Marah

1.3K 185 43
                                    

A Ficlet of Naruhina

.

.

.

Naruto menatap datar pada gadis yang saat ini sedang memeluk erat dirinya. Sudah berulang kali ia mencoba untuk melepaskan pelukan dari tangan mungil itu, tetapi bukannya terlepas, malah semakin erat. Bahkan saat ini dirinya kesulitan untuk bergerak kemanapun di apartemennya sendiri.

"Lepas Hinata!" ucapan datar itu hanya berbalas gelengan dari si pemilik nama yang saat ini bahkan masih menenggelamkan wajahnya di dada bidang Naruto. Pria tampan itu menghela nafas kasar, ia hanya ingin beranjak dari ruang tamunya menuju ke dapur untuk minum. Sebenarnya sejak sore tadi dirinya belum makan apapun karena nafsu makannya menghilang akibat tingkah Hinata.

Naruto berdecak kesal dan memutuskan untuk menggendong kekasihnya itu bak koala, hanya dengan begini dirinya bisa leluasa bergerak. Kini Hinata memeluk erat leher Naruto dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher pria itu. Hinata tak menyangka jika perbuatannya akan membuat Naruto semarah ini, ingatkan dirinya untuk tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.

Naruto membuka pintu kulkasnya, mengambil beberapa cemilan dan sebotol air dingin dari sana. Pria itu pun membawanya ke meja makan di dekat sana, ia pun duduk dengan Hinata yang kini berada di pangkuannya.

Hinata sedikit mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah Naruto. Kekasih pirangnya itu membuka beberapa bungkusan di sana dengan masih berwajah datar, pertanda bahwa ia masih kesal dengan Hinata.

"Naru.." nada memelas Hinata tampak tidak mempengaruhi pria itu sama sekali. Hinata menegakkan tubuhnya di atas pangkuan Naruto. Ia menangkup wajah tampan itu dengan kedua tangannya, tak membiarkan Naruto yang berusaha melepaskannya. "Naru.. Maaf. Aku mengaku jika aku salah. Jangan mendiamkanku.."

Mata Hinata sudah berair melihat Naruto yang masih menatapnya tajam, "Ini bukan pertama kali kau melakukannya." Hinata menggit bibirnya, ia benar-benar takut jika Naruto sudah benar-benar marah seperti ini. Ini memang bukan pertama kalinya ia melakukan hal itu, sebelumnya ia juga sudah berjanji untuk tidak mengulangi hal yang sama. Tetapi dirinya benar-benar tidak tahan untuk tidak berlaku demikian.

Hinata menunduk meremas kaos hitam yang Naruto kenakan, ia benar-benar ingin menangis sekarang, "Aku janji ini yang terakhir kali, aku tidak akan melakukannya lagi." Runtuh sudah, Hinata benar-benar menangis sekarang. Naruto tidak pernah meinggikan suara pada gadisnya, pria itu memilih untuk mendiamkan Hinata jika sedang marah. Itu pun bisa dikatakan jarang sekali, ia tahu jika gadisnya ini tidak terbiasa untuk diperlakukan kasar.

Naruto kembali menghela nafas, tangan besarnya kini menangkup pipi gembil gadisnya, menghapus air mata itu dengan lembut, lalu mengecup sayang kedua kelopak mata itu. "Baiklah, aku memaafkanmu hime." Dia tidak pernah bisa melihat Hinata menangis, terutama jika dirinya lah penyebabnya. Hinata tersentak dan tersenyum bahagia medengarnya. "Tetapi ada syaratnya.."

Hinata mengangguk semangat, "Apa?"

Naruto kembali memeluk erat Hinata, ia menyampikan helaian rambut Hinata ke belakang telinga dan berbisik sesuatu kepada gadis itu. "Belikan aku 50 potong ayam."

Hinata terkejut dan langsung menjauhkan wajahnya dari Naruto, "Itu curang!! Aku hanya memakan satu kulitnya, dan Naruto-kun meminta ganti sebegitu banyak!?"

Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran Naruto, sedangkan Naruto hanya mengangkat kedua bahunya acuh. "Itu konsekuensi yang harus kau dapatkan, sayangku.. Siapa suruh kau memakan kulit ayamku tadi." Pipi gembil itu menggembung kesal mendengarnya.

Kulit ayam? Ya, kemarahan Naruto tadi dikarenakan kulit ayam goreng miliknya yang dimakan oleh Hinata. Kulit ayam krispi yang sengaja ia sisihkan untuk dimakan paling akhir, dihabiskan oleh kekasihnya tanpa memikirkan dampaknya bagi Naruto. Tanpa memikirkan Naruto yang memang sangat menyukai bagian kulit dari sepotong ayam goreng di salah satu restaurant terkenal dengan logo berwarna merah itu.

"Jangan sebanyak itu ya.." Hinata mengeluarkan puppy eyes nya.

"Tidak bisa ditawar sayang."

"Memangnya kau bisa menghabiskan 50 potong?"

"Aku hanya akan mengambil kulitnya saja. Ayamnya kau yang makan Hime."

'Gila!!'

Dengan sangat terpaksa Hinata memesankan apa yang diinginkan Naruto. Tak lama pesanan mereka sampai, membuat binar bahagia terlihat dari wajah Naruto. Hinata sedang berada di kamar mandi, saat Naruto mendapatkan sebuah notifikasi di ponselnya. Pria itu membuka ponselnya dan tiba-tiba dibuat terkejut dengan pesan yang ada di sana.

"Hime!!! Kau memesan semua ini menggunakan uangku!!??"

Hinata hanya tersenyum penuh kemenangan di dalam kamar mandi itu.

"Jangan main-main dengan perempuan, sayangku."

.

.

.

FIN

.

.

.

Halo..

Jeng Jeng Jeng

Sebuah ficlet yang saya buat malam ini dan langsung publish karena rindu menulis dan up. Maaf jika ada banyak kesalahan, sepertinya kemampuan menulis saya tidak ada peningkatan. ಥ‿ಥ

Mungkin akibat lama tidak nulis, tapi nekat pengen terus nulis sambil belajar, walaupun sering idenya stuck.

Oh ya, cerita ini terinspirasi dari cerita teman saya tentang kulit ayam, tetapi tentu saja dengan versi saya dan tokoh Naruhina.

Terimakasih sudah membaca, semoga sehat selalu.

~Caa

Tentang HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang