bahan-bahan masakan yang bagus. Rasanya sayang sekali menyalahgunakan semua bahan yang sudah ia siapkan. Ya sudahlah, ia bisa menjahili Mark lain waktu asal tidak berhubungan dengan makanan. 

Tidak lama kemudian, tumis brokoli dan daging sapi lada hitam selesai. Seusai melepaskan celemek dan mencuci tanan, Jaemin berjalan ke kamar Mark. Ngomong-ngomong, mereka berdua tidak tidur di kamar yang sama. Kamarnya ada di lantai satu sementara kamar Mark di lantai dua. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk pintu. 

"Sudah selesai?"

"Iya."

Pasangan yang baru menikah ini duduk berhadap-hadapan. Sang dominan menatap satu mangkuk nasi dan sumpit yang sudah disiapkan untuknya. Kepalanya mengangguk-angguk. Jadi, seperti ini rasanya menikmati masakan setelah menikah.  

Hatinya cukup tergelitik. 

Jaemin menangkap basah Mark yang baru saja menyingkirkan brokoli ke pinggir piring. "Anda tidak suka brokoli?"

"Hm."

"Kenapa?"

Mark mengalihkan matanya dari daging ke Jung Jaemin. "Tidak enak," jawabnya singkat. 

Sudut bibir Jaemin naik ke atas, tidak habis pikir. Tanpa pikir panjang ia menyuapkan brokoli ke mulut suaminya dengan sedikit paksaan. Mark yang tidak siap dan kaget pun otomatis membuka celah bibirnya dan menerima sayuran kribo itu masuk. 

Jaemin tersenyum. "Enak kan?" 

Sembari mengunyah dengan lambat, Mark memandang sekretarisnya. "Brokoli tetaplah brokoli." 

"Tidak ada yang lain?"

"Rasanya seperti sayuran." 

Seketika Jaemin merengut dibuatnya. Sorot matanya sarat akan kejengkelan dan kekesalan yang mendalam. "Saya tebak anda tidak suka sayur. Benarkan?" Ia mencibir melihat yang lebih tua menyingkirkan brokoli ke tepi piring lagi. 

"Suka tapi tidak semuanya." 

Sayuran jelas akan masuk ke mulut Mark jika itu dimasak oleh Taeyong. Itu juga harus dipaksa dan dinasehati terlebih dahulu. 

Jaemin bertopang dagu dan berkata, "Kalau begitu saya akan memasak sayur setiap hari." Bulu matanya yang panjang berkibar samar tatkala Mark melakukan hal yang sama dengan dirinya, yakni berpangku dagu. 

"Anda bilang tidak bisa memasak." 

"Jika saya tidak bisa memasak, anda tidak mungkin merasakan ini sekarang," ujar Jaemin seraya menunjuk masakannya di atas meja. 

Mark memberikan anggukan. Setelah itu, ia mengelap mulutnya. "Sudah selesai. Terima kasih." Ketika Jaemin akan mencuci piring, ia lekas mencegahnya. "Biar saya saja." Jaemin sudah memasak maka ia yang harus mencuci piring. Tidak mungkin ia membiarkan sekretaris bar-barnya ini melakukan pekerjaan rumah sendirian. 

"Tapi saya juga tidak keberatan." 

Lantaran ucapannya dihadiahi gelengan lagi, Jaemin mengalah. Ia mengucapkan terima kasih lalu melenggang. Ia pun duduk di ruang keluarga, berdiam diri tanpa ingin menyalakan televisi. Entahlah, ia bingung harus apa. Besok masih libur sehingga ia tidak mempunyai tanggungan pekerjaan. 

Kepalanya bersandar dan maniknya memandang langit-langit. Hati kecilnya bertanya apakah ia dan Mark akan hidup bahagia mengingat pernikahan mereka tidak dilandasi cinta? Andai boleh jujur, ia ingin melangsungkan pernikahan satu kali saja seumur hidupnya. Ia benci perceraian. Meski belum mencintai Mark, ia tidak main-main dengan pernikahan ini. 

Tetapi, Mark bagaimana? 

Apakah Mark juga memiliki pemikiran yang sama atau menganggap ini hanyalah bukti pertanggungjawabannya atas peristiwa malam itu? 

Setitik keraguan bersemayam di hati Jaemin. Ia akan sukarela mundur apabila yang mempertahankan hubungan ini adalah dirinya seorang. 

Tbc


Sampai jumpa lagi!














Sekretaris Na [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang