~Happy Reading~
Di dalam mobil, Junghwan memeluk kedua kakinya. Dia malu-malu menatap Jeongwoo. "Maaf, seharusnya aku menurut padamu."
"Ya, seharusnya begitu!" Jeongwoo melipat kedua tangannya di depan dada. Menyerong kiri tubuhnya dari jangkauan Junghwan. "Kau sangat keras kepala."
Pertengkaran dimulai. Padahal, mereka baru saja bekerja sama dalam rangka membebaskan diri.
"Intinya aku sudah meminta maaf." Junghwan merogoh kantong celananya, mengeluarkan tiga permen karamel. Jeongwoo membelakangi, enggan menatapnya. "Kau mau permen?"
"Aku tidak mau makan." Jeongwoo membanting kepalanya ke sandaran kursi penumpang.
"Baiklah. Maafkan aku, ya?" Tidak ada balasan lagi, Junghwan memandang gedung terbengkalai tersebut, menunggu Haruto muncul.
Jaehyuk menepati ucapannya. Dia sungguhan memapah Haruto keluar dari sana. "Dad!" Junghwan memekik kencang. Dia tergopoh membuka pintu.
Binar cemas terpancar begitu melihat Daddy-nya babak belur. "Dad ..., kita harus ke rumah sakit."
Haruto melepaskan lengannya dari pundak Jaehyuk. "Kita langsung pulang. Mommy pasti menunggu." Tangan dewasa dan tangan anak-anak itu saling tertaut. "Ayo pulang."
"Hei, keadaanmu seperti itu! Apa kau bisa menyetir?!" Omel Jaehyuk yang dibalas anggukan. Lebih tepatnya anggukan yang mengejek.
"Lihatlah dirimu sendiri. Kita sama babak belurnya." Haruto menepuk bahu Jaehyuk. "Sampai nanti."
Junghwan memberikan lambaian tangan untuk Jeongwoo sebelum berpindah mobil. Dia tahu, lelaki itu meliriknya.
Sampai di mobil, Haruto langsung menangkup sepasang pipi gembul Junghwan. "Dengarkan Daddy."
"Jangan beritahu Mommy tentang ini ..., apapun itu, Sayang." Ibu jarinya mengusap lembut di permukaan pipi putranya.
"Bagaimana dengan luka di wajah Daddy nanti? Mommy pasti tahu." Akan butuh waktu untuk menghilangkan lebam dan luka gores di wajah.
"Daddy punya alibi."
"Alibi?"
"Ya. Juga, maafkan Daddy karena terlambat." Tangan yang menangkup pipi menjadi dorongan untuk memasukkan Junghwan ke dalam dekap. "Terima kasih sudah bertahan."
Jaehyuk belum juga melajukan mobilnya. Dia bingung terhadap Jeongwoo yang terus diam menatap tiga permen karamel di telapak tangan mungilnya. Jaehyuk tidak tahan didiamkan, ia memindahkan Jeongwoo ke kursi samping kemudi.
"Jeongwoo, kenapa-" Jaehyuk membelalakkan matanya. Celana sekolah Jeongwoo basah. Ditambah raut seperti menahan sesuatu. "Kau mengompol?!"
Tangis Jeongwoo pecah dan celana panjang itu kian basah. "Sudah sejak tadi, Papa!" Bukan karena menahan buang air kecilnya, tapi ia ketakutan dan syok dengan kejadian tadi.
"Bersiaplah, Jeongwoo. Mama akan marah." Jaehyuk tertawa kencang seraya menancap gas. Ejekannya membuat tangisan Jeongwoo semakin kencang. Sudah takut akibat penculikan tadi, ditambah takut akan amukan Asahi.
•
•
•Haruto dan Junghwan tersentak setelah membuka pintu rumah. Junkyu, sudah berdiri bak pembunuh yang siap menghabisi mereka berdua.
"Ganti bajumu, Junghwan."
"O-oh ..., baik." Junghwan melepaskan gandengannya. Dia sedikit takut melewati singa yang marah. Bergegas lari ke kamar, perintah tidak boleh terlambat dikerjakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil {HaruKyu}✓
Fantasy[END] Seharusnya dia mati di tangannya, bukan malah diajak berumah tangga. *** Dari masa depan ke masa lalu. Demi dendamnya, Haruto rela pergi dari neraka. Mencari Junkyu hingga ke ujung bumi, ia tak keberatan asal Junkyu kehilangan jiwanya. Di ma...