Secret 2

1.2K 139 39
                                    

Hinata sibuk membereskan rak buku besar yang ada di ruang kerja Naruto, sementara tuannya itu tampak duduk di meja kerja dengan beberapa dokumen. Karena kelelahan dan luka yang didapatnya, Naruto memutuskan untuk meliburkan diri hari ini.

Beberapa saat lalu Naruto memanggilnya untuk menyusun ulang dan merapikan buku-buku nya, Naruto bahkan meminta Hinata untuk tetap bekerja meski ia berada di ruangan tersebut. Diam-diam, pengusaha muda itu terus melirik ke arah Hinata yang tetap fokus pada pekerjaannya

"Apa kau sedang sakit?" pertanyaan Naruto membuat Hinata menoleh ke arah sang tuan, "Kenapa memakai syal?"

Gadis itu sudah mendapatkan pertanyaan itu berulang kali hari ini, "Aku hanya sedikit kedinginan, Naruto-sama."

Sang pelayan berbalik dan melanjutkan pekerjaannya setelah menjawab pertanyaan itu, tanpa menyadari seringai Naruto yang terbit setelah mendengar jawaban Hinata yang ia tahu merupakan kebohongan.

Ketika Hinata hendak menyusun bagian atas, ia terkejut saat tangan Naruto meraih dokumen di rak atas. Ia sempat menahan nafas ketika menyadari bahwa majikannya itu berdiri tepat di belakang tubuhnya. Hinata sedikit mendongak ke arah belakang dan mendapati Naruto yang berdiri begitu dekat dengan dirinya, tubuh besar itu seolah mengukungnya.

Gadis berambut indigo itu merutuki dirinya yang tak mampu menahan untuk tidak terpana dengan wajah tampan sang tuan.

'Tampan.'

Hanya kata itu yang terpikirkan olehnya meski ada beratus kata pujian yang mampu mendeskripsikan seorang Uzumaki Naruto.

"Aku membutuhkan ini."

Suara baritone itu menyadarkan Hinata dari renungannya, Hinata terus menunduk dengan wajah memerah padam ketika Naruto masih belum beranjak dari hadapannya.

"Hinata.."

Gadis itu seolah terhipnotis ketika Naruto dengan lembut menyentuh dagunya dan membuatnya kembali mendongak menatap wajah Naruto yang begitu dekat. Tubuhnya mendadak kaku ketika bisa merasakan nafas segar sang tuan yang menerpa wajahya, tak menyadari bahwa wajah tampan itu kian mendekat.

"Naruto-sama!"

Kedua orang itu berjengit kaget ketika seseorang menerobos masuk ke dalam ruangan tersebut. Kontan mereka pun saling menjauh. Berbeda dengan Naruto yang dengan santai meninggalkan Hinata dan berjalan menuju sekretaris pribadinya, Hinata masih berdiri di sana dengan wajah memerah.

Naruto meminta Shikamaru menunggu di luar dan berkata akan segera menyusulnya. Sekretaris pribadi yang juga merupakan teman sekolah nya itu baru saja melaporkan masalah yang terjadi di perusahaan. Sepeninggal Shikamaru, Naruto melirik sebentar ke arah Hinata dan memintanya untuk melanjutkan pekerjannya sebelum akhirnya pergi dari sana.

Tangan putih itu kini berpegangan pada meja terdekat untuk menopang tubuhnya yang sedikit limbung. Apa yang terjadi tadi benar-benar membuatnya tidak mampu berpikiran jernih. Apa mungkin Naruto berniat melakukan hal itu?

Kepala indigo itu menggeleng, "Tidak tidak. Jangan konyol Hinata! Naruto-sama tidak mungkin melakukan hal itu."

Gadis itu memegang dada kirinya ketika merasakan jantungnya yang sejak tadi berdegup tak beraturan. Seolah mengejek dirinya yang sempat berpikir mesum pada tuannya sendiri.

***

S­ementara Hinata terus fokus membereskan pakaian Naruto yang ada di dalam koper yang dibawanya kemarin. Matsuri terus mengoceh mengenai kekasihnya yang sudah dua hari tidak memberi kabar padanya. Gadis itu telah menyelesaikan pekerjaannya dan mencari Hinata untuk melakukan sesi curhat.

Tentang HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang