三 : new

563 95 21
                                    

Felix tidak pernah mengira dirinya yang tidak peduli dengan orang lain malah akan menjadi seorang detektif yang kerjanya membantu banyak orang. Semuanya bermula pada makan malam keluarga. Ketika Felix berusia 17 tahun dan resmi mendapatkan Kartu Tanda Penduduknya.

"Papa mau kamu daftar di akademi"

Felix menaruh kembali sendoknya. Nafsu makannya lenyap entah kemana. Ini sudah kali ke tiga papanya membahas hal ini karena Felix sebelumnya hanya menjawab 'iya' tanpa mendengarkan apa yang papanya sampaikan setelahnya. 

"Semua teman anak papa mendaftar di akademi, dan papa mau kamu daftar juga" ucapan sang papa membuat ibu Felix sedikit kasihan dengan anak semata wayang mereka. "Papa ingin kamu bekerja di lingkup negeri, supaya hidupmu enak"

Felix mengabaikan papanya yang saat ini tengah mengoceh bagaimana mudah hidupnya dimasa depan jika menjadi polisi seperti dirinya. Chris menghela nafas, tahu betul jika Felix sudah muak dengan ini. Beberapa hari ini Felix juga banyak mengeluh padanya tentang dirinya yang enggan masuk ke akademi. 

"Fel, kamu tidak apa-apa?" Chris mencubit pipi Felix agak keras karena yang lebih muda malah melamun.

"Felix, minta ijin pada ayahmu untuk menjadi detektif saja" Chris menopang dagunya dengan tangannya, mendengarkan semua pesan ayah Felix dengan serius. "Coba kalau saya hidup ya, sudah pasti saya mendaftar jadi polisi lalu kamu jadi detektif. Pasti seru"

Felix melebarkan matanya, menjadi detektif jauh lebih baik daripada menjadi polisi. Uang yang didapatkan juga sama banyaknya bahkan bisa lebih banyak tergantung kasus yang ditangani. Dan Felix tidak perlu menghabiskan harinya untuk latihan fisik, melainkan belajar.

Ini ide yang sangat bagus!

"Papa, bagaimana jika Felix menjadi detektif. Felix juga akan bekerja bersama kepolisian" Felix menyela ayahnya yang masih berbicara panjang lebar tentang syarat masuk akademi.

Ibunya mengerjap bingung, sedangkan Felix tidak bisa membaca raut wajah ayahnya yang memang jarang berekspresi.

"Kamu ini benar-benar anak ibu" Ibu Felix mengusak surai hitam Felix. 

"Papa sama sekali tidak menyangka kamu memilih menjadi detektif. Tapi itu tidak buruk juga" 

Felix tersenyum senang, kembali menyendok makanannya dan mengunyah dengan mulut yang terus tersenyum. Mau tidak mau Chris juga tersenyum, mengusak surai yang lebih muda perlahan agar tidak ketahuan oleh orang tua Felix.

Mulai hari itu, Felix belajar mati-matian agar bisa masuk ke perguruan tinggi negeri karena tidak banyak universitas yang memiliki jurusan yang Felix ingini. Ayah dan Ibu Felix juga sampai mendaftarkan Felix di salah satu bimbel untuk membantu Felix belajar.

Jujur saja Felix cukup kesulitan dalam membagi waktu belajar untuk sekolah dan untuk tes masuk perguruan tinggi. Chris bahkan banyak terabaikan olehnya. 

Namun semuanya terbayar ketika Felix lolos di universitas ternama di Indonesia dengan jurusan impiannya, Kriminologi. Seharian itu Felix menangis tiada henti karena sangat senang. Setelah pulang dari mengambil ijazah di sekolah, ia langsung pulang. Ia menghabiskan beberapa jam dengan ayah dan ibunya untuk mengobrol banyak hal hari itu.

"Felix selamat!" dua kata yang Felix dengar ketika laki-laki itu memasuki kamarnya yang ternyata sudah lebih rapi. Pasti Chris membantunya membersihkan kamarnya lagi.

Felix berlari memeluk sahabat baiknya itu, beberapa kali menepuk punggung Chris keras sampai yang dipeluk terbatuk keras. Mencium kedua pipi Chris gemas lalu mendorong Chris ke atas kasur masih sambil memeluknya.

"Makasih Chris, lo banyak bantu gue!" 

Felix mengocehkan banyak hal mulai dari takut karena ia akan bertemu banyak orang di universitas barunya sampai beberapa teman Felix yang mengatai Felix sombong karena terus tersenyum sepanjang jalan ia pulang dari sekolah saat pengambilan Ijazah.

indigo « chanlix » ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang