Benar kata orang. Kadang manusia harus di hukum dengan kepergian agar mengerti arti sebuah kehadiran. Dan anggap saja bahwa Alden telah mendapatkan hukuman itu.
Saat ini, Alden hanya mengambil hikmah dari semua yang ia jalani. Menyesal pun sudah tidak ada gunanya lagi karena penyesalan selalu datang terakhir. Ia hanya merindukan sosok Alice dan dirinya yang dulu, Alden yang belum mengenal yang namanya narkoba, Alden yang belum bergaul dengan orang-orang di Club, dan Alden yang bertingkah dingin. Dari semua yang hilang ia hanya merindukan dirinya sendiri dan Alice.
Mengharapkan Alice dan berharap hubungan mereka yang dulu terasa sangat indah adalah hal yang tidak mungkin lagi terjadi.
Dulu saat semuanya masih terasa baik-baik saja dan hubungannya dengan Alice pun masih terasa normal layaknya dua orang yang saling mencintai. Berbeda dengan sekarang, ia harus merelakan Alice pergi karena ia yang kerap selingkuh terang-terangan di hadapannya. Membagi hatinya dengan wanita lain dan bahkan Alice mengorbankankan perasaannya dan memberikan segalanya untuk Alden.
Dua tahun bukan waktu yang singkat, ada banyak lika-liku kisah yang telah mereka hadapi dan 2 tahun ada Alice yang selalu mengalah dan ada Alden yang selalu bertingkah egois dan selalu memikirkan dirinya sendiri.Alden tersenyum mengingat kemana ia harus pergi. Tidak, senyuman itu palsu ia hanya berusaha untuk menguatkan dirinya. Ia terlihat lemah apalagi saat ini. Hubungan yang terjalan selama dua tahun tidak mungkin Alden dapat lupakan secepat itu. Terlalu banyak kenangan yang telah mereka jalani walaupun berakhir buruk. Alice yang menemani Alden di masa titik terendahnya, mengorbankan perasaannya demi kebahagiaan Alden, dan banyak lagi.
Dimalam yang sepi itu tepatnya pada pukul delapan lewat empat puluh, Alden masih duduk di balkon kamarnya sambil termenung. Mama nya yang melihat Alden disana langsung menghampirinya dan berdiri tepat disebelah Mama nya.
"Gak semua hubungan bisa berjalan dengan lurus, pasti ada lika-likunya. Kamu gak boleh terlalu lama terpuruk nak, kamu harus bangkit."
Alden melirik Mama nya yang menjadi teman ceritanya di malam yang sunyi itu.
"Ma, apa mungkin Alice mau kembali?" Tanya Alden pelan.
"Kalau kamu berubah menjadi lebih baik, kemungkinan Tuhan akan mempertemukan kembali. Tapi ingat, jangan terlalu berharap biar kamu gak jatuh sama ekspetasi kamu sendiri. Sekarang kamu harus fokus ke diri kamu sendiri," Nasehat Mama nya dengan suara yang sangat lembut.
Alden pun langsung memeluk Mama nya, ternyata ia hanya butuh tempat untuk pulang dan bersandar. Hatinya sedikit lebih tenang saat berada disamping Mama nya.
"Kamu yang kuat ya sayang," Lirih Mama nya sambil mengelus kepala Alden dengan sayang.
Alden benar-benar merasa kesepian, ia butuh waktu untuk bangkit tapi setidaknya ia sudah berusaha sekeras mungkin untuk merubah dirinya.
***
Alice menatap kosong kalung yang pernah diberikan Alden padanya, mengingat bagaimana Alden memberikan itu membuat Alice tersenyum tipis. Cowok itu rela menabung uangnya hanya untuk memberikan itu pada Alice, dulu hubungan mereka terasa sangat indah. Alice terkadang bertanya-tanya apahkah bisa hal itu di ulang kembali.
Gibran yang duduk tepat disebelah Alice tersenyum, ia mengerti perasaan Alice. Melupakan seseorang memang tak semudah itu, walaupun satu bulan telah berlalu.
"Lo jujur deh ke gue," Ucap Gibran.
"Lo masih ada rasakan sama Alden?" Tanya Gibran.
Alice memejamkan matanya sebentar sambil mengangguk pelan.
"Gue masih sayang Gib tapi gue terlanjur sakit hati sama ucapan dia yang bilang gue pelacur bahkan Alden pernah bilang ke gue kalau gue orang asing di hidup dia, gue tahu kalau dia udah minta maaf tapi gak semua rasa sakit bisa di balas dengan kata maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDEN [Sudah Terbit]
Teen FictionMenceritakan tentang hubungan toxic yang dialami oleh Alden dan Alice. Keduanya memilih untuk bertahan dihubungan itu karena memiliki beberapa alasan bahkan keduanya tak sanggup untuk berpisah meski hubungan yang mereka jalani sudah berada di ujung...