"Abang kok lama di atas?""Main karambol, Bang?"
"Abang sekalian nyuapin dia makan?"
"Nggak kan, Bang?"
"Bang???"
"Masa sih Sabrina makan lagi. Orang tadi udah. Emang pas duduk sebangku sama Abang dia cuma makan kenangan? Nggak, 'kan?"
"Jadi, kenapa Abang lama di atas?"
"Abang nggak icip-hmpppphh!" Jessi langsung membungkam mulut Dea dengan satu tangan.
Ardan menghela napas panjang. Jangan dikira masuk susah, keluar pun akan dipermudah.
Sekarang di depan gerbang berjejer tanktop pelangi, berdiri rapat untuk memblokade jalan Ardan sambil menghujaninya dengan tuduhan-tuduhan. Ya ampun, mana Ardan lagi-lagi mesti melarikan pandangan. Pening kepalanya. Begini amat ketemu sama Agni doang. Mana cuma sebentar.
"Lama?" Ardan menunduk. "Perasaan cuma semenit." Terdengar seperti suami yang pamit cari angin sebentar tapi pulangnya subuh. Siap dihakimi tanpa perlawanan.
"Semenit? Lebih dari sepuluh menit, Bwaaaanggg."
"Abang sekalian nostalgia?"
"Abang nggak perlu diingetin lagi sama dosa-dosa Mbak Mantan, 'kan?"
"Jawab atau nggak boleh pulang."
Ardan cegukan. Murni gara-gara dia belum minum. Ditambah dihadang begini. Menepuk-nepuk dada. "Gue cuma ngobrol biasa."
"Ngobrolin apa?"
"Kenapa bumi nggak trapesium aja."
Geng Rusuh kompak mendecak. Menyambar galak. "KAMI SERIUS, BANG!"
Ardan mengangkat kepala. Menatap wajah mereka satu per satu. "Kalian nggak percaya sama gue?"
"Nggak. Apalagi Abang bau indomie ayam bawang. Abang makan mi berdua sama mantan?" tuduh Dea blak-blakan. Hidungnya yang kelewat peka menangkap bau khas itu. Alarm seketika menyala di kepala Geng Rusuh.
Sasa menyela. Menggaruk kepala. "Kok aku jadi bingung sih. Bang Ardan tadi bawain seafood kan ya. Terus agak lama ketahan di lantai dua. Pas turun bawa aroma indomie. Coba tolong jelaskan, Bang. Nggak mungkin itu seafood dioplos bumbu indomie."
"Agni bikin indomie terus gue minta."
"OOOHHHHH." Terasa masuk akal sekarang. Tapi tetap saja ada yang aneh.
Lihat, Ardan tidak bohong. Ternyata istilah satu kebohongan akan diikuti kebohongan yang lainnya, tidak berlaku untuk Ardan. Kalian juga tahu, Agni sungguhan bikin mi tadi.
Ardan melihat penjagaan gerbang mulai mengendur. Sebelum tersiksa dengan cegukan dan pemandangan yang membuat mata silap, dia harus segera keluar dari sini.
"Gimana? Gue udah boleh lewat dong?"
Geng Rusuh masih bertahan membelakangi gerbang. Jessi yang mewakili. "Satu pertanyaan terakhir, Bang. Cukup jawab iya apa nggak."
"Oke."
"Abang bawain seafood buat Agni?"
Ternyata istilah satu kebohongan akan diikuti kebohongan yang lainnya, tidak berlaku untuk Ardan. Siapa itu yang bilang?! Coret, coret! BERLAKU!
"Nggak."
Geng Rusuh minggir perlahan meski masih ingin menahan Ardan lebih lama.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDAN √
Humor[slice of life/comedy-romance] Sejak sang Papa meninggal setahun yang lalu, Ardan mengambil keputusan besar untuk meninggalkan Bandung dan karirnya yang sudah mapan. Dia pulang dan membantu Mama mengurus rumah kos dan adik-adik. Rencana awal memang...