[37] My Name Is Whatever You Decide

8.1K 2.4K 6.7K
                                    

Liburan telah berakhir dan pada pagi hari berikutnya para pejar kembali berkunjung ke sekolah. Murid-murid dengan seragam putih abu-abu dan beberapa yang berbalut jaket atau sweater melangkah menuju kelas mereka masing-masing. Ada dari mereka yang melangkah sendiri, ada yang berdua, ada pula yang berkelompok. Langkah mereka memiliki ritme yang sama. Berat dan lemah. Sesekali terhuyung, sesekali terhenti, lalu menguap atau mengucek mata menjadi hal yang dilakukan berulang oleh para murid.

Zyakiel yang melangkah di antara murid-murid lainnya membenarkan jam tangan hitam di pergelangan kirinya. Sama seperti yang lainnya, ia berbalut jaket hitam kesukaannya dengan kupluk jaket yang menutupi rambut basahnya. Ya basah beberapa saat lalu. Namun sepertinya sekarang sudah kering karena terkena angin selagi ia mengendarai motor ke sekolah. Di samping Zyakiel ada Ricale yang melangkah malas dengan mata sayu dan sesekali menguap. Ricale juga memakai jaket, lebih tepatnya jaket kulit berwarna hitam.

"Kayaknya gue jarang liat lo bareng Kak Nala kalau berangkat sekolah," celetuk Ricale, ia melirik Zyakiel dengan ekor matanya.

"Saya udah sering nawarin bareng, tapi Kak Nala nolak. Karena Kak Nala tau kalau saya selalu jemput Kia pulang sekolah, kalau Kak Nala bareng saya, nanti Kia gimana?"

Ricale menyunggingkan bibirnya. "Kak Nala sepengertian itu ya sama lo."

Zyakiel menunduk, ikut tersenyum. "Kak Nala emang pengertian."

"Padahal gue pikir Kak Nala tipe cewek yang kayak tuan putri. Tapi dia justru memperlakukan pacarnya kayak pangeran. Sebenarnya itu timbal balik sih. Kalau mau diperlakukan kayak tuan putri sama cowok, lo juga harus memperlakukan cowok lo layaknya pangeran. Kiel, lo juga selalu memperlakukan Kak Nala kayak tuan putri. Makanya lo pantes mendapat perlakuan baik dari Kak Nala."

"Kak Nala pantes diperlakukan kayak tuan putri, bahkan kayak ratu."

"Berarti kemaren pas liburan bareng lo senang banget ya bisa liburan bareng Kak Nala. Gue dengar bahkan kalian tidur bareng."

Zyakiel langsung berhenti melangkah. Telinganya merah dan ekspresinya seperti menahan diri untuk tidak menjerit.

Ricale memelankan langkahnya, ia menoleh ke belakang menatap Zyakiel dengan sorot mata mengejek. "Jangan terlalu cepat pacarannya. Harus step by step. Ya tapi kalau udah terlanjur pastiin aja aman, nggak sampai kebobolan." Ia sengaja memamerkan smirk.

Zyakiel kembali melangkah, lebih cepat untuk menyusul Ricale. Ditarik tas Ricale hingga tubuh cowok itu mundur ke belakang. "K-kamu.... kamu jangan berpikiran aneh! Saya dan Kak Nala nggak melakukan apapun. Maksud kamu main aman apa? Aku sama Kak Nala main apa? Kebobolan? Kebobolan apa? Bahasa kamu kurang dipahami, tapi ekspresi kamu kayak meledek saya!" Zyakiel berbicara dengan sangat cepat, tergesa-gesa, dan bibirnya bergetar menahan malu.

Ricale berdecak. Ia menarik tangan Zyakiel supaya mendekatinya, lalu ia berbisik di telinga Zyakiel.

Tubuh Zyakiel seketika langsung menegang mendengar bisikan Ricale. Wajahnya yang sudah merah semakin merah, bahkan mungkin keluar asap dari ubun-ubun kepalanya. "A... sa...saya.... Kak.... Kak Nala.... aman... mana.... mana mungkin saya.... melakukan tindakan.... tidak senonoh.... saya..." Suara Zyakiel bergetar dan terputus-putus. Ia bagaikan robot eror yang perlahan anggota tubuhnya mulai berjatuhan.

Ricale langsung tertawa lepas. Ia menikmati reaksi polos Zyakiel yang sangat lucu. "Maaf, maaf, lo abis kocak banget sih bikin gue pengen godain terus." Ricale menepuk-nepuk pundak Zyakiel.

First Girlfriend To BrondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang