Naruto mengamati wajah serius Hinata yang saat ini sedang mengoleskan ramuan ayahnya di lengan kiri Naruto. Gadis itu benar-benar panik saat melihat Naruto yang datang dengan luka gores di tangan nya. Pria itu memang baru selesai melakukan latihan bersama pamannya.
"Bagaimana bisa kau membiarkan luka ini begitu saja? Seharusnya cepat diobati."
Pria itu tersenyum melihat wajah kesal bercampur khawatir Hinata. Tentu saja ia lebih memilih memacu kudanya ke desa tempat tinggal Hinata dari pada meminta tabib istana mengobatinya. Dengan begitu ia bisa bertemu dengan Hinata dan gadis itu bisa mengobati lukanya.
"Kau masih berlatih pedang?"
"Ya."
"Berhati-hatilah Naru. Aku tidak mau kau terluka."
Naruto kembali tersenyum, ia selalu merasa senang dengan semua perhatian Hinata, selalu. Ia merasa bahagia ketika gadis itu menyebut namanya dengan suara lembutnya. Perasaan nyaman yang timbul di hatinya saat bersama Hinata, membuat Naruto merasakan sesuatu yang asing di hatinya. Perasaan selalu ingin bersama dengan gadis itu dan menjaganya.
"Aku berjanji akan hati-hati." Kedua mata mereka saling menatap dalam.
Hinata sendiri selalu merasa terpesona dengan mata Naruto, dengan semua yang ada pada pria itu. Rasa tidak ingin kehilangan dan debar di hatinya membuat Hinata tahu bahwa ia sudah jatuh hati pada pria yang merupakan temannya ini. Tapi Hinata takut jika perasaannya akan membuat Naruto tidak nyaman dan malah menjauh darinya. Hal itu membuat Hinata berusaha menekan perasannya, walau mungkin akan sia-sia.
Dua orang itu kini sedang duduk di tepi sungai tempat biasa mereka bertemu. Menghabiskan waktu dengan berbagai cerita atau malah saling diam dan menikmati angin yang menerpa mereka.
"Kudengar Putra mahkota sedang mencari calon istri untuknya."
Hinata mengangguk, "Aku juga sudah mendengar hal itu. Pasti Pangeran akan mendapatkan pilihan terbaik nya, kudengar sudah banyak pengajuan lamaran."
Naruto menatap Hinata yang terlihat tersenyum. "Kau tidak mengajukan lamaran untuknya?"
Kernyitan itu terlihat di dahi Hinata. "Aku? Melamar Putra mahkota?" Hinata tergelak saat melihat anggukan Naruto. "Aku pasti akan dicap sebagai gadis tidak tahu diri, Naru." Candaan Hinata sama sekali tidak membuat Naruto tersenyum.
"Kenapa kau berpikir begitu?"
Hinata menghentikan tawanya saat melihat wajah Naruto yang nampak serius. Hinata tersenyum tipis, "Karena aku gadis biasa. Siapa aku yang berani mengajukan lamaran kepada seorang Pangeran? Semua warga Konoha pasti akan menyumpah serapahiku jika itu terjadi. Belum lagi olokan yang akan diterima keluargaku nanti."
"Itu tidak akan terjadi!!" Hinata terkejut saat mendengar kata-kata penuh penekanan dari Naruto ia bisa melihat kesungguhan dari ucapan Naruto. "Aku yakin itu tidak akan mungkin terjadi, aku yang akan melindungimu."
Hinata yang awalnya kebingungan kini ia justru tersenyum, "Kau tahu? Meskipun aku memiliki kesempatan itu, aku tidak ingin menjadi pendamping Pangeran."
Tatapan Naruto menyendu, "Kenapa?"
"Karena.." mata lavender nya menatap aliran air sungai yang begitu jernih di hadapan mereka saat ini. "aku sudah jatuh cinta padamu."
Ia tidak tahu reaksi seperti apa yang muncul di wajah Naruto saat ini. Ia hanya merasa tidak bisa menahan lagi untuk tidak mengungkapkan semua itu. Hinata sudah mempersiapkan diri untuk menerima jika Naruto memilih menjauh darinya. Perkataan Naruto yang memintanya untuk melamar pria lain juga seolah menampar nya dengan kenyataan bahwa Naruto tidak memiliki perasaan yang sama dengannya. Maka mungkin dengan membuat Naruto menjauh adalah pilihan terbaik agar ia tidak lagi merasakan sakit karena perasaannya tidak terbalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Hati
FanfictionDisclaimer Naruto © Masashi Kishimoto All about Naruhina Oneshot, ficlet, drabble singkat Hasil imajinasi