46. Ingatan Pulih

1K 69 0
                                    

“Akhhhh ... sakit banget ... akhhh.”

Jungkook terlihat panik, sedari tadi kamu mengeluh sakit, bahkan keringat mulai bercucuran di pelipismu.

“Sayang, kamu kenapa? salah makan pasti.”

Kamu meremas ujung baju milik Jungkook. Kamu sedikit kesulitan meraup oksigen.

“Aduhhhh ... sakitt bangett.”

”Kita ke rumah sakit, mau?”

Kamu menggeleng, “Gak mau. Dirumah aja. Paling bentar lagi sembuh ... awww.”

“Sembuh gimana? makin sakit ntar yang ada.”

Jungkook hendak menggendongmu, namun kamu menolak. Kamu malah menggeser tubuhmu ke pinggir kasur untuk menjauh dari Jungkook.

“Katanya kamu ada urusan 'kan? yaudah, pergi aja. Nanti juga perut aku membaik.”

Jungkook menghela napas, mana bisa dia pergi sementara kamu kesakitan seperti ini. Ia segera meraih ponselnya diatas nakas dan menelpon Jimin.

“Halo, Jim. Lo urus aja dia sendiri, gue--”

”TAEIL KABUR, JUNG!!”

”APA?!”

Kamu menatap Jungkook yang barusan berteriak. Pria itu agak aneh karena tiba-tiba berteriak tanpa sebab.

“Kita urus itu besok, gue ada urusan negara.” ujar Jungkook lalu kini membaringkan tubuhnya disampingmu setelah memutuskan panggilan telepon itu secara sepihak.

Jungkook memelukmu, namun kamu malah menepis tangannya, menimbulkan protes pada pria itu, “Kenapa, sayang? hum?”

“Perut aku sakit, Jung. Kamu lupa. Main peluk-peluk aja.”

“Ya Maaf.”

“Ini perut aku kayak ditusuk-tusuk jarum gitu. Sakit banget.”

”Mungkin karena kamu terlalu stres belakangan ini.”

Tak lama, mulai terdengar dengkuran halus. Kamu melirik ke samping, Jungkook sudah tertidur cukup pulas.

Kamu segera meraih ponsel Jungkook dan mengotak-atik isinya, berniat melihat pesan dari Jimin.

Kamu segera beranjak dari kasur begitu melihat lokasi yang dimaksud Jimin. Apa lagi sebenarnya yang disembunyikan Jungkook? kenapa ada foto pria babak belur disitu?

---

Kamu berjalan memasuki tempat janjian Jimin dan Jungkook. Tak ada siapapun di dalam sana. Hanya ada darah berceceran dimana-mana.

BUGH!!

“Arghhhh!”

BRUKK!!

Kamu tersungkur begitu seseorang memukulmu dari belakang. Tak lama, kamupun kehilangan kesadaranmu.

“Bego! kenapa mukul kepalanya? kalau dia mati gimana?”

“Kan memang rencana awalnya pengen dibunuh.”

“Lo lupa? Bos Taeil nyuruh kita sekap dia dulu, terus bunuh dia setelah dia dengar semua kebenaran tentang kakaknya.”

Pria itu memutar bola matanya malas, “Sama aja.”

---

“Akhhhh.” kamu meringis pelan. Kepalamu terasa sakit akibat dipukul oleh seseorang.

Sekelebat bayangan masa lalu langsung tiba-tiba kembali terputar di pikiranmu.

Na Jaemin.

Nama itu selalu terngiang-ngiang di pendengaranmu. Kapan kamu mendengar nama itu?

Kamu mengedarkan pandanganmu dengan kening yang terus mengkerut menahan rasa sakit. Ada banyak darah disekitarmu, entah ini ruangan eksekusi atau ruangan apa?

'Y/n-ah, mau yah jadi pacarnya Nana?'

'Mau yah nikah sama Nana? udah 3 tahun Nana tungguin Y/n, tapi gak dijawab-jawab juga.'

“Akhhhhh ...” Kamu memejamkan matamu, rasanya semakin sakit dan pusing. Suara itu selalu terngiang-ngiang.

“Nana ... Na Jaemin?” gumammu pelan.

Tak lama, kamu perlahan mengingat kejadian dimasa lalu. Na Jaemin, dia sahabat yang sejak bertemu denganmu, hingga ajal menjemputnya, ia hanya memfokuskan dirinya padamu.

Na Jaemin, pria pertama yang berhasil membuatmu menangis setelah bertahun-tahun kamu menjalani hidupmu sebagai seorang Mafia.

'Siapapun yang nyekap gue disini, siap-siap aja gue mutilasi.' batinmu.

“Udah sadar lo?”

Kamu mengalihkan pandanganmu menatap ke depan.

Kamu sama sekali tak takut saat melihat pria itu masuk sambil membawa pisau tajam, dua orang pria dibelakangnya terlihat masing-masing membawa pistol dan samurai.

Kamu menggerakkan kakimu yang tak terikat untuk memainkan darah kental di lantai.

“Darah lo bakal bercampur sama darah di lantai itu. Lo ... bakal jadi korban selanjutnya.”

Kamu hanya memberikan reaksi biasa saja, 'Sebelum lo bunuh gue, gue yang bakal bunuh lo duluan.'

Pria itu mendekatkan pisaunya di lehermu membuat kamu menahan napas agar lehermu tidak tergores.

“Ada permintaan terakhir?” tanyanya sambil diiringi senyum miringnya.

Kamu hanya bisa pasrah, pisau itu juga mulai menggores permukaan lehermu, “Pengen ... es cendol.”

.
.
.
.
.
.
.
.

TBC

WANITA KESAYANGAN MAFIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang