열하나

12K 1.3K 55
                                    

Happy Reading

Sorry for typo(s)

***

"Jadi?"

Jaemin bertanya setelah menyesap secangkir lattenya. Entah bagaimana ia menyetujui permintaan Brianna Lee untuk bertemu. Ia pun bingung seperti saat menyetujui permintaan calon suaminya. Ugh, ia merinding takut menyebut Mark sebagai calon suami. 

Brianna menyibakkan rambutnya yang bergelombang ke belakang. Ia memasang wajah dingin, sangat berbeda dengan ekspresi awal-awal bertemu. Jujur, ia tidak menyangka kalah satu langkah dari kutu pengganggu saingannya. "Saya kira anda sudah mengetahui hubungan antara aku dan Mark, Sekretaris Na?" 

Jaemin tersenyum samar. Ia lebih memilih menyesap lattenya lagi dibandingkan buru-buru menjawab. 

"Bukankah itu keterlaluan? Merebut kekasih orang apalagi kita cukup dekat." Hati Brianna terbakar melihat beberapa tanda kemerahan di leher Jaemin dan ia tahu itu apa. 

Calon pendamping Mark ini berpangku dagu seraya menahan senyum. "Kita tidak sedekat seperti yang anda pikirkan. Saya juga tidak pernah merebut apa yang bukan milik anda," balasnya puas. Tatkala ia dan Mark tengah fitting baju pernikahan, Raja Iblis itu menceritakan semuanya. 

Brianna mengepalkan tangannya kuat-kuat mendengar nada suara Na Jaemin yang sangat kentara mengejeknya. "Kami teman semasa kecil dan saya kekasih Mark!" timpalnya tak mau kalah. Ia benci sekali dan amarah mengalir ke seluruh pembuluh darahnya. Senyum miring yang Jaemin suguhkan benar-benar membuatnya geram. 

"Dan saya calon suaminya." Jaemin ingin tertawa melihat reaksi Brianna. Kemampuan sandiwaranya memang patut diacungi jempol karena sudah berhasil memancing kemarahan di wajah Brianna yang keruh. Tak ingin membuang waktu lebih lama lagi, ia lantas berdiri. Ia tersenyum manis seraya melirik. "Rebut saja jika bisa, Nona Lee. Semangat! Doa saya menyertai anda." 

PLAK!

Brianna menampar keras pipi Jaemin. Rahangnya mengeras dan kaku. Dadanya juga panas dan giginya bergemeletuk. "Saya akan buktikan siapa pemenang yang sebenarnya, Na Jaemin! Camkan itu!" 

Jaemin berniat membalas namun sebelum rencananya terlaksana, tubuhnya ditarik lebih dulu oleh seseorang yang juga sering membuatnya naik darah. Siapa kalau bukan Sajangnim yang terhomat? 

"Mark!" seru Brianna marah. Keanggunan yang selalu ia junjung tinggi seketika memudar. 

Pemilik nama pun berhenti berjalan. "Apa?" Suaranya sangat dalam dan dingin. Pembawaannya yang tenang perlahan-lahan berubah. Ia memperingatkan Brianna melalui sorot matanya. Lantaran tak kunjung mendapat jawaban, ia menarik Jaemin agar cepat pergi dari tempat ini. 

"Saya bisa mengobatinya sendiri," ucap Jaemin setelah mereka berdua tiba di ruangan Mark. Ia berusaha untuk tetap terlihat tenang dan tidak gugup karena lelaki yang lebih tua tengah meneliti bekas tamparan di pipinya dengan intens. 

Mark menghela napas kemudian memundurkan wajahnya. "Kenapa bisa bertemu dengan Anna?" Ia menempelkan handuk berisi es batu di dalamnya ke pipi si cantik. 

"Dia yang meminta bertemu." 

"Jangan bertemu dengannya lagi." 

Lidah Jaemin terlalu kelu untuk berbicara sehingga memilih bungkam. Ia menahan diri agar ringisan tidak terlontar dari bibirnya yang terkunci rapat. 

"Masih sakit?" 

Kepala Jaemin menggeleng. Ini adalah pertama kalinya mereka mengobrol setenang ini. Sebelumnya, mereka selalu beradu mulut bahkan tak segan menarik urat demi memenangkan apa yang keduanya perdebatkan. 

Sekretaris Na [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang