04. what the-

3K 401 34
                                    

Haechan bangun dengan keadaan linglung. Gadis itu terduduk dengan masih memperhatikan–atau lebih tepatnya memindai dimana dirinya berada sekarang.

"Haechan bodoh!." Tentu saja, umpatan pada diri sendiri ia layangkan ketika mengingat kejadian beberapa jam lalu. Ia pasti tertidur saat perjalanan pulang tadi.

Memalukan.

Mungkin setelah ini hubungan ia dan si atasan akan terasa canggung setelah kejadian ini—atau mungkin tidak.

"Kau sudah bangun?." Suara bariton yang berasal dari arah pintu masuk kamar membuatnya terkesiap.

Haechan merutuk dalam hati ketika melihat pria itu—disana Mark Lee, atasannya berdiri didepan pintu dimana dengan ia yang sudah mengenakan pakaian santainya.

Hei, berapa jam ia tertidur?.

"Y–ya." Jawaban gugup ia lontarkan ketika melihat senyum–ralat sudut bibir Mark terangkat sedikit ketika melihat kondisinya.

"Maafkan aku Tuan Lee, aku tak seharusnya—"

"Jangan meminta maaf Haechan." Mark memotong ucapannya dengan segera ketika melihat raut wajah Haechan berubah menjadi tak enak. "Kau lelah, begitu juga denganku." Jawaban yang sedikit ambigu membuat Haechan bertanya dalam hati, apakah ia dan Mark tidur seranjang tadi?.

"Kita tak tidur seranjang jika itu yang kau takutkan.." Mark akhirnya menampilkan senyum ketika Haechan menatapnya dengan mata melotot–seolah Mark tahu apa yang ada di pikirannya.

"Orang ini bisa membaca pikiran?."

Haechan buru-buru berdiri, ia merapikan tampilannya sendiri dan tak lupa juga untuk merapikan kasur yang tadi sempat ditidurinya. Sementara itu, Mark berjalan kearah sudut kanan ruangan–ia mengambil sesuatu yang terletak di meja dan memberikannya pada Haechan yang kembali menatapnya dengan pandangan bingung.

"Sekarang sudah pukul tujuh." Mark mengkode bahwa hari sudah mulai beranjak malam–tentunya ia secara tak tersirat mengatakan bahwa Haechan juga harus mandi.

Haechan dengan kikuk menerima paperbag berlogo salah satu butik terkenal yang disodorkan oleh Mark kehadapannya. Ia membungkuk dan mengucap terimakasih sampai lima kali sebelum menghilang dibalik pintu kamar mandi milik Mark.

Mark terkekeh dan menggelengkan kepala ketika melihat perilaku Haechan barusan. Sekretarisnya itu ternyata lucu juga.

Dan disinilah Haechan berada sekarang. Di kamar mandi mewah milik sang atasan yang mungkin memiliki ukuran lebih luas dari kamar apartemen sederhana yang ia tempati. Tubuhnya merosot jatuh ke lantai marmer dingin kamar mandi, wajahnya ia telungkupkan ke lutut.

"Bodoh huwaaaaa Haechan bodoh..." rasanya ia ingin tenggelam saja di lautan Pasifik sana mengingat kejadian tadi. Tuhan, rasanya sungguh memalukan! ditaruh dimana mukanya ketika berhadapan dengan sang atasan nanti?!.

"Gajikuuu huhuhu....." Haechan menjerit kecil ketika tak sengaja melihat harga yang tertera di salah satu gaun—harganya ternyata setara dengan gajinya selama satu bulan. Belum selesai sampai disana, kini mukanya memerah sempurna ketika melihat sepasang pakaian dalam yang juga ada di dalam tas yang dipegangnya.

"Tuan Lee huwaaa.." Haechan memukul lantai yang kini didudukinya. Kenapa? Kenapa jadi seperti ini?!...

Tujuan awalnya adalah menjadi seorang sekretaris yang bisa menjalin hubungan profesional dengan sang atasan, sementara hal yang terjadi hari ini sungguh jauh dari ekspektasinya selama ini.

"Bersikaplah seperti biasa ketika keluar nanti Haechan.." Haechan mematut dirinya di cermin wastafel yang berada di dalam ruangan. Walau kamar mandi ini luas dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas, Haechan cukup tau diri untuk hanya sekedar menumpang mandi disini. Sepuluh menit–rekor tersingkatnya untuk mandi–dan kini Haechan berdiri sembari memperhatikan pantulan dirinya di depan kaca.

LUMIÈRE [Slow Up]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang