07. a little lie on sunday

3K 363 20
                                    

Pagi menyapa, matahari mulai menampakkan diri dari ufuk timur. Udara dingin subuh, kini mulai terasa menghangat. Orang-orang mulai terlihat di jalanan. Bus-bus terlihat begitu sesak mengingat sekarang adalah minggu—hari libur tentu saja, kesempatan melepas penat bagi mereka yang sibuk sepanjang hari kerja.

Begitupun dengan Haechan yang kini sedang sibuk di dapur kecil kesayangannya. Sebenarnya ini adalah kegiatan rutin ketika ia sedang libur.

"Lalu kita tunggu lima belas menit.." tangannya dengan lihai membersihkan sisa-sisa tepung yang menempel di sebagian apron kuning bermotif bunga matahari miliknya.

Dengan gesit ia mencuci semua perabotan bekas membuat kue tadi. Seloyang besar brownies dan beberapa buah muffin. Haechan bersenandung kecil sebelum sebuah ketukan pintu membuatnya menghentikan aktifitas mencuci dan berjalam kearah pintu.

Siapa yang bertamu sepagi ini?.

"Haechan aku lapar.." si pirang menghembuskan nafas lelah begitu melihat siapa gerangan yang menunggunya dibalik pintu.

"Masuklah Injun, aku sudah menyiapkan hidangan untuk sarapan. Telur gulung dan nasi goreng, apa kau tak masalah?.." orang itu—Renjun Hwang tentu saja mengangguk cepat dan langsung melesak ke tempat yang kalau menurutnya adalah sebuah tempat penampungan bagi dirinya di tengah kondisi akhir bulan yang mencekam.

Dapur Haechan adalah penyelamat untuk kelangsungan hidupnya, baik dimasa tanggal tua maupun tanggal muda.

"Woah, kau membuat brownies dan muffin?.." Haechan mengangguk, "hari ini hari libur. Aku ingin berkunjung ke panti.." memang, setiap kali Haechan mendapatkan waktu luang, atau ketika di hari libur kerja, gadis pirang ini akan rutin mengunjungi panti tempat ia dahulu dibesarkan.

"Aku ikut ya, rindu juga dengan anak-anak.." dugaan kalian tepat jika berpikir bahwa Renjun adalah saudara se-pantinya.

"Tentu." Haechan menjawab, tangannya mematikan oven ketika benda itu berbunyi, dan membawa seloyang besar brownies menuju meja makan.

"Boleh aku mencobanya?.." jika boleh jujur Renjun sudah tergiur hanya dengan menghirup aromanya saja.

Terkekeh, Haechan menjawab. "Nanti saja, masih panas. Kita sarapan terlebih dahulu.." Haechan mengambil piring yang berisi potongan telur gulung, dan Renjun mengambil wadah yang didalamnya sudah berisi nasi goreng.

"Aku lapaaaaaarr sekali." Nada bicara Renjun seperti orang yang seakan-akan tak diberi makan selama seminggu.

Haechan memberikan piring kepada Renjun yang tentunya langsung diterima dengan senang hati.

"Injun jika kau diberi uang satu juta dollar setiap minggu, apa yang akan kau lakukan dengan uang itu?.." Kemarin rupanya jumlah uang yang dituliskan oleh Mark bukan seribu dollar, melainkan satu juta dollar astaga!. Haechan terkejut begitu Mark mengirimkan file yang berisi dokumen yang tadinya ia tandatangani.

Pesan yang ditulisnya adalah ; "jumlahnya satu juta dollar nona, bukan seribu. Kurasa kau tergesa-gesa membacanya.."

Dan kembali lagi, ia melongo tak percaya—hampir menjatuhkan ponsel miliknya saat ia membaca lebih detail isi surat sialan itu.

Renjun menaikkan sebelah alis ketika mendengar pertanyaan absurd terlontar dari bibir tebal milik Haechan.

"Aku akan memberikannya ke ibu panti untuk menutup biaya pengeluaran panti akibat beberapa perusahaan mencabut sponsornya.." Haechan menunduk, Renjun mungkin hanya sekedar berucap tapi Haechan sepenuhnya membenarkan apa yang barusan gadis didepannya ini ucapkan.

Beberapa perusahaan—entah kenapa mencabut sponsor untuk panti. Membuat ibu panti menelponnya semalam, dan jika memungkinkan ia—si ibu panti ingin agar Haechan datang jika sedang tak sibuk.

LUMIÈRE [Slow Up]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang