04. Si yang bersifat Fana

1.4K 134 22
                                    

"Lice, ayok buruan!" Ucap Alden sambil teriak dari luar kamar.

Satu detik, dua detik, tiga detik. Alden belum juga mendengar jawaban dari Alice, ia pun segera menghampiri Alice yang berada di dalam kamar. Terlihat Alice sedang berbaring di atas tempat tidur sambil memegang perutnya yang sakit karena sedang datang bulan.

"Lo dari tadi ngapain sih?!" Omel Alden sambil berkacak pinggang.

"Perut gue sakit," Ringis Alice dengan suara yang lemah dan terlihat wajahnya sedikit pucat.

Alden berdecak kesal melihat Alice yang sok lemah.

"Lo pergi sendiri aja yah?" Pinta Alice setengah memohon pada Alden.

"Lo beda banget ya sama Wend, Wenda tuh selalu ada buat gue! Mau dia sakit sekalipun dia bakalan usahai buat disamping gue, beda sama lo!" Ketus Alden.

Kata-kata itu benar-benar menyakiti hati Alice, bagaimana mungkin Alden tega mengatakan hal seperti itu padanya dan tega membandingkan dirinya dengan wanita lain. Alice tak terima, bagaimana pun juga Alden sudah sangat kelewatan.
Merasa sakit hati, Alice hanya bisa meneteskan air matanya dan menahan kekesalannya belum lagi perutnya yang terasa sangat keram.

"Gak usah nangis, gitu aja nangis."

"Hati lo dimana sih? Gue salah apa sih sampai lo setega itu sama gue Den? Gue juga punya hati, harusnya lo mikir dulu kalau ngomong!" Bentak Alice sambil menatap Alden dengan tatapan kecewa dan jangan lupakan matanya yang sembab.

Bersamaan dengan itu Alden nyaris menampar Alice.

"Tampar Den, itukan yang lo mau?" Tanya Alice dengan menatap Alden dengan nanar. Mendapat perlakuan seperti itu sudah biasa baginya.

"Lama-lama gue capek, gue capek di kasarin!" Tegas Alice.

"Apa sebaiknya putus aja? Gue benar-benar capek," tambahnya dengan lemah sambil menangis.

Entah mengapa rasanya Alden tidak terima saat Alice mengatakan hal itu. Tidak seperti sebelumnya dimana ia harusnya merasa legah ketika mendengar kata-kata itu dan ia akan bebas dari Alice tapi aneh rasanya, ia seperti tidak ingin kehilangan Alice.

"Disaat gue dekat sama cowok lain, lo gak terima. Terus gue? Gue ngorbanin perasaan gue demi lo dan balasan yang gue terima adalah kekerasan, tubuh gue udah gak kuat Den buat nahan semua lebam yang lo kasih," Ucap Alice dengan suara yang lemah dan tubuhnya yang terasa sedikit gemetar.

"Dimana Alden yang gue kenal sebagai cowok lembut?" Tambahnya dengan suara yang sedikit bergetar dan menatap Alden dengan selidik.

Alden menggelengkan kepalanya lalu menangkap kedua pipi Alice dan menatap Alice dengan tenang.

"Gue cemburu, lo sayang sama selingkuhan lo Den! Dan gue? Gue kek gak berarti di hidup lo," tangis Alice sambil mengepalkan tangannya.

Jujur saja, terkadang ia merasa lelah. Lelah dengan sikap Alden yang kasar, tapi ia tidak bisa pergi begitu saja karena Alice sangat mencintai Alden dan sulit baginya untuk menjauh dari Cowok itu walaupun kerap kali keributan selalu terjadi diantara keduanya.

"Maafin gue Lice," ucap Alden sambil mengusap lembut pipi Alice.

Alice mendongak, dan saat itu juga air matanya tumpah. Rasanya sangat sakit di perlakukan tidak adil dan terkadang merasa tidak di anggap oleh Pacar sendiri dan yang sakitnya adalah saat Pacar sendiri lebih membela selingkuhannya.

ALDEN  [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang