Chapter 12 : Kehilangan

2.1K 282 47
                                    

Rindou hanya bisa berlutut ketika dilihatnya pemuda yang belakangan ini satu sel dengannya terbaring di lantai. Ia pun mendekati Sanzu, memeriksa nafas Sanzu dan ia tidak merasakan hembusan nafas dari hidung pemuda tersebut. Tadi Sanzu mengamuk dan kesakitan sebelum ia tumbang. Sanzu bahkan tadi sempat mencekik Rindou namun segera berusaha mengendalikan dirinya di detik terakhir. Rindou sempat melihat air mata dan tatapan bersalah Sanzu sebelum pemuda itu tumbang.

"Tidak..ini tidak mungkin kan?" ucap Rindou dengan tatapan tidak percaya.

"Sanzu! Kau jangan bercanda!" seru Rindou seraya mengguncang tubuh Sanzu namun pemuda itu sama sekali tidak bergerak. Rindou kemudian merengkuh tubuh Sanzu yang kini suhu tubuhnya perlahan mendingin kedalam pelukannya.

"Bukankah sudah kubilang jangan jatuh terlalu dalam Rin?" ucap sosok lain yang mendiami sel ini dan hanya menyaksikan bahkan membiarkan adiknya sendiri dicekik oleh Sanzu.

"Ran dia tidak bernafas! Sanzu--"


"Dia sudah mati Rin." ucap Ran yang kini mendekat kearah sang adik, melepaskan pelukan sang adik pada Sanzu sebelum ia memeluk tubuh adiknya.

Sebelumnya Ran yang masih menjadi status buron ditangkap karena ia datang ke penjara untuk menemui Rindou. Walaupun sudah menyamar Ran tetap ketahuan dan pada akhirnya ditangkap.


"Lupakan dia. Aku tidak mau satu-satunya keluarga yang kupunya terpuruk seperti ini." ucap Ran mengeratkan pelukannya pada Rin yang kini balas memeluk sang kakak.


"Ran.."

"Kau milikku Rin begitupula sebaliknya. Aku tidak mau kau menjadi menyedihkan seperti ini tapi hari ini aku akan mengizinkannya jika itu membuatmu merasa lebih baik."


Rindou mencengkram punggung Ran. Ia terisak dan Ran dengan setia menemani adiknya tersebut, menunggu sampai suasana hati adiknya membaik kembali.

.

.



Pemuda itu berada di rumah sakit untuk menemui sosok yang kini tubuhnya tertutup kain putih. Perlahan ia membuka kain itu, mendapati sosok pemuda berambut hitam dengan tatto naga di lehernya itu telah terbujur kaku. Ketika menyetuh kulit pucat itu tidak ada kehangatan sama sekali yang bisa dirasakan karena sosok yang telah menutup matanya itu telah pergi untuk selamanya.

"Kenapa Mikey? Kenapa kau ingin sekali cepat mati? Apa kau ingin menghukumku? Mikey!" seru pemuda itu yang tak lain adalah Draken. Ia merengkuh tubuh dingin Mikey dalam pelukannya. Draken kini hanya bisa menangis. Sosok yang ia cintai kini telah pergi meninggalkannya. Meninggalkan kenangan dan rasa bersalah yang amat dalam. Draken telah berjanji akan menjaga Mikey pada Emma namun kini ia juga kehilangan Mikey sama halnya dulu saat ia kehilangan Emma. Bedanya kali ini kehilangan yang Draken rasakan lebih dari saat ia kehilangan Emma.


"Aku memang bodoh bukan begitu? Bahkan kau pada akhirnya mati walaupun Takemichi sudah kembali ke masa lalu, ini pasti karena aku yang sulit mempercayai perkataannya dan membiarkanmu tetap pergi." ucap Draken lagi seraya mendaratkan ciuman pada bibir dingin dan pucat Mikey.

"Mikey bangunlah, kau hanya tidur seperti biasanya bukan? Kau habis makan apa di penjara?" Draken mencoba meyakinkan dirinya Mikey hanya tertidur setelah makan karena kebiasaan Mikey memang akan langsung tidur dimana saja jika sudah kenyang.

"Mikey kau bisa bangun sekarang."

"..."

"Mikey..."

"Draken.."

Mitsuya datang dan menepuk bahu Draken, ia tidak tega melihat Draken yang seperti ini dan ia juga sedih melihat Mikey kini telah pergi.

Best friend or Boyfriend?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang