Dubai.
Dahulu, dibenaknya ketika mendengar nama kota ini hanyalah terbayang sebuah wilayah gurun pasir tandus nan gersang dan panas. Ayolah, itu hanya sebatas pemikiran sempit Haechan bertahun-tahun silam ketika ia masih berada di bangku sekolah menengah.
Dan kini, seiring berjalannya waktu, dan semakin pesatnya era globalisasi di dunia ini, membuat pemikirannya di masa itu tentang Dubai adalah wilayah tandus, gersang dan panas terpatahkan dengan berita bahwa salah satu kota di Uni Emirat Arab tersebut kini telah berkembang dengan sangat pesat, bahkan beberapa tempat-tempat spektakuler di dunia ada di kota tersebut.
Burj Khalifa, salah satu bangunan yang memegang rekor sebagai gedung pencakar langit tertinggi di dunia adalah salah satu destinasi yang ingin ia kunjungi suatu saat nanti.
Dan lihatlah, kini ia bahkan sedang berada di salah satu bagian gedung tertinggi di dunia itu, lebih tepatnya di salah satu kamar hotel mewah yang berada di Burj Khalifa.
Mark dan ia akan mengabiskan beberapa malam di Armani Hotel, Burj khalifa, mengingat pertemuan para pemegang kendali pembangunan proyek yang Mark katakan tempo hari juga akan diadakan di tempat ini.
Haechan sedari pertama menginjakkan kaki di kota indah ini, tak pernah sekalipun berhenti berdecak kagum atas semua hal kecil yang ia lihat selama diperjalanan.
Mobil-mobil mewah sekelas Lamborghini dan Ferrari nampak paling banyak berlalu lalang di jalanan. Gedung-gedung menjulang tinggi lainnya di kota ini juga semakin memperindah tempat yang dijuluki sebagai kota emas ini.
"Aku lelah." Mark berjalan kearah balkon kamar sembari melempar denim jacket yang ia gunakan kearah ranjang, menyisakan t-shirt hitam membalut tubuhnya.
"Me too." Jawab Haechan sedikit lesu, ia sedang melepas sepatu, bersiap untuk merebahkan diri setelah sebelumnya puas memandangi pemandangan sore hari Dubai dari arah balkon.
"Apa ini pertama kalinya kau kemari?." Mark kembali bertanya. "Tentu saja!." Haechan menjawabnya dengan semangat. "Terimakasih sudah membawaku kemari dan berkesempatan untuk merasakan menginap selama beberapa waktu di hotel mahal yang aku sendiri tak bisa membayangkan harganya." Sindiran itu membuat Mark Lee terkekeh.
"Kita hanya sementara disini, ketika pertemuan untuk pembahasan proyek awal selesai, kita akan pindah ke rumah yang sudah kusewa selama kita berada disini." Mark mengikuti Haechan untuk merebahkan diri di ranjang, setelah selesai melakukan peregangan kecil pada tubuhnya yang terasa sedikit kaku akibat perjalanan panjang dipesawat.
Keduanya saling berhadapan, kedua netra berbeda warna itu bertemu dalam satu garis lurus, tak ada sesiapa yang mencoba untuk berhenti memandang, keduanya justru seolah sedang menyelami netra masing-masing, kemudian tangan Haechan bergerak sendiri untuk mengelus dahi Mark, menyusuri alis lalu berakhir di pipi.
Guratan lelah itu begitu kentara terlihat di wajah Mark, pikir Haechan. Belum lagi kumis tipis yang kini mulai terlihat tumbuh di sepanjang garis lekukan bibir atasnya...hei, sejak kapan tuan Lee satu ini mulai tak memperhatikan kebersihan dirinya sendiri?. Karena setahu Haechan, Mark biasanya akan selalu mencukur kumisnya setiap dua kali seminggu.
"Kau tak merawat dirimu dengan baik." Haechan melontarkan pernyataannya. "Hmm." Dan hanya deheman singkat yang ia dapatkan sebagai jawaban.
Berakhir di sore itu keduannya tertidur dengan melupakan waktu makan malam yang bahkan sudah disediakan khusus oleh pihak hotel.
.
.
.
Pagi ini, Haechan terbangun lebih awal. Semalam keduanya sampai melupakan waktu makan akibat kelelahan, dan pagi ini Mark dan Soobin—sekretaris barunya akan menghadiri rapat perdana untuk proyek besar ini.
Oh ya omong-omong tentang Soobin, nama lengkapnya adalah Choi Soobin. Satu-satunya orang yang lulus dalam seleksi ketat yang dilakukan selama beberapa minggu oleh Hwang Renjun ketika ia diberikan tugas oleh Mark untuk mencarikannya seorang sekretaris baru, menggantikan Haechan tentunya.
"Sudah siap." Haechan menepuk pelan dada Mark Lee yang sudah terpasangi dasi rapi, ia lalu tersenyum, membuat sosok si lelaki mengambil langkah maju sejengkal agar ia bisa mencium bibir manis Haechan.
Haechan sempat terkejut, namun pada akhirnya ia hanya bisa memejam ketika menyadari ciuman Mark hanyalah sebuah kecupan panjang.
"Keluarlah dengan Jaemin jika kau bosan, kamarnya hanya berjarak dua kamar dari kamar kita, aku mungkin akan pulang di pengujung hari. Karena semua pimpinan juga akan langsung menuju lokasi proyeknya selepas makan siang nanti." Haechan hanya bisa mengangguk mengiyakan, dengan perasaan senang karena Mark nyatanya tak menyuruhnya untuk mengurung diri selama disini.
"See you bae."
"Mark." Panggilan itu membuat Mark lantas berbalik setelah sebelumnya tangannya hampir menyentuh gagang pintu untuk membukanya.
Kehkehannya terdengar bahagia selama selang waktu puluhan detik akibat Haechan yang secara berani tiba-tiba mencium pipinya dengan wajah merona.
"HWAITING Mark!."
Pagi ini, rasanya sungguh berbeda dari pagi-pagi sebelumnya, pikir Mark. Ia merasa mulai ada sedikit kemajuan untuk hubungan ini, dan semoga saja hal ini terus berlanjut untuk kedepannya.
a.n
Ada yang masih nungguin gasih?🥲
KAMU SEDANG MEMBACA
LUMIÈRE [Slow Up]
FanficMarkHyuck fanfiction ; GENDERSWITCH [BELUM REVISI & BANYAK TYPO BERTEBARAN] 𝐋𝐮𝐦𝐢è𝐫𝐞 𝐢𝐬 𝐅𝐫𝐞𝐧𝐜𝐡 𝐟𝐨𝐫 '𝐥𝐢𝐠𝐡𝐭'. "Tanda tangani disini dan hidupmu akan terjamin selama jangka waktu tiga tahun." "Perjanjian aneh apalagi ini Lee?! apa...