Sensei

974 101 29
                                    

"Pokoknya kau harus ikut!"

Gadis bersurai merah muda itu setengah berbisik ke arah teman nya yang duduk di bangku tepat di sebelah nya. Tentu saja berbisik, mereka sekarang sedang berada di dalam kelas dan mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru matematika mereka.

"Aku tidak bisa Sakura – chan.."

Hinata – sang gadis yang sejak tadi dipaksa ikut oleh Sakura menjawab dengan pelan dan memelas. Sudah berulang kali ia menolak ajakan kawan nya itu.

"Kenapa? Kau tidak mengatakan alasan mu!"

Hinata melirik sekilas ke arah Sakura yang kini memasang wajah garang ke arah nya. Hanya sebentar karena ia kembali menatap ke arah depan, dimana guru killer mereka sedang berbicara tentang rumus yang ditulis olehnya. Hinata sangat takut kalau-kalau guru pria itu mendengar mereka dan memberi hukuman yang tidak main-main.

"Benar. Sejak tadi kau hanya bilang tidak bisa tanpa memberi alasan yang jelas." Gadis berambut blonde yang duduk tepat di belakang Hinata kini ikut menimpali percakapan Hinata dan Sakura.

"Pokoknya aku tidak bisa Ino – chan. Aku takut."

"Aish, itu hanya kencan buta biasa, pemuda-pemuda itu juga teman – teman kakak ku. Apa yang kau takutkan?"

Ya, kencan buta adalah apa yang sejak tadi diributkan oleh Sakura dan Ino. Di tahun pelajaran baru di kelas 3 ini mereka berdua sepakat untuk memiliki pacar. Jadi langkah awal mereka adalah mengikuti acara kencan buta. Kedua orang itu juga memaksa Hinata untuk bergabung, walaupun Hinata tidak pernah ikut kesepakatan itu.

Hinata berdecak pelan, "Sudah ku –"

"Hyuuga – san!"

Belum sempat Hinata melanjutkan kalimat nya, suara baritone itu mengintrupsi nya. Gadis itu menoleh pelan ke arah sang Guru yang kini terlihat begitu menyeramkan. Ekspresi datar dan tatapan tajam nya, membuat semua siswa di sana merinding.

"Kau mengobrol di kelas ku?"

Hinata mengigit pelan bibirnya, ia sempat melirik ke arah Sakura yang kini sudah menutup wajah nya dengan buku mereka, seolah berusaha mengatakan 'Aku tidak tahu apa – apa, aku diam.'

"Ma-maaf Naruto – Sensei." Gadis itu menunduk tak lagi berani menatap ke depan.

Naruto meletak kan buku yang sempat ia pegang ke atas meja. Pria berusia 25 tahun itu masih menatap tajam ke arah Hinata. Tubuh kekar nya kini bersandar di meja guru dengan tangan bersedekap, membuat urat – urat di tangan itu terlihat dengan jelas. Pemandangan itu membuat para siswi hampir berteriak jika mereka tidak mengingat bagaimana kejam nya seorang Naruto.

Guru matematika mereka ini memang benar-benar kelewat hot. Dia selalu mengenakan kemeja yang pas dengan tubuhnya dan sering tidak mengancingkan kancing bagian atas, menunjukkan otot-otot lengan dan dada bidang nya. 'Spek CEO Manhwa' begitu yang dikatakan Ino.

"Kau lupa peraturan di kelas ku Hyuuga?"

"Maaf Sensei, aku hanya-"

"Kalau kau memang tidak mau belajar denganku. Kau bisa keluar dari kelas sekarang juga, aku tidak akan rugi kehilangan murid sepertimu."

Oh tambahan, dia juga memiliki mulut yang kelewat pedas.

Hinata kini hampir menangis di tempatnya, selama ini dia tidak pernah mau membuat masalah dengan Naruto. Dia belajar dari pengalaman teman-teman nya yang sudah merasakan lebih dulu kekejaman mulut Naruto. Bahkan terkadang pria itu tidak segan – segan untuk memberikan hukuman yang kelewat sadis bagi para murid.

Tentang HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang