Alden menatap kedua mata Alice dan kemudian tersenyum, begini saja ia sudah merasa cukup. Malam itu, mereka duduk di pinggir pantai sambil menikmati dinginnya malam dan suara ombak. Entah mengapa Alice mengajak Alden untuk bertemu disana dan jelas, Alden pun langsung datang.Diredupnya lampu, Alden masih bisa melihat wajah cantiknya Alice.
"Setelah lo pergi, gue belajar banyak hal."
Alice diam dan kemudian mendekatkan dirinya ke Alden."Den," Panggil Alice.
Alden berdeham pelan sambil melirik Alice.
"Gue pengen jujur sama lo," Kata Alice.
Awalnya Alice ragu untuk mengungkapkannya."Jujur aja," Jawab Alden dengan tenang.
"Gue udah nemuin seseorang yang layak buat gue dan gue sama dia emang belum pacaran tapi gue udah terlanjur sayang sama dia," Ungkap Alice.
Alden sudah tahu dan yakin bahwa 'Dia' yang di sebut oleh Alice itu pasti cowok yang bersamanya saat pernikahan Gibran kemarin. Awalnya ia merasa terkejut dan bohong rasanya jika ia mengatakan bahwa ia baik-baik saja karena sampai detik ini pun ia hanya mencintai Alice.
"Selagi dia buat lo bahagia, perjuangin."
Mati-matian Alden menahan air matanya, ia tak mau terlihat sedih di hadapan Alice. Alden merasa ia harus ikhlas karena ini jalan yang Alice pilih dan ia tak memiliki hak untuk mencampurinya.Alden lebih memilih kehilangan Alice daripada Alice harus kehilangan kebahagiaannya. Alden sadar bahwa ia mengikhlaskan Alice bersama dengan laki-laki lain jika itu bisa membuat perempuan yang ia cintai itu bahagia, Alden siap walaupun dengan hati yang hancur berantakan.
"Den," Panggil Alice lagi.
"Hm?"
"Apa lo masih ada rasa ke gue?" Tanya Alice sambil memejamkan matanya.
Alden terdiam sejenak, bibirnya tak sanggup untuk bicara. Bagaimana mungkin disaat seperti ini ia bisa menjawabnya.
"Bohong kalau gue bilang enggak, gue masih ada rasa sama lo Lice tapi gue gak mau ngejar lo. Gue cuman butuh waktu sampai rasa gue ke lo hilang," Jawab Alden dengan dalam.
"Gue udah relain lo Lice, walaupun dulu gue berfikir kalau lo emang punya gue seutuhnya. Lo mungkin gak pantas dimiliki orang kek gue tapi gue yakin lo akan lebih baik dimiliki orang lain yang bisa cinta sama lo," Lanjut Alden.
Alice lagi-lagi diam dan kemudian air matanya menetes begitu saja, Alice tak menyangka jawaban Alden akan sedewasa ini. Ia tak pernah berfikir bahwa Alden bisa berbicara seluas ini, tadinya ia berfikir kalau Alden akan menahannya dan tak membiarkannya untuk jatuh cinta lagi dengan orang lain tapi ia salah, cowok itu malahan mengikhlaskannya demi kebahagiaanya.
"Gue juga udah lupai semuanya kek yang gue bilang kemarin dan lo berhasil nemui gue di rasa sesal lo Den. Dulu, gue mati-matian perjuangin lo bahkan gue rela nelan mentah-mentah kalau lo selinhkuh. Lo juga harus bahagia, supaya hancur gue gak sia-sia."
"Dan orang tulus gak datang buat dua kali, iyakan?" Lirih Alden sambil meneteskan air mata.
Keduanya menangis di pinggir pantai tersebut, Alden bahkan membuang muka agar Alice tidak melihat air matanya yang sejak tadi terus menetes hingga membasahi pipinya. Topik pembicaraan mereka malam ini terlalu sakit, bahkan Alden sendiri tak sanggup untuk berkata-kata lagi.
"Kalau pun gue jatuh cinta sama orang baru, itu gak akan sama kek gue jatuh cinta ke lo Lice," Gumam Alden pelan.
Malam itu, Alden harus benar-benar merasakan yang namanya mengikhlaskan.
Alden menghapus air matanya dan kemudian menghela napas pelan, ia melirik Alice yang terlihat termenung.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDEN [Sudah Terbit]
Teen FictionMenceritakan tentang hubungan toxic yang dialami oleh Alden dan Alice. Keduanya memilih untuk bertahan dihubungan itu karena memiliki beberapa alasan bahkan keduanya tak sanggup untuk berpisah meski hubungan yang mereka jalani sudah berada di ujung...