(4) Awal Mula

13 4 0
                                    

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam orang tersebut.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," kujawab salam itu dengan mimik muka heran.

"Butuh tumpangan?" tanya lelaki itu.

"Emm... maaf kak, lebih baik saya jalan saja. Terima kasih untuk tawarannya." ku menunduk tidak berani menatap wajahnya. Ku tidak tau dia siapa, lelaki asing itu, sekilas ku manatap mukanya... sungguh besar ciptaan-Nya. Lelaki itu... membuat pandangan para perempuan tidak bisa beralih menatapnya.

"Baiklah kalau begitu, saya duluan ya. Assalamualaikum," mobil itu pergi ketika salam telah terucap. 

"Dia... siapa?" 

---

Hari ini aku sekolah seperti biasa, belajar dan memperhatikan guruku dengan seksama. Satu hal yang paling ku tidak sukai, pelajaran berhitung. Aku lemah dalam berhitung. Tapi ketika ada sesuatu yang kusukai dalam berhitung aku bersemangat untuk mempelajarinya, ulangan harianku dalam berhitung memang rendah dan tidak sebagus teman-temanku. Walau begitu nilaiku selalu tinggi dalam mata pelajaran lain termasuk seni. Seni adalah hal yang menyenangkan. Bagiku hidup tanpa seni itu tidak menarik. Seperti tidak warna dalam kehidupan. Dan seni itu sesuatu yang berbeda dan menarik.

"Hei Ra... kok melamun? Lagi mikirin apa?" tanyanya Dinda beruntun.

Dinda adalah salah satu temanku. Di sekolah aku memang tidak mempunyai sahabat. Karena ku introvert. Dan mereka juga seolah menutup diri karena beda daerah. Ya aku sekolah di tempat yang penghuninya berasal dari berbeda-beda daerah. Bahasa yang kami gunakan juga bahasa Nasional yaitu bahasa Indonesia.

"Oh... masa sih? Hehehe... tidak ada. Pulang sama siapa Din?" tanyaku.

"Biasa, sama pacarku hehehe... Mau ikut?" tanyanya.

Ya memang semua teman satu kelasku memiliki pacar. Hanya aku saja yang tidak punya. Itu juga yang terkadang membuat mereka sering membullyku. Jika ingat itu, ku sering menangis karena mereka membullyku hanya gara-gara hal sepele.

"Tidak Din, terima kasih untuk tawarannya. Aku duluan ya Din," membalasnya dengan senyuman.

Walau Dinda adalah seorang yang perhatian tapi dia adalah seorang yang sering membullyku juga. Dia seolah menarik ulur pertemanan, terkadang perhatian, terkadang membully, terkadang benci terhadapku. Jujur aku sakit hati dengan perlakuan Dinda yang seperti itu, dia bermuka dua, dia juga yang sering menghasut teman lainnya untuk tidak terlalu berteman dekat denganku.

Bohong jika aku tidak benci kepadanya. Karena selama 12 tahun dia seperti itu, ya kami bersekolah di sekolah yang sama, dari SD hingga SMA. Tak bisa kupungkiri bahwa aku ingin melampiaskan emosiku, ku ingin bertanya kepadanya, Mengapa dia bersikap seperti itu? Seolah-olah sekolah itu adalah kuasanya, tapi seorang manusia juga mudah sakit hati atas perlakuan buruk dari temannya sendiri, jangan karena dia anak orang kaya dia bisa seenaknya.

Ku berjalan dengan pikiran terbawa ke masa lalu. Tanpa sadar ku berada di tengah jalan. Dari arah samping kanan, melaju sebuah mobil dengan kecepatan penuh. Suara mobil melaju kencang itu membuatku tersadar. Aku terpaku. Kakiku tidak bisa digerakkan. 

Aku harus bagaimana? 





------- TBC -------

Nantikan part selanjutnya ya... 😆


Hitam & PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang