Chapter 9

3.1K 185 9
                                    

Tubuh Sasuke basah kuyup, wajahnya babak belur, ketika tubuhnya yang lemas diseret oleh dua orang. Penderitaan selama beberapa hari ini tidak kunjung berakhir. Beberapa kali kepala Sasuke dimasukan ke dalam bak air berisi air. Ia terpaksa harus menahan napas jika tidak ingin air yang berada di dalam bak masuk ke dalam mulut, hidung, atau telinganya. Namun, sehebat-hebatnya Uchiha bungsu menahan napas, tetap saja ada air yang masuk melewati telinga, maupun hidungnya. Selain itu, jambakan pada rambutnya sungguh menyakitkan, ketika tangannya diikat kuat oleh tali. Luka-luka yang terdapat pada wajahnya perih terkena air.

Menyakitkan.

Setelah tubuhnya mengalami keadaan basah kuyup Sasuke akan dibawa ke dalam sebuah ruangan yang gelap—tidak ada cahaya barang sedikit pun kecuali pintu, dan seseorang masuk untuk melihat keadaannya. Ia akan diberi makanan sebelum makanan tersebut diambil, dan kesendirian kembali menyeliputi dirinya. Ya, di saat kesendirian merasuki dirinya disitulah lantunan musik klasik mulai diperdengarkan. Ia hanya bisa mendengar musik klasik, klasik, dan klasik. Tidak ada yang lain.

Di saat-saat tertentu, ketika tubuhnya sudah di ambang rasa ngantuk seseorang akan mematikan musik klasik, membukakan pintu, dan masuk mendekati dirinya. Orang tersebut akan berjalan mendekati dirinya, ketika mata Sasuke sulit untuk dibuka karena rasa sakit dan ngantuk berlebihan. Orang tersebut akan mendekatkan bibirnya pada telinga, dan bisikan-bisikan yang terdengar jelas pun mulai merasuk ke dalam pikiran bawah sadar Sasuke. Setiap bisakan tersebut berbaur dengan pikiran Sasuke. Menjadi satu dan secara berangsur-angsur terus merasuk ke dalam otaknya.

Brainwash.

Itulah yang terjadi pada diri Uchiha bungsu.

Kau merasakannya, bukan?

Kau merasakan rasa sakit, dan penderitaan ini?

Kau menyayanginya bukan?

Ya… jika kau perhatian padanya, tentu kau tidak ingin dia mengalami nasib seperti ini?

Demi dirinya…

Demi keselamatannya di Chukyo Gakuen..

Sebaiknya, kau mulai belajar untuk menjauhi dirinya…

Belajar menjaga jarak demi dirinya…

Semua ini demi Naruto Uzumaki…

Pikiran Sasuke terus memutar kata-kata tersebut. Matanya menatap kosong, di saat ia tidak bisa melihat apapun. Kosong. Tidak ada kata lain yang merasuki alam bawah sadarnya, selain bisikan-bisikan tersebut. Layaknya para tentara Nazi, ia hanya bisa menerima kata-kata tersebut dengan sangat mudah, ketika baginya melindungi Naruto adalah nomor satu, dan ia akan melakukan segala cara untuk melindungi sahabatnya tersebut—termasuk dengan cara mengikuti setiap bisikan orang di ruangan kosong tersebut.

"Naruto…," bisik Sasuke sebelum memejamkan matanya—tenggelam ke dalam alam mimpi buruknya.

Tazmaniadevil

Cklek.

Sai menutup pintu di belakangnya.

"Sai, kau jangan keterlaluan mau bagaimanapun dia tetaplah saudaraku dan Shisui…," kata Obito. Ia berdiri di samping pintu, punggung bersandar pada tembok, ketika tangannya terlipat di depan dada. Matanya menatap pemuda yang baru saja menutup pintu dengan tajam.

Sai tersenyum manis, menanggapi perkataan Obito. "Obito senpai, aku tidaklah melukai dirinya..," ralat Sai—anak kelas dua Chukyo Gakuen, "aku hanya memberi sentuhan kecil pada anak tersebut..," lanjutnya, ketika Obito mengangkat sebelah alisnya. "Sentuhan manis layaknya seorang Hitler..," senyum Sai melebar. Matanya tertutup—tampak tenang.

Crimson Ties Behind the Scene [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang