Untuk pertama kalinya seumur hidup, Haechan melihat ada satu orang yang terlihat begitu menakutkan ketika dalam mode bekerja dan begitu— ah tidak bisa dijelaskan sebenarnya. Tapi sungguh, serandom-randomnya perilaku si tukang marah-Renjun, lebih random lagi perilaku Mark Lee yang pagi ini tiba-tiba saja memeluknya ketika sedang menyiapkan sepiring sandwitch untuk sarapan, lalu menciumi belakang telinganya berkali-kali hingga membuat Haechan kesal sendiri.
Berakhir dengan ia yang menyikut pelan perut Mark, membuat ringisan kecil keluar dari bibir si pria. "Bisakah tak mengganggu acara memasak ku?" Kata Haechan. "Atau aku akan memukulmu dengan sendok makan ini."
Mark memilih mengalah, membiarkan Haechan menyelesaikan urusannya dengan dapur yang katanya terlihat bagitu indah karena ia bisa melihat jalanan senggang pedesaan ketika membuka jendela.
"Apa sepotong sandwitch tak masalah untukmu?."
"Bahkan aku sering melewatkan waktu sarapanku, jadi kupikir setelah ini aku akan terbiasa sarapan." Mengundang jiwa-jiwa peduli akan kesehatan Haechan menyeruak ke permukaan akibat perkataan Mark barusan. "Mark Lee kau—"
Belum sempat mulutnya mengomel, tubuhnya sudah lebih dahulu ditarik, dan membuatnya kini duduk di pangkuan Mark. Semburat semu merah di pipi tak lagi dapat dihindarkan ketika Haechan melihat bagaimana kokohnya paha Mark Lee yang kini ia duduk, dengan wajah si pria Lee yang kini begitu dekat memandang kearahnya.
"Hari masih pagi, jangan membuatku terbangun akibat ulah—" Haechan menutup mulut Mark dengan telapak tangan, mencoba menghentikan semua kata-kata berbau negatif yang akan keluar dari mulut suaminya ini.
"Come, gimme a morning kiss bae."
Tunggu. Sejak kapankah sikap Mark Lee yang cenderung menyebalkan ini berubah drastis menjadi mesum seperti ini?.
"Kau terlalu takut memulai." Mark terkekeh lalu menarik tengkuk Haechan agar bibir plum itu bisa ia lumat sesuka hati.
"Lepas—hmmph!." Haechan tentunya malu, ralat sangat malu ketika mulutnya berkata ingin melepaskan tetapi tangannya justru mengalung di leher Mark.
Sebuah jeda Mark berikan hanya agar ia bisa menatap bagaimana wajah memerah Haechan yang kali ini tak melawan ciumannya. "You look so beautiful bae."
Dan...ya, seperti yang kita duga. Mark Lee lebih memilih untuk kembali melewatkan waktu sarapan pagi harinya.
.
.
.
"Disaat semua orang memilih pergi berbulan madu ke Paris atau sekitarnya, kenapa kau memilih Swiss sebagai tempat kita menghabiskan waktu berbulan madu?." Haechan bertanya, dengan mulut yang masih setia menyedot sekotak susu yang ia bawa dari rumah.
Sebenarnya ini tak bisa disebut sebagai bulan madu sih, seluruh kegiatan selama hampir tiga hari ini baik dirinya maupun Mark tak pernah sekalipun keluar dari rumah sewa tersebut.
Mereka melakukan semua hal-hal membosankan—eh tidak membosankan kalau dalam pandangan Haechan. Berdiam diri di rumah, tanpa perlu memikirkan bahwa esok hari kau harus berurusan dengan berkas-berkas memuakkan itu membuatnya sedikit tenang tanpa tekanan sedikitpun. Healing bagi dirinya hanya sesederhana itu.
Didukung dengan Mark Lee yang juga terlihat malas berinteraksi dengan dunia luar membuat keduanya benar-benar hanya berdiam diri di dalam rumah.
Membosankan jika lama-lama.
Maka sore ini Mark berinisiatif untuk mengajak Haechan keluar, sekedar untuk acara jalan-jalan yang tak jauh dari area rumah.
Haechan menggandeng tangan Mark, tak terlalu erat. Orang-orang sekitar yang sempat mereka temui banyak yang mengucapkan betapa serasinya mereka berdua. Yaa sebenarnya bergandengan tangan ini bukan acara agar mendapat pujian sih, hal ini lebih tepatnya Haechan lakukan agar ia tak sampai kehilangan Mark yang berperan sebagai pemandu acara jalan-jalan sore ini.
"Ibu memilih Swiss karena dia tau bahwa aku menemukan ketenangan ketika melihat jajaran pegunungan indah ini. Jauh dari kota dan jauh dari hiruk pikuk perkerjaan yang tak akan ada habisnya. Terkadang aku membutuhkan waktu beristirahat sejenak sebelum kembali ke realita."
"Kau benar."
Sebuah kursi taman terlihat dari kejauhan. Mark membawa Haechan agar mengikutinya dan mendudukkan diri ketika sampai di kursi tersebut.
"Kenapa kau mau menandatangani kontrak itu Haechan?." Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Haechan terdiam tanpa bisa menjawab sepatah kata pun.
"Kenapa kau berbohong kepadaku, bahwa yang itu akan kau gunakan untuk membeli rumah. Tapi nyatanya kau memberikan hampir seluruhnya kepada panti yang terletak di pinggiran kota itu."
Haechan mencoba mengumpulkan seluruh keberaniannya yang benar-benar sudah diambang antara menjawab atau memilih bungkam atas pertanyaan yang Mark ucapkan.
"Kau tahu." Kelereng biru bergulir, menampilkan kekuatan hati yang begitu kentara. Haechan bisa saja berbohong kali ini kepada Mark Lee, tapi seluruh isi otaknya menyuruhnya agar mengungkapkan semuanya.
"Disaat para sponsor tetap panti mulai hilang satu persatu, dan ketika ada perusahaan yang ingin menjadi pihak sponsor, mereka justru meminta bayaran tak manusiawi kepada ibu panti." Mark masih diam mendengarkan ketika suara Haechan mulai terdengar lirih ketika gadis itu ingin melanjutkan kalimatnya.
"Mereka ingin menjadikanku dan Renjun budak. Entah sebagai seorang simpanan, atau sebagai mainan mereka."
Mark mengepalkan tangan ketika kalimat terkahir penuh penghinaan itu akhirnya berhasil keluar dari mulut Haechan. Membayangkan ketika para sialan itu mengucapkan hal sebrengsek itu di depan ibu panti membuatnya ikut tersulut emosi.
"Tapi apa kau tau satu hal?."Sepasang netra itu saling menatap satu sama lain. "Aku tak pernah sekalipun menyesali masa ketika aku menandatangani kontrak itu. Biarkan aku yang beradu nasib disini, aku tak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri ketika melihat adik-adikku sampai harus menahan lapar selama bebera hari akibat dana panti habis untuk membelikan mereka makanan."
Mark Lee tercenung beberapa saat, mendegar ucapan dari Haechan seakan membuatnya teringat dengan ucapan sosok dari masa lalu yang selalu saja berhasil membuatnya berpaling.
"Panti Asuhan St. Elizabeth, apakah kau berasal dari sana?."
"Ya. Aku selama ini dibesarkan disana." Haechan menjawab. "Dan oh iya!." Serunya. "Apa kau tahu?, dahulu ada salah satu perusahaan yang melakukan kunjungan ke panti. Kalau aku tak salah pemilik perusahaan itu mengajak putranya, lalu ketika melihatku anak laki-laki itu menarikku ke sudut dan memberikanku gantungan kunci berbentuk singa lucu." Haechan seolah terhanyut kembali ke masa-masa itu. "Kami sempat berbicara banyak, dia sempat berjanji akan mengunjungiku lagi bulan depan, tapi sampai sekarang ia tak pernah sekalipun kesana."
"Siapa nama anak itu? Apa kau mengingatnya?." Ditengah sesuatu yang tak pasti yang tiba-tiba mengusik relung hatinya, Mark bertanya kepada Haechan.
Haechan tersenyum manis.
"Minhyung. Nama anak itu Lee Minhyung."
—a.n
Hah? Gimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
LUMIÈRE [Slow Up]
FanfictionMarkHyuck fanfiction ; GENDERSWITCH [BELUM REVISI & BANYAK TYPO BERTEBARAN] 𝐋𝐮𝐦𝐢è𝐫𝐞 𝐢𝐬 𝐅𝐫𝐞𝐧𝐜𝐡 𝐟𝐨𝐫 '𝐥𝐢𝐠𝐡𝐭'. "Tanda tangani disini dan hidupmu akan terjamin selama jangka waktu tiga tahun." "Perjanjian aneh apalagi ini Lee?! apa...