02

1.9K 263 51
                                    

Enjoy it

.
.
.
.

Satu lagi rutinitas yang akan Haechan lalui hari ini. Lagi-lagi hari yang biasa-biasa saja untuk siswa biasa saja seperti dirinya.

Diantar Jinhyuk

Masuk ke gerbang

Berjalan di sepanjang koridor sambil memasang earphone.

Dan satu lagi, mengabaikan semua pandangan sinis yang ditujukan padanya.

Haechan tidak bodoh untuk tidak menyadari adanya cemoohan dan pandangan memaki dari siswa-siswa lain. Tapi dia cukup pandai untuk bersikap biasa saja.

Memasang earphone di telinga dan bersenandung kecil adalah salah satu bentuk sikap bodo amat Haechan. Meski kebenarannya adalah tidak ada musik yang masuk ke telinganya.

"Hitam."

"Dia bukan orang Korea."

"Kulitnya terlalu gelap."

"Hitam sekali. Apa itu kotoran di kulitnya?"

"Rambutnya terlalu keriting."

"Sungguh namanya Seo?"

"Dia dari Afrika, kah?"

"Pergi sana!"

Haechan masih bersenandung, masih berpura-pura bodoh. Tidak apa-apa dihina. Tidak apa-apa. Haechan tidak ingin membalas. Situasinya akan semakin runyam nanti. Haechan hanya ingin menghabiskan tiga tahun sekolahnya dengan tenang.

Sejauh ini, setelah satu bulan lebih satu minggu hidup sebagai siswa SMA dengan cemoohan rasis, belum ada tindakan ekstrim lainnya. Iya, belum. Karena tidak ada yang bisa menjamin kalau dia akan menerimanya suatu hari nanti.

Dan ternyata hari itu datang sekarang.

Haechan terdiam di depan tempat yang seharusnya ada meja serta kursinya. But now, its gone. Jantungnya berdebar kencang seketika. Apakah mungkin...

"Kau tahu dimana bangku dan mejaku?" Tanyanya pada kawan di samping.

Gadis itu membalas sinis, "Kenapa aku harus tahu?" Katanya kemudian membuang muka acuh.

Haechan terlalu abai, sampai dia tidak sadar kalau seisi kelas diam-diam terkikik padanya sambil bisik-bisik. Haechan berdecih. Bodoh sekali dia baru menyadari bahwa seisi kelas ternyata membencinya.

Anak bungsu Seo Johnny langsung melihat jam tangan.

Masih ada 10 menit sebelum jam masuk.

Haechan berlari keluar untuk mencari meja dan bangkunya. Tidak mungkin kan dia belajar sambil melantai.

.

"Sial."

Haechan menyeka keningnya yang sudah berpeluh sebesar biji jagung.

Sudah lewat satu jam, yang berarti orang-orang sudah masuk kelas untuk belajar. Dan Haechan masih di sini untuk mencari bangku dan meja. Sudah satu sekolah dia putari, tapi tidak ada hasilnya. Dan ini tempat terakhir, lapangan basket indoor punya sekolah.

"Aku tidak menyangka kalau akan seperti ini." Gumamnya.

"Apa lapor guru saja?" Nafasnya terengah.

Bruk

Haechan langsung ambruk saat ujung meja menghantam punggung bawahnya dengan keras. Sakitnya benar-benar luar biasa. Belum lagi fakta kalau yang menabraknya adalah mejanya sendiri yang sudah penuh dengan coretan hinaan.

Faked The Truth [GS] [MARKHYUCK] [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang