•••
Akhir pekan berarti tak ada jadwal kuliah atau aktifitas khusus yang harus dijalani. Seperti mayoritas orang, kedua pemuda tersebut juga nampak menikmati hangat selimut serta cahaya mentari pagi yang menyinari dari celah gorden.
"Eunghh..."
Jisung terbangun lebih dulu, merasa sedikit pening akibat terlalu banyak menangis pada malam kemarin. Mata bulat nan sembamnya nampak kehilangan fokus, sibuk mengumpulkan sisa nyawa sembari mencoba mencerna keadaan sekarang.
Hangat, sedikit sesak serta deru nafas teratur yang menerpa belakang kepala. Dalam hitungan detik si manis dapat menyimpulkan jika sekarang dirinya tengah berada di dekapan sang kakak. Bukan hal yang mengejutkan, saat kecil, hampir setiap hari keduanya terlelap dengan posisi seperti ini.
Setelah kejadian di rooftop, kedua remaja itu memang kembali ke apartement lalu memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama. Jisung merengek, enggan berpisah karena takut Minho akan berbuat hal nekat lagi.
Malam tadi merupakan saat yang cukup berat, hampir saja Jisung dihantui perasaan bersalah seumur hidup seandainya ia tak terbangun di tengah malam. Mungkin bukan terpaan nafas Minho yang lelaki itu dapati, namun sirine ambulan yang akan menyambut pagi.
Hhhh...si bungsu menggelengkan kepala pelan, enggan memikirkan peristiwa mengerikan yang mendadak muncul di kepala.
Mengumpulkan energi hendak turun dari ranjang lalu mulai membersihkan diri, baru saja Jisung ingin menyingkirkan lengan kekar yang melingkar apik di perut, namun niatan itu seketika terhenti kala merasa pelukannya semakin dieratkan.
Pemuda di belakang sana bergerak samar, semakin menarik tubuh adiknya supaya mendekat.
"Gini dulu sebentar Ji." Minho menggumam pelan, tentu sang kakak sudah terjaga sejak tadi namun ia enggan bergerak barang sedikit pun. Posisi ini membuat yang lebih tua merasa begitu nyaman.
Tak ada alasan untuk menurut namun tak ada alasan pula untuk menolak. Pada akhirnya pemuda berpipi gembil tersebut memilih diam, membiarkan Minho memeluk sepuas yang ia mau.
Bosan karena tak melakukan apa apa, iseng, Jisung bawa tangannya untuk mengelus pelan lengan Minho. Ia tentu masih dilingkupi rasa menyesal karena ucapan keterlaluan yang kemarin terlontar. Si manis tau jika yang lebih tua tak akan membahas hal itu lagi, namun tetap saja, ia merasa sangat buruk sekarang.
"Kak Minho."
Melirih pelan yang kemudian dihadiahi deheman singkat, Jisung lantas menggenggam telapak lebar yang masih bertengger di perutnya, menunjukkan dengan jelas bahwa ia cukup canggung saat ini.
"Maafin aku kak, maaf untuk kemarin dan untuk hari hari sebelumnya." Jisung memberanikan diri, meski mungkin ia tak akan memiliki muka untuk kembali muncul di hadapan si tampan setelah ini, namun setidaknya lelaki virgo itu sudah mencoba untuk mengakui isi hati yang telah ia sangkal mati matian selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Me [Minsung]
Fiksi PenggemarBanyak orang mengatakan bahwa tak ada yang salah dengan cinta. Hanya saja, kepada siapa dan untuk apa perasaan itu bermuara- maka cinta bisa saja dikatakan sebagai sebuah dosa. "Hidup emang lucu, tapi hal itu gak bisa ngebuat aku ketawa. Terlebih s...