十四 : problems

383 78 60
                                    

"Jujur, gue udah mulai kebiasa sama mayat. Kasus kita pembunuhan terus" Janu menghela nafasnya, berjalan menuju TKP guna melihat beberapa bekas darah yang masih belum dibersihkan atas keinginan detektif yang menanganinya.

"Gue sih ga masalah, tapi detektifnya tuh ga jelas. Orang tugasnya dia kok minta tolong sama kita" Sagara ikut menghela nafasnya. "Gue lebih pengen bareng kak Hakim buat nanganin kasus orang tua Felix. Maksudnya, itu jelas prioritas" 

Mereka berdua berjalan mendekati TKP, kembali mengamati dan membayangkan adegan pembunuhan yang baru beberapa hari lalu terjadi. Beberapa kali mencatat sesuatu di dalam buku kecil mereka sebelum berdiskusi kembali.

"Harusnya kita ikut Iqbal ke kantor aja. Felix masih berduka gini udah disuruh tugas tugas aja" Janu memandang Felix yang malah berjalan berlawanan arah dengan TKP.

"Ngapain Iqbal ke kantor?" Sagara mengernyit.

"Paling disuruh Liam sama Hakim dah tuh. Btw kak Andra tuh jelas banget ga sih suka sama Felix" Janu tidak melepaskan matanya dari Felix, bisa bahaya kalau tiba-tiba Felix hilang.

"Semua orang juga tau kayanya, kak Liam bocor banget" Sagara menggelengkan kepalanya.

Janu menyenggol lengan Sagara, ia menunjuk Felix yang sedang berbicara sendiri. Senyum keduanya mengembang, terlihat sangat senang. Sudah pasti tugas mereka akan cepat selesai jika seperti ini.

Sagara akhirnya mengajak Janu mendekat ke arah Felix agar dapat mendengar pembicaraan satu arah Felix dan hantu.

"Chris, gimana dong" Felix merengut, wajahnya terlihat sebal.

"Ya mau bagimana lagi, mereka tidak mau bicara" Chris mengelus surai Felix.

Ini pertama kalinya Felix berurusan dengan hantu yang tidak mau kasusnya diselesaikan. Biasanya ia akan langsung mendapat jawabannya, dan kasus selesai.

"Kenapa Lix?" Janu menatap Felix bingung, pasalnya wajahnya ditekuk.

"Hantunya ga mau ngomong siapa pembunuhnya" Felix menjelaskan.

"Lah aneh banget" Janu menekuk wajahnya, kenapa semakin hari bukan hanya manusia yang aneh tapi hantu juga aneh. "Bukannya harusnya mereka seneng dibantu, yakali mereka dimarahin pembunuhnya kan"

"Masa hantu diancem? Aneh banget" Giliran sagara yang mengeluh.

Felix dan Chris saling menatap. Benar juga, pembunuh ini berani dan bisa mengancam hantu korbannya. Ini mulai terdengar masuk akal mengapa pembunuh berantai ini tidak pernah terlacak. Karena entah bagaimana caranya pembunuh ini berhasil mengancam hantu-hantu yang ia bunuh.

Pembunuh berantai ini juga seorang Indigo.

"Ga mungkin" Felix menjatuhkan dirinya.

"Astaga, Felix lo kenapa" Sagara berjongkok, memegang tangan Felix khawatir.

"Pembunuhnya pasti indigo" ucap Felix putus asa.

Chris mendudukan dirinya di sebelah Felix. Ia mengerti Felix sedang sangat frustasi. Fakta bahwa pembunuh berantai ini membunuh orang tua dan dirinya jelas membuat Felix menyimpan amarah dan dendam yang besar terhadap orang itu.

"Kita cari bersama ya, saya pasti ikut bantu kok" Chris tersenyum, mengusap air mata Felix yang kembali mengalir. 

"Felix, lo perlu istirahat" Janu menatap iba pemuda yang satu tahun lebih muda darinya. 

Felix mengangguk, sepertinya ia butuh istirahat. Ia lelah. Sangat lelah. Otak kecilnya merasa tidak mampu menerima banyak kejadian yang terjadi.

"Bentar, gue angkat telpon dulu. Abis ini gue anter" Sagara sedikit menjauh dari Felix dan Janu untuk menerima panggilan.

indigo « chanlix » ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang