51 - COME BACK HOME

5.4K 165 1
                                    

51. COME BACK HOME

Sore itu, ada ratusan motor yang memenuhi parkiran TPU. Bahkan saking penuh nya, beberapa dari mereka memarkirkan motor nya di tempat lain. Ratusan orang juga memengelilingi kuburan Alvaska. Tidak hanya Belvaro, tapi seluruh anggota Ravlos juga datang. Bayangkan betapa ramai nya TPU saat itu.

Pemakaman telah selesai. Aksara menatap gundukan tanah dengan batu nisan yang bertuliskan nama kembaran nya. Di samping cowok itu, ada Lani dan Rania yang sedang menangis.

Tidak kuasa menahan kesedihan, banyak anggota yang turut menitihkan air mata nya. Bagi mereka, Alvaska adalah panutan. Cowok itu tidak hanya memimpin Belvaro, tapi dia adalah pemimpin dari ribuan siswa di SMANTA.

Belvaro tidak akan ada tanpa Alvaska. Tenaga, pikiran, dan jiwa pemimpin Alvaska lah yang berhasil membuat Belvaro sebesar ini. Saat ini, ratusan orang kehilangan panutan nya. Waktu nya mereka melanjutkan apa yang harus di lanjutkan. Menyerahkan Belvaro pada generasi baru. Dan mengenang semua hal yang sudah terlewati.

Dengan air mata nya, Jovan bersuara. "Lo udah berhasil jadi pemimpin, kakak, anak, dan manusia yang hebat. Tugas lo udah selesai. Jadi, selamat berisitirahat Al,"

"Kenapa pergi nya harus tanpa pamit?"

...

"M-meninggal?" tanya Naya memastikan dengan binar di mata nya.

Semua sudah kembali dari pemakaman. Naya sudah bangun. Aksara, Lina, dan inti Belvaro yang lain sudah mengatakan kebenaran nya pada gadis itu.

"Ikhlas ya sayang, Alva udah tenang," kata Lina seraya memeluk tubuh anak nya.

"Mama bercanda?" Naya melepaskan pelukan nya, menatap Lina penuh harap. Namun, sayang sekali dia tidak bisa melihat kebohongan dari mata Mama nya.

"Ini bohong kan? Semuanya kenapa diem aja? Jantung ini? Jangan bilang jantung ini?" Naya mencengkram dada nya kuat.

"Iya Nay, itu jantung Alva,"

"Kenapa Alva kayak gitu? Kenapa ninggalin? Alva janji bakal dateng kemarin pagi, tapi sampai sekarang kenapa belum dateng?" tanya Naya dengan air mata yang sudah luruh.

"Gue gak butuh jantung ini! Gue cuma mau Alva. Tolong panggil dokter, Sa. Panggil dokter supaya pindahin lagi jantung nya, ini punya Alva," Naya terisak sembari menarik-narik kaos Aksara.

"Nay, dengerin gue. Alva gak pergi, dia masih di sini sama kita. Ada di dalam diri lo, jantung nya masih berdetak dalam diri lo," kata Aksara memegang kedua pundak Naya.

"Aku mau orang nya, Sa!"

"Ada gue, Nay. Gue bakal jaga lo seperti Alva ngejagain lo," Aksara memeluk tubuh gadis itu.

"Kamu bukan Alva, Sa. Kamu beda. Kamu bukan abang aku, dan sampai kapanpun gak akan bisa menggantikan posisi dia!"

"Sayang, tolong jangan gini," ujar Lina.

"Kalian semua jahat banget, gak ngizinin aku buat bangunin Alva. Seandai nya aku yang bangunin, dia pasti bangun. Alva gak pernah nolak keinginan adik nya,"

"Alva pasti sakit jantung nya aku ambil. Dia pasti marah sama aku. Dia kan gak suka kalo barang nya di sentuh. Iya kan, Sa?" Naya mendongak menatap Aksara.

Cowok itu menggeleng pelan, "nggak Nay, Alva ngasih semua hidup nya buat lo. Dia mau ngasih apapun yang dia punya buat lo. Termasuk jantung nya, jadi lo harus sehat. Karna lo harus jaga jantung itu," ujar Aksara.

"Tapi, Alva gak di sini, Sa. Gimana caranya aku hidup tanpa dia?"

Suara Naya terdengar parau. Membuat siapapun yang mendengar nya, turut merasakan betapa sedih dan hancur nya dia.

Meski tidak ada hubungan darah dengan Alvaska. Naya menghabiskan seluruh hidup nya bersama cowok itu. Tidak ada satu hari pun yang Naya lewatkan tanpa Alvaska. Mereka bersama sejak kecil.

...

Seminggu berlalu, Naya sudah pulang dari rumah sakit 5 hari lalu. Gadis itu masih berduka. Seakan tidak memiliki semangat hidup lagi. Kepergian Alvaska menorehkan luka yang abadi.

Mau bagaimanapun, Naya tidak bisa membiarkan hidup nya berhenti. Pagi ini, gadis itu kembali ke sekolah. Tidak, bukan lagi di SMANSA. Seluruh siswa sementara sudah kembali ke SMANTA, sekolah asli nya. Meski terasa begitu menyakitkan kembali ke sekolah ini.

Naya menghela napas pelan, gadis itu duduk di pinggir lapangan dengan novel di tangan nya. Ia melihat sekeliling sekolah nya, benar-benar banyak yang berubah.

"Hai, Nay," sapa Ben yang entah datang dari mana. Cowok itu duduk di sebelah Naya.

"Hai,"

"Sekolah kita jadi asing gini ya, Nay? Banyak banget yang berubah," ujar Ben.

"Kenangan nya masih sama, menyakitkan semua," sahut Naya membuat Ben terdiam.

"Mau sampai kapan, Nay? Kasihan Alva,"

"Kalo lo jadi gue, apa lo bisa ikhlas? Berhari-hari gue hidup dengan penyesalan Ben. Seandainya gue tahu, malam itu menjadi terakhir kali nya gue denger suara dia. Gue bakal cegah dia buat pergi. Alva janji mau dateng pas gue bangun, tapi nyatanya? Dia pergi, Ben. Dia bahkan gak akan pernah dateng lagi," lagi-lagi air mata gadis itu luruh. Sesak menghantam hati nya.

"Kenapa dia harus janji dan ngasih harapan sama gue? Gue kehilangan tanpa persiapan apapun,"

"Jangan nangis, kenapa nangis?" tanya Ben memeluk tubuh adik dari sahabat nya.

"Kalo lo nanya kenapa gue nangis, nanti gue makin nangis," sahut nya seraya terisak.

"Iya iya maap, udah, udah jangan nangis,"

...

Waktu menunjukkan pukul jam empat sore, saat ini Naya sudah membelah jalanan ibu kota bersama Aksara. Masih di balut dengan seragam sekolah masing-masing. Sepulang sekolah, Aksara menjemput Naya di SMANTA. Entah mau kemana, tapi cowok itu memaksa Naya untuk ikut. Padahal gadis itu sedang tidak bergairah melakukan apapun.

"Sa, kita mau kemana sih?"

"Mau ke tempat, di mana kamu bisa melepas kesedihan ini. Ini waktu nya, buat kamu mengikhlaskan semua nya," ucap Aksara.

Naya hanya menghela napas pelan mendengar nya. Beberapa hari ini, Aksara memang selalu berusaha untuk membuat Naya lupa akan kematian Alvaska.

"Eh iya. Prom night di sekolah kamu, kapan?" tanya Aksara. Mengingat mereka sudah selesai dengan ujian nya, dan akan segera melepas masa putih abu-abu.

"Besok,"

"Besok?! Kok kamu gak bilang sih?"

"Ngapain? Aku gak akan dateng juga,"

"Loh, kenapa gak dateng?" tanya Aksara di balik helm full face nya.

"Gak tertarik,"

"Kok gitu? Itu kan hari terakhir, dateng lah. Moment itu gak akan bisa di ulang lagi, Nay," ucap Aksara.

"Sa, bisa gak kita pulang aja? Pergi nya lain waktu aja ya? Aku gak enak badan," ujar Naya.

Aksara menghela napas pelan, "ya udah kita pulang," putus nya.

Meski berat, nyatanya ikhlas harus tetap di lakukan. Hidup harus tetap berjalan sebagaimana mesti nya. Tidak ada yang baik-baik saja setelah di tinggalkan.

...

SEE U NEXT CHAPTER

AKSARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang