"Berarti bapak harus nikahin saya."
Naga terdiam tak berniat menjawab. Itu bukan pertanyaan melainkan pernyataan. Ia telah mengucapkan kata tanggung jawab berarti ia harus menepatinya.
Secara langsung ia telah berjanji pada Alika. Naga menatap Alika dengan seksama, mata gadis itu sembab. Wajahnya berantakan, penampilannya pun demikian.
"Saya akan menikahi kamu jika kamu bersedia." Tanpa memikirkan apapun, Naga berucap mantap.
"Itu hanya sebuah tanggung jawab kan?"
Alika meratapi dirinya sendiri, pria dihadapannya ini akan menikahinya sebatas bentuk tanggung jawab.
Alika telah hancur, bukan ini yang ia inginkan. Bukan pernikahan atas dasar tanggung jawab yang Alika mau.
Setidaknya harus sedikit ada cinta diantara mereka, Alika ingin menikah bersama orang yang tepat. Laki-laki yang ia cintai.
"Maafkan saya Alika, maaf..."
Alika kembali menangis, kini ia menangis pada takdirnya. Haruskan ia berakhir seperti ini.
Pria dihadapannya sanggup bertanggung jawab, Alika menghormati itu. Jika ia menolak apa yang akan terjadi, ia takut. Sangat takut.
Bagaimana jika kebenaran terjadi dimasa depan. Misal, Alika menolak Naga agar tidak bertanggung jawab atas perbuatannya. Bagiamana jika Alika hamil?
Alika yakin ia telah melakukannya.
Alika berpikir, apa yang akan ia lakukan untuk anaknya nanti. Tanpa ayah, tanpa suami. Apa yang akan dikatakan orang-orang padanya.
"Saya gak mau!" Ucap Alika tegas.
Naga termenung, yang ia tangkap maksud kalimat Alila adalah, ia tak ingin menikah dengannya.
"Alika..."
"Saya mau pulang."
"Saya antar, hum?" Alika hanya pasrah, ia bangkit dan meraih tasnya. Berjalan dengan pelan.
Pikirannya berkecamuk, mencoba mengingat apa yang semalam terjadi padanya dan dosennya sendiri.
Tidak ada ingatan apapun... Kecuali saat ia masuk dan terbaring di ranjang.
Naga menatap punggung Alika, begitu sakit melihat bagaimana tubuh rapuh itu berada dihadapannya.
"Saya ijin sholat sebentar,"
Alika tak menjawab. Ia mengangguk dengan pandangan kosong.
"Kamu duduk disana, dan ini minumlah."
Naga meletakkan botol mineral dimeja sisi depan ranjang, menyuruh Alika duduk di sofa miliknya.
"Saya gak akan lama."
Lutut Alika lemas, kepalanya sakit dan pusing. Belum lagi tubuhnya terasa panas.
Alika menoleh dan matanya menangkap pantulan diri di cermin.
Airmatanya kembali luruh, "Hiks aku kotor."
Dan Alika kembali menangis dengan tersedu.
~Mas Duda~
"Alika nggak kesini, udah hubungin temennya belum?""Udah bang mereka bilang gak tau, sampe sekarang gak ada kabar."
"Ya allah, yaudah abang bantu cari. Kemana kamu dek..."
Azka bangkit dari duduknya, setelah sholat subuh ia mendapat telepon jika sang adik Alika tidak pulang semalam.
Rasa cemas menyeruak dalam hatinya, tak biasanya Alika seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
☆《𝙺𝚎𝚙𝚒𝚗𝚌𝚞𝚝 𝙲𝚒𝚗𝚝𝚊 𝙼𝚊𝚜 𝙳𝚞𝚍𝚊!》☆ | COMPLETE✔️
Romantizm(Sequel Mmmh | I Love You) Dia itu hot... he's very handsome... Sesuatu yang membangkitkan gairah ada dimatanya. Setiap ketemu Astagfirullah mulu... Kalo ngomong Subhannallah... Deket sama Dia Masyaallah... Tapi kalo nikah?... Sama yang lebih tua? ...