Bagian Limabelas

8.5K 1.6K 184
                                    

"Jess, sori, ini tempat Jingga."

"Oh, siap. Gue belakang ya, Bang."

Tiga detik kemudian.

"Put, sori, tempat Jingga. Lo belakang ya."

"O-oke, Bang."

Lima detik berlalu.

"Ajeng, belakang, Jeng."

"Yaaah ...."

Beberapa detik berlalu lagi.

"Sasa, belakang bareng kakak-kakak ya."

"Hehe, oke. Maaf ya, Bang."

Baru juga pintu menutup, kembali dibuka.

"Dea, belaka—"

Dipotong cepat. "BANG ARDAN GANTENG BANGET PAKE JAS GINI!"

"Iya. Makasih. Belakang ya."

"Nggak bisa dinego ya?"

"Nggak."

Yang di dalam mobil berebutan untuk mencibir Dea.

"Lo pikir cabe ditawar!"

"Tahu diri dong, De."

"Belakang buruan!"

"Buru atau lo mau duduk di atap. Dijemur sampe gigi lo kering."

Dea membuka pintu tengah. "Pada jahat banget mulutnya."

"Nggak usah ngedrama timbang naik doang buru!"

Dengan cemberut Dea bergabung di bangku belakang—bagian tengah sudah penuh. Dia sudah dandan maksimal dan wangi secara total sampai habis parfum sebotol—iya beneran Dea nggak bohong. Tapi malah begini, gagal tebar pesona. Duduk paling belakang pula. APES!

"Lo mandi pake parfum, De?! Engap gue! Sanaan dikit!" Ajeng yang juga di bangku belakang, menjepit hidungnya. Sasa? Pasrah saja duduk di tengah mereka sambil hidungnya kembang-kempis.

"Mending kalau baunya enak, ini kayak balsem emak-emak!"

"Eh jangan ngehina ya."

"Udah dibilang sanaan! Kalau perlu lo duduk di atap mobil!"

Ardan melirik dari spion tengah. Menyaksikan keributan kecil di bangku belakang tanpa berniat ingin ikut campur.

Jessy membalik tubuhnya. "Bukan balsem, Jeng. Ini koyo sih."

"Kampret!"

"Lihat tuh mukanya Sasa, lucu banget."

"Sa, jangan ditahan. Keluarkan hinaan lo."

Sasa pelan-pelan menoleh ke Dea. Dengan nada datar bertanya, "Mbak Dea mau dianter ke THT?"

Tawa pecah seketika. Ardan juga terkekeh geli.

Sementara mobil di depan sana, yang akan disopiri Emil, sepertinya sudah lengkap formasinya. Mama dan Didit mengalah, memilih ikut bersama Emil. Jingga? Tetap keras kepala ingin semobil dengan abangnya.

"Kok kamu pake baju kayak gitu?!" Ardan menjerit melihat adiknya keluar dari rumah memakai celana jins sobek-sobek dan bukannya long dress.

Jingga nyengir mengangkat helm bogo di tangan kanan. "Bang, maaf banget. Nggak jadi ikut. Temenku ngajak main. Dia udah jalan ke sini."

"Terus kamu lebih milih pergi sama temen kamu itu?"

"Iya. Hehe."

"Cewek apa cowok?"

ARDAN √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang