Hinata POV
Plakkk
Tanganku gemetar begitu hebat setelah melayangkan tamparan pada pipi tan itu. Dengan mata yang berkaca-kaca, kucoba menahan tangis dan menatap nyalang pada pria pirang yang merupakan kekasihku itu.
Aku tahu pasti jika hampir semua yang ada di dalam kafe ini terkejut dengan apa yang baru saja kulakukan. Seorang Hyuuga Hinata yang selama ini selalu diam, gagap dalam berbicara, cinta buta pada Naruto, kini dengan beraninya menampar kekasihnya.
Naruto pun tak kalah terkejut, matanya melebar sembari memegang pipi kiri bekas tamparanku.
"Apa maksudnya ini Hinata!?"
Apa? Dia bertanya apa?? Apa selama ini Naruto menganggap aku benar-benar bodoh? Oh tidak, sepertinya julukan wanita bodoh memang cocok disematkan untukku. Tak menjawab pertanyaan Naruto, kualihkan pandanganku pada gadis berambut pink yang berdiri di sampingnya.
Gadis itu, gadis yang dulu selalu menolak pernyataan cinta Uzumaki Naruto, gadis yang pergi begitu saja dari kehidupan Naruto dan tiba-tiba kembali hadir setelah aku dan Naruto sudah menjalin hubungan selama dua tahun dan sudah bertunangan selama lima bulan.
Tidakkah kau berfikir bahwa perjuanganku selama ini harus dihargai Naruto?
Aku yang selama ini sudah berjuang, meskipun tahu bahwa kau jadikan sebagai pelarian.
Aku yang selalu memaafkan ketika berulang kali terabaikan.
Aku yang tetap mempertahankan, setiap kita hampir mengalami perpisahan.
"Kau lebih memilih menghabiskan waktu di sini ketimbang mempersiapkan pernikahan kita Naruto?! Kau masih bertanya apa?! Kau lebih memilih tertawa bersama gadis tak tahu diri itu dibandingkan persiapan-"
Plakk
"Jaga ucapanmu!!" dengan wajah yang menghadap ke kanan, setetes air mata jatuh tanpa dapat kucegah, "Jangan pernah mengatakan seperti itu tentang Sakura!!" rahang Naruto mengeras menahan amarah, sakit yang kurasakan di pipi kiriku tak sebanding dengan hatiku yang sudah benar-benar hancur saat ini. Naruto menamparku?
Tanganku kembali terkepal kuat ketika melihat gadis musim semi itu, mengusap lengan Naruto seolah berusaha menenangkannya. Aku tertawa hambar, untuk ke sekian kali kembali kurasakan sesakit ini.
"Baiklah Naruto.. Aku sudah tahu harus seperti apa.."
Kulangkahkan kakiku keluar dari sana tanpa berharap Naruto akan mengejarku, karena aku yakin itu takkan mungkin. Kulangkahkan kaki untuk menjauh dari tempat itu, berdiri di pinggir jalan dan menatap lurus ke depan dengan air mata yang terus jatuh.
Haruskah aku menabrakan diri ke salah satu kendaraan di sana untuk merasakan sakit terakhir kalinya? Tapi bayangan wajah Ibu yang sudah berada di surga membuatku masih bisa sedikit berfikir dengan logika. Akhirnya kuangkat tanganku untuk memberhentikan taksi.
.
Kualihkan pandanganku menatap jendela, hujan.. langit menangis bersamaku.
Naruto, sepertinya untuk ke sekian kalinya tuhan menegurku untuk pergi jauh darimu. Aku fikir ada setidaknya sedikit rasa cinta yang tumbuh di hatimu untukku. Tapi tidak, hatimu tetap diisi olehnya cinta pertamamu.
Bukankah kita sama-sama orang bodoh Naruto? Tetap mencintai seseorang yang tak pernah mencintai kita. Semua kenangan selama ini tak bisa kuhapus begitu saja Naruto..
Dua tahun yang lalu, kau mengajakku untuk memulai hubungan, ketika gadis itu menghilang dari hidupmu. Kau bilang akan belajar untuk menerimaku, untuk memulai cinta yang baru.
Tanpa fikir panjang aku menerimamu, karena persaanku padamu yang sudah lama ada. Tak perduli kenyataan bahwa aku hanya sebagai pelarian, tak perduli nasihat Tenten dan Kiba yang mengatakan bahwa nanti aku merasakan sakit.
Aku selalu ada di sisimu, berusaha merebut hatimu agar menyadari betapa cinta ini tulus. Aku selalu ada ketika kau menangis, merangkulmu, menyemangatimu di sana. Aku yang dengan bodohnya menyerahkan mahkota berhargaku padamu.
Sempat bahagia karena merasa dicemburui ketika kau marah besar, karena perjodohan yang ayah rencanakan antara aku dengan pria lain. Tetapi ternyata kemarahan itu seperti hanya salah pahamku, kau hanya tak mau merasa ditinggalkan. Jikapun kita berpisah, kau ingin agar kau sendirilah yang mengakhiri kan?
Lima bulan yang lalu, kau melamarku bukan dengan perasaan bahagia, tetapi karena tuntutan orang tua. Setelahnya, muncul kembali sang cinta pertama dan merusak segalanya.
Aku berusaha tak percaya Naruto.. Saat Hanabi bilang kau bersama Sakura di luar kota, saat banyak muncul di media tentang kau yang tertangkap jalan bersama gadis berambut merah muda.
Hari ini seharusnya kita melakukan fitting baju untuk pernikahan, kau datang menjemputku, aku sempat bahagia dengan itu semua. Belum sempat kau melihat penampilanku menggunakan dress indah, aku sudah tak menemukanmu di sana. Kau pergi begitu saja, untuk ke sekian kali.
Naruto.. apakah tidak akan sesakit ini jika aku mengakhirinya sejak dulu? Tidak, jika aku tidak pernah menerimamu di hari itu, mungkin aku tidak akan merasakan sakit kan Naruto-kun..
Tak kuperdulikan supir di depanku yang mungkin menatap aneh dari spion ke arahku saat ini, isakan ku terus terdengar. Dengan bibir yang bergetar, kugumamkan maaf berulang kali.
Maaf untuk hatiku yang selalu dipaksa menahan sakit..
Maaf untuk Ibu karena mengingkari janji agar terus hidup bahagia..
Maaf untuk semua orang yang menyayangiku, karena mengabaikan nasihat mereka..
Dan maaf Naruto, karena selama ini membuatmu bertahan dalam keterpakasaan..
Naruto.. Kenapa mencintaimu sesakit ini? Kenapa perasaan ini tak bisa menghilang?
Kau tahu Naru.. saat kecil dulu aku selalu menyukai dongeng para putri dan pangeran. Bagaimana cinta mereka yang diuji Tuhan berakhir indah selamanya.. Aku selalu berharap akan menemukan pangeranku sendiri dan bahagia selamanya. Tapi sepertinya bukan kau pangeran itu..
'Selamat tinggal Naruto.. Aku mencintaimu..'
***
"Hinata!" aku tersentak tersadar dari lamunanku dan mendapati raut wajah cemas dari Tenten. Calon kakak iparku itu pasti mengkhawatirkanku saat ini.
"Kau merasa tidak enak?" Aku tersenyum dan menggelengkan kepala berusaha menenangkan Tenten, kami sedang berada di pesawat untuk pergi dari negara ini. Aku memutuskan untuk pergi ke Netherland untuk melupakan semuanya, melupakan Naruto.
Pertunanganku dan Naruto sudah dibatalkan atas permintaanku, kami tak bertemu dan hanya pembicaraan para orang tua. Aku tak menanyakan apapun pada Ayah dan Neji-nii tentang tanggapan keluarga Uzumaki terutama Naruto, yang jelas mereka bilang pertunangan itu sudah dibatalkan.
Selamat Naruto, kau sekarang dapat kembali merebut cinta Sakura.
Terimakasih sudah pernah menjadi salah satu ceritaku, dan maaf karena kali ini aku memilih untuk egois.
"Kau mual? Pusing?" tanya Tenten masih dengan raut khawatir.
"Tidak.. Aku sungguh tidak apa-apa, Tenten-nee."
Kuraba perutku yang sedikit membuncit.
'Maaf sayang.. Kita berjuang berdua ya, biarkan Ayah bahagia.'
.
.
FIN
Tiba-tiba pengen bikin yg agak hurt 😬
Sekuel?

KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Hati
FanfictionDisclaimer Naruto © Masashi Kishimoto All about Naruhina Oneshot, ficlet, drabble singkat Hasil imajinasi