Hakim menggeleng setelah selesai menggeledah tiga ruangan. Ia membawa badannya melewati Felix, untuk duduk di lantai. Menyibak surai panjangnya ke belakang, lalu mengacaknya.
"Gimana kim?" Andra keluar dari ruangan paling pojok dengan sedikit berlari. Wajahnya menjadi lesu setelah melihat Hakim yang terlihat putus asa.
Karena pasti hasilnya sama saja dengan Andra, mereka tidak menemukan pelakunya.
Andra ikut mendudukan dirinya di lantai. Menyandarkan punggung lebarnya pada tembok sembari menghirup udara sebanyak mungkin. "Sial, padahal udah sedeket ini"
Andra dan Hakim jelas paling tahu bagaimana frustasinya pihak kepolisian dan para detektif yang menangani kasus yang sangat melegenda ini. Serial killer ini selalu saja berada lima langkah di depan mereka.
Andra sendiri juga berharap di masa kepemimpinannya, ia bisa menangkap penjahat kelas kakap yang membunuh puluhan nyawa. Belum lagi bisa jadi pembunuh ini yang bertanggung jawab atas hilangnya puluhan orang di Jakarta tanpa ada jejak.
"Ah, gue sebel banget" Andra mengacak surainya.
Felix yang melihat kedua rekannya, lebih tepatnya seniornya yang terlihat putus asa mulai ikut merasa bersalah. Seharusnya ia bisa lebih baik lagi.
"Semoga Sagara berhasil lockdown sekolah-" Felix menangkup kedua tangannya, berdoa supaya setidaknya masih ada kesempatan kecil untuk mereka.
"Fel, sorry banget. banyak yang udah keluar sebelum ditutup. Dan gue ga bisa ngontrol" Sagara dengan wajah menyesalnya menghadap Felix. Matanya sempat melirik ke arah Andra dan Hakim yang terlihat lesu, menjadi tambah merasa bersalah.
"Polisi sempet ga mau gue minta tolong buat lockdown, dan malah debat dulu. Gue minta maaf" sesal Sagara.
Felix menutup wajahnya frustasi. Sudah pasti pelakunya keluar jika seperti ini. Fakta bahwa mereka sudah benar-benar dekat menambah emosi Felix.
"Fel, jangan terlalu menyalahkan diri sendiri" Andra mengusak rambut asistennya, berusaha membuat Felix lebih tenang. "Mending ngumpulin barang bukti"
"Kata orang yang barusan nyalahin diri sendiri" Hakim memutar matanya, mendahului yang lain untuk masuk ke salah satu ruangan sambil merangkul Sagara.
"Bener Fel, siapa tau ini emang tempat sembunyinya kan?" Sagara memasuki salah satu ruangan dengan beberapa coretan di pintunya, mengikuti Hakim.
Setelah beberapa jam berlalu dan setelah mereka mengobrak-abrik ruangan-ruangan yang mereka curigai, mereka dikejutkan dengan banyaknya bukti yang berhasil mereka temukan. Yang artinya mereka menemukan markas dari sang serial killer.
"Ini kayanya markasnya deh" Andra menarik salah satu bat dan menunjukan sisa bercak-bercak darah di beberapa sudut. "Eh itu seragam lama?" Andra berjongkok di sebelah Felix sambil melihat seragam yang sedang Felix pegang.
"Anjir! Itu bukannya tengkorak?" suara heboh Andra membuat Hakim dan Sagara mendatangi ruangan dimana Felix dan Andra berada.
Penemuan keempat detektif ini menuai banyak pujian dari kepolisian karena akhirnya mereka menemukan markas dari sang pembunuh berantai. Penyelidikan akhirnya dilakukan dengan bantuan lebih banyak polisi. Sekolah terpaksa harus ditutup untuk sementara waktu untuk kepentingan penyidikkan.
Detektif Negeri dan SK juga mendapatkan kewenangan khusus untuk meminta bantuan kepolisian serta detektif lainnya jika dibutuhkan.
Felix merasa tanggung jawabnya semakin besar. Ia harus bisa mneyelesaikan kasus ini. Tidak peduli walau ia harus bekerja sendiri tanpa bantuan Chris, ia akan berusaha sekuat tenaga untuk menolong orang-orang yang membutuhkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
indigo « chanlix » ✓
FanfictionTentang seorang detektif bernama Felix Janardana yang selalu dibantu oleh Chris, teman dari dunia lain Felix. Read the tags before reading! tw; mention of blood, murders, psychopath behavior, traumatic past, a lil bit mature.