여덟 (2)

11.9K 1.3K 35
                                    

Happy Reading

Sorry for typo(s)

***

Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Malam ini cukup dingin karena turun hujan disertai angin yang lumayan kencang.

Mark baru saja keluar dari kamar mandi. Penampilannya lebih segar daripada siang tadi. Meski begitu, bibirnya pucat dan tubuhnya lemas. Pening di kepalanya juga tak kunjung mereda meski telah tidur cukup lama.

Setelah itu, ia keluar dan berniat untuk pulang. Ia yakin sekretarisnya juga sudah pulang mengingat ini melebihi waktu lembur.

Ia menutup pintu dan seketika tubuhnya mematung menyadari keberadaan Na Jaemin yang masih di sini. Ia memandang wajah damai sang sekretaris yang tertidur pulas. Tubuhnya bersandar dan cahaya komputer menyorot tepat di wajahnya. Mark tak menyangkal jika Na Jaemin memang cantik, apalagi saat ini.

Lihat saja, mata cantiknya yang dihiasi bulu mata panjang dan lentik terpejam, sulaman alis tebal dan rapi, hidung mancung serta bibir tipis merah mudanya yang tertutup rapat. Begitu damai dan tidak membosankan.

Mark menggelengkan kepalanya setelah sadar apa yang ia pikirkan. Lantas ia mendekat. "Sekretaris Na?" panggilnya.

Namun Jaemin sama sekali tidak terbangun, bergerak sedikit saja tidak. Lelaki manis ini masih terlelap.

Lantaran tak ada pilihan, Mark mengetuk-ngetuk meja beberapa kali hingga orang di depannya ini mengerjapkan matanya. Perlu diketahui bahwa Jaemin sangat sensitif pada apapun ketika tidur.

Tangan Jaemin terulur untuk memijat lehernya karena pegal lalu matanya terbuka. Ia mengerjapkan matanya lagi supaya tidak mengabur. "Sajangnim sedang apa?" tanyanya setengah sadar sembari mengucek-ngucek matanya. Kemudian ia bertanya sesuatu yang membuat Mark agak tercengang. Nadanya terdengar lembut. "Sudah sembuh?'

Mark berdehem. "Saya mau pulang," jawabnya singkat, mengalihkan pembicaraan.

Mendengar kata pulang, Jaemin melebarkan mata dan pandangannya jatuh ke arah jam tangan yang melingkar pas di tangan kiri.

Jam sembilan lebih dua puluh menit.

Ia buru-buru membereskan meja dan mematikan komputer. Ini sudah melewati batas jam lembur. Kali ini bukan salah Mark tetapi salahnya sendiri yang ketiduran.

"Saya antar pulang."

Kepala Jaemin menggeleng tanda menolak. "Saya bisa pulang sendiri. Terima kasih," ujarnya lalu membungkuk sopan.

Mark lagi-lagi menahan lengan sekretarisnya. "Saya tidak terima penolakan, Sekretaris Na." Intonasinya terdengar tidak bisa dibantah dan memaksa. Ia lalu melepasnya dan berjalan terlebih dahulu.

Ia sengaja mengajak Na Jaemin pulang bersama, ralat mengantarnya pulang. Itung-itung sebagai balas budi.

Tidak ada yang bersuara. Mereka berdua sama-sama diam ketika di dalam tabung berjalan, sibuk dengan pikiran masing-masing. Jaemin tidak memulai pembicaraan karena mengantuk sedangkan Mark tidak ingin dan tidak tahu.

Di lantai dasar, lampu masih terang menyala. Selain itu, masih ada karyawan yang lembur. Mereka membungkuk sopan pada Mark dan Jaemin, tepatnya pada Mark.

Sekretaris Na [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang