08

1.1K 122 5
                                    

Enjoy it



.
.
.
.





"Jaemin, sudahlah..."

"Tidak, Haechan. Ini keterlaluan! Mereka menghancurkan lukisanmu. Kalau kau tidak mengumpulkannya, kau tidak akan punya nilai UTS! Kau mau tidak naik kelas?"

"Na Jaemin, kusarankan kau tidak usah ikut campur kalau tidak mau dijadikan sasaran berikutnya."

Gadis Na memicing menantang lawannya, "Atas dasar apa kau berani mengancamku begitu? Kau pikir aku akan diam saja karena kau senior? Jangan harap!"

"Kau benar-benar akan menjemput mimpi burukmu sendiri, Na Jaemin."

Jaemin menyeringai, "Kalau aku bermimpi buruk, aku hanya perlu bangun dan menamparmu sampai kau menangis minta ampun."

Orang-orang itu tertawa, menganggap remeh ucapan Jaemin, kemudian memilih pergi meninggalkan pelototan penuh dendam dan ancaman.

Tinggallah Jaemin dan Haechan yang kini saling terdiam di dalam kamar mandi.

"Chan-"

"Jaemin, tadi itu sangat berbahaya." Haechan memotong. Matanya menatap takut dan khawatir ke arah Jaemin.

"Kau benar-benar bisa menjadi sasaran mereka selanjutnya, Jaemin. Kau akan terluka."

Jaemin mendengus, "Lantas kau mau aku bagaimana? Membiarkanmu dilukai mereka terus menerus?"

Decakan keras keluar dari mulutnya. Jaemin membungkuk untuk mengambil lukisan Haechan yang sudah basah oleh air bekas pel dan mengeringkannya sebisanya.

"Sejak aku masuk sekolah ini, aku banyak mengambil izin sakit dan tidak tahu keadaan kelas, juga tidak punya banyak teman. Saat tahu teman pertamaku menjadi korban perundungan begini, apa kau pikir aku akan diam saja?" Ucapan itu keluar tanpa Jaemin menatap Haechan.

"Haechan-ah, kau tidak bisa mengatasi ini sendirian. Biarkan aku membantumu, kita menghadapinya bersama-sama."

Haechan menyadari ketulusan dari ucapan Jaemin itu. Namun dia terlalu takut. Takut, jika ada orang lain yang terluka karenanya.

Jaemin sadar ini tidak akan mudah bagi Haechan. Meskipun begitu, hal tersebut tidak akan membuat Jaemin mundur dari omongannya.

"Kita harus menemui Bu Baekhyun untuk membahas lukisanmu ini dan meminta waktu tambahan untuk pengumpulannya." Kata Jaemin.

"Memang bisa begitu?"

Jaemin tersenyum lebar, "Bu Baekhyun meskipun cerewet dan judes, dia aslinya baik kok! Kajja!"

.
.

"Okey. Take your time. Ibu akan memberikanmu waktu satu minggu untuk menuntaskan lukisanmu. Jangan beri tahu teman-temanmu."

Haechan masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Ibu Guru Keseniannya itu. Bagaimana bisa ibu guru galak itu percaya dengan sangat cepat, tidak curiga, dan tidak banyak tanya?

"Naaahh! Aku benar, kan?" Itu suara Jaemin yang senang bukan kepalang karena prediksinya benar.

"Aku masih tidak percaya." Gumam Haechan.

Keduanya sedang berada dalam perjalanan menuju kantin, memanfaatkan waktu istirahat yang masih tersisa 15 menit. Sepanjang perjalanan, ada banyak sekali anak-anak yang menyapa Jaemin dan mengabaikan eksistensi Haechan.

Haechan tidak iri kok, dia sadar diri malahan.

"Temanmu banyak sekali, Jaemin."
"Mereka bukan temanku. Aku bahkan tidak tahu nama mereka."

Faked The Truth [GS] [MARKHYUCK] [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang