一 : who

882 120 30
                                    

Felix menghela nafas untuk kesekian kalinya untuk hari ini. Ia baru saja selesai menangani kasus korupsi di perusahaan televisi swasta ternama di Indonesia. Dan sekarang, Felix berdiri di tepi sungai untuk menyelidiki kasus pembunuhan.

Sagara dan Janu, rekan di departemennya sedang menyelidiki kasus penyeludupan narkoba di Jakarta. Sialnya, Hakim meminta Felix untuk menyelidiki kasus pembunuhan seorang diri. Walau Hakim juga katanya akan turun tangan langsung, tetap saja ia kesal.

"Chris, lo tau kan gue ga suka sama hantu sungai" bibirnya mengerucut kesal, selama berjalan menuju tempat kejadian perkara.

"Nanti biar saya yang tanya ya, kamu wawancara warga sekitar saja" tangan yang lebih tua mengelus surai blonde milik yang lebih muda. 

"Gue juga lebih suka ngomong sama hantu daripada orang. Gue kan introvert, jangan jahat!" 

Chris hanya tersenyum dan berlalu meninggalkan Felix. Chris selalu tak habis pikir bagaimana orang yang secerewet Felix bisa menjadi begitu pendiam jika berhadapan dengan orang baru apalagi di kerumunan.

Felix memang anak yang sangat dimanja oleh keluarganya. Waktunya banyak ia habiskan bersama kedua orang tuanya di rumah. Ditambah lagi, Felix selalu merasa dengan Chris saja sudah cukup, jadi ia tidak pernah mau mencari teman lagi.

"Felix! Saya akan menyusul kamu kalau sudah selesai ya!" Teriak Chris dari pinggir sungai. Laki-laki itu berniat menyebrangi sungai untuk mencari hantu yang bisa ia tanyai.

Felix melambaikan tangannya lalu kembali berjalan menuju pemukiman warga. Entah mengapa laki-laki keras kepala seperti dirinya selalu saja menurut dengan hantu itu. Yah, perlu Felix akui jika Chris memang tampan. Berbeda dengan kebanyakan hantu menyeramkan yang ia temui, Chris adalah hantu yang lembut dan baik hati. 

Lebih anehnya lagi, Chris ini seperti manusia kebanyakan. Badannya ikut tumbuh seiring tahun berlalu. Dan jujur saja, Chris menjadi semakin tampan. Felix menggelengkan kepalanya, lain kali saja memuji ketampanan pria itu. Ia harus segera menyelesaikan kasus hari ini supaya bisa cepat pulang dan mendapat libur dua hari.

"Permisi pak, saya detektif dari departemen SK. Boleh saya wawancarai bapak sebentar?" Felix merogoh kantongnya, memperlihatkan lencana detektifnya.

"Boleh pak" pria yang Felix taksir usianya sekitar empat puluh tahun itu menaruh arit yang ia bawa. Ia membersihkan bajunya dari noda tanah karena merasa kurang pantas.

"Dengan bapak siapa jika saya boleh tahu?" Felix mengeluarkan notes dan pulpen dari saku jas miliknya, bersiap mencatat.

"Saya Eko Pradana pak"

"Pak Eko apa sudah cukup lama menetap di sini? Dan bapak bekerja sebagai apa?" Felix menggores pulpennya pada permukaan notes-nya. 

Ia tidak mencatat banyak, mencatat di notes adalah salah satu cara Felix mengurangi kegugupannya dan sebagai cara agar orang yang sedang ia wawancarai tidak sadar jika Felix memperhatikan raut wajah mereka.

"Saya sudah sekitar dua tahun disini, merantau dari Sumatera Selatan pak. Saya disini menggarap ladang milik salah satu bos saya karena cukup sedikit orang yang tinggal disini, saya diberi kepercayaan untuk menggarap ladang bos saya." 

"Apa ada orang lain yang bekerja di bidang yang sama dengan bapak?" 

"Tidak ada pak. Hanya saya dan anak laki-laki saya" 

"Dimana anak laki-laki bapak?" 

"Sedang di ladang, saya menugaskan dia untuk membajak sawah"

Felix mencatat yang menurutnya penting. Terkadang wawancara satu kali saja belum tentu bisa menemukan jawabannya. Dan ini sudah terjadi pada Felix beberapa kali. Satu hal yang ayahnya selalu ajarkan padanya, Manusia itu penuh kebohongan.

indigo « chanlix » ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang