22

677 86 2
                                    

Happy Reading

Kini Nadhara tengah berada dalam mobil taxi online yang ia pesan sebelum Kakak twins nya itu mengajak nya pulang bersama, karena ia malas memberi alasan ketika mereka tau kemana tujuan nya. Dan untung saja Kakak nya, Daniel,
mudah sekali di bohongi, jadi jalan kabur nya lebih memadai lagi. Karena jika pada Damian, Itu cukup merepotkan.

Tak lama mobil berhenti di depan bangunan bercat putih. ketika ia keluar dari mobil, ada perasaan familiar dengan tempat ini, tempat yang dari dulu paling sering ia kunjungi semasa hidupnya, Rumah sakit.

Ia berjalan di lorong rumah sakit, dengan santai ia keluarkan handphone keluaran terbaru yang di milikinya dari tas

"Hallo Bang, aku di lorong"

"Tunggu di ruangan Abang aja dulu, sebentar lagi Abang nyusul"

"Lama?"

"Enggak, Abang lagi ada pertemuan sama pemilik Rumah Sakit, Kamu tunggu aja, Abang sebentar lagi ke sana"

"Yaudah, jangan lama lama. aku paling enggak suka nunggu"

"Iya, sandi nya kamu tau kan?"

"Hm.." tut!

Ia menatap sekitar yang tampak sepi, mungkin memang karena area ini tempat untuk para Dokter spesialis jadi nya sangat jarang sekali terlihat yang berkeliaran. Ia melangkah menuju salah satu pintu di sana, tak lama pintu terbuka setelah ia memecahkan kata sandi yang ia tau

Ia melangkah perlahan dan menutup pintunya, berjalan menuju Sofa yang ada di sana lalu menjatuhkan dirinya setelah melempar asal tasnya, dengan kaki yang di naikan pada meja, ia berbaring dengan sangat santai, kelewat santai dan tidak ada sopan sopan nya malah. Kalo Mommy nya melihat nya dengan pose seperti ini, ia jamin siraman rohani akan di dapat dengan durasi lebih dari satu hari non stop. Cukup menyebalkan memang, namun di saat yang sama ia juga merindukan saat saat seperti itu

Di sudut ruangan ada meja yang lumayan bagus, bagi meja seorang salah satu Dokter berpengaruh di Rumah sakit ini. Lumayan lah, batin nya

Ia bangun, matanya menatap pada setiap sudut di ruangan ini, lalu bangkit berjalan menuju jendela di sana dan membuka tirai nya, seketika bias cahaya matahari menerangi ruangan tersebut, cukup terang karena mungkin ini sore hari, jadi nya matahari nya cukup berwarna, oranye. Namun bukan itu yang Nadhara perhatikan malahan seorang lelaki yang tengah duduk di bangku taman belakang rumah sakit ini menjadi perhatian nya, karena ruangan ini adalah ruangan paling ujung, yang jendelanya langsung menghadap taman belakang rumah sakit yang jarang bahkan katanya hampir tidak ada yang ke sana, walau pemandangan nya cukup bagus, namun terkesan seperti milik pribadi, maybe. Soal nya jelas sekali karena jalan menuju ke sana di jaga, katanya itu area pribadi, tapi ketika melihat seseorang di sana berarti ia pengecualian

"Namanya Arjuna Huangsa Brimajaya, anak  bungsu keluarga Brimajaya, salah satu keluarga yang termasuk pada jajaran orang paling di segani di negara ini, tidak tertarik pada politik namun ia mencintai seni, dia keponakan Abang" Nadha berbalik ke belakang dan menemuka seorang lelaki tinggi tengah tersenyum memperlihatkan lesung pipinya yang tampak manis, alis nya ia naik turunkan dengan senyuman yang tampak menjengkelkan, namun cukup tampan.

"Abang kapan datang?"

"Dari kamu lagi liatin juna, kenapa? Dia ganteng kan? Yah jelas, ponakan abang!" dengan pd nya ia menyibakan rambutnya dengan berbangga diri. Namun, ketika ia menyebut kan Juna Nadhara jadi teringat si Juanedi sobat karib nya si Arthur yang kekeuh ingin di sebut Juna dan menolak keras di sebut Edi atau Junaedi, katanya nama itu hanya boleh di sebut oleh emak bapak dan guru yang lagi absen saja

dunia novelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang