Gundik Bang ArdanEriska: HOT NEWSSSS!! 🔥🔥🔥
Dea: paan?
Ajeng: nama grupnya ga ada harga diri bgt😫
Jessi: kena mental
Dea: gw yg ganti kenapa kalian ga suka? silakan hengkang
Puput: setelah liat mantannya bang ardan masih berharap jd istri? gundik aja dah syukur🤣🤣
Dea: good girl~ @Puput
Ajeng: dah gila
Sasa: bang ardan baik, ga mungkin pelihara gundik. jangan rusak citranya 😭
Puput: kalo ga mau ga usah ikutan @Sasa
Dea: aku rela owowo aku rela jadi selir hati bang ardan~~
Eriska: fokus dong fokusss
Dea: iya maap maap, ada apa
Eriska: bang ardan sarapan bareng sama mantan di warung mpok jaenabbb
Ajeng: TAU DARI MANA LO
Dea: 😵😵😵😵😵😵😵😵
Puput: 😤😤😤😤😤
Jessi: jangan hoax ya
Eriska: info valid dari yg punya warungnya sendirii
Dea: ajegile buru masukin mpok jaenab ke sini buru
"Bisa ya kalian duduk bareng tapi berisik di grup?" Agni mampir di ruang TV. Melihat mereka sarapan bersama tapi menekuri ponsel masing-masing ketimbang mengobrol langsung.
"Lo nggak lihat kita lagi ngunyah?" Dea menunjuk mulut.
Terasa rangkulan di bahu Agni, Sasa juga sudah siap berangkat kuliah. "Yuk, Mbak, berangkat. Kita hadapi apa pun yang bakal kita lihat nanti."
Dan Agni pun pasrah diseret Sasa. Kalau Sasa terang-terangan menatap ke warung Mpok Jaenab, Agni hanya berani melirik. Itu pun sudah ditahan setengah mati.
Sasa tiba-tiba berhenti, melepas gandengan di lengan Agni dan berlari masuk ke warung. "ABANGGG!"
Ardan terperanjat. Begitu juga dengan Emil.
"Apa, Sa?"
Sasa nyengir lebar sekali. Kalau tidak imut, mungkin akan terlihat menyeramkan. Dia hanya kelewat senang karena tidak ada spesies mantan di dalam warung.
"Sa?"
"Mau berangkat kuliah dulu, Bang. Hehe."
"Udah kayak bini aja pamitan segala ke Ardan." Emil mengulurkan tangan kanan, minta disalim. "Sini. Cium tangan Om."
Sasa melempar ekspresi jijik ke Emil dan kembali ke Ardan. "Abang ke mana hari ini?"
"Kenapa?"
"Siapa tahu mau jemput siapaaa gitu."
Ardan menelengkan kepala, tatapannya melewati tubuh Sasa. Melihat Agni yang berdiri menunggu.
"Nggak ada jemput siapa-siapa. Udah buruan berangkat. Kasihan yang nunggu."
"Boleh salim, Bang?"
Ardan tersenyum hingga matanya menyipit. Tetap tidak boleh. "Nggak."
Emil langsung mengulurkan tangan kanan lagi. Tetap diabaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDAN √
Humor[slice of life/comedy-romance] Sejak sang Papa meninggal setahun yang lalu, Ardan mengambil keputusan besar untuk meninggalkan Bandung dan karirnya yang sudah mapan. Dia pulang dan membantu Mama mengurus rumah kos dan adik-adik. Rencana awal memang...