[36] And Ah, Take Me Out, And Take Me Home

8.1K 2.5K 6.3K
                                    

Zahera tidak menyukai pantai. Bukan karena pantai tidak indah. Mana mungkin ia berpikir pantai tidak indah? Ia bukan orang bodoh yang memiliki pandangan demikian. Alasannya tidak menyukai pantai hanya satu, ia tidak suka ketika kulitnya terkena langsung terik matahari dan mendatangkan sensasi seperti terbakar. Memang ada cara mengatasi terik matahari seperti memakai sunblock dan sunscreen. Namun terik matahari membuat kulitnya menghasilkan lebih banyak keringat. Keringat tersebut membuat sunscreen dan sunblocknya menjadi sia-sia.

Sekalipun Zahera menyatakan dirinya tidak menyukai pantai, bukan berarti ia tidak akan pernah menginjakkan kaki ke pantai. Ia akan datang ke pantai jika ia memiliki alasan yang cukup kuat. Salah satu alasan yang cukup kuat bagi Zahera untuk berjalan di tepi pantai pada pukul empat sore adalah karena udaranya lebih sejuk, terik matahari yang memudar, dan alasan utamanya adalah karena sosok laki-laki di sampingnya.

Laki-laki, kah? Kata-kata tersebut membuat Zahera menjadi tertarik untuk menoleh ke samping, memperhatikan wajah Zyakiel, begitu fokus menatap lurus ke depan. Rambut berponinya berterbangan oleh ulah angin hingga berantakan. Sorot matanya berbinar. Bibir yang sedikit tersenyum dengan gagang permen menggantung. Kemeja putih dan celana pendek cream membalut sempurna di tubuhnya yang standar, tidak kurus dan tidak pula gemuk. Jika diperhatikan lebih detail, Zyakiel sudah tumbuh lebih tinggi dari pertama kali mereka bertemu. Ah, Zahera jadi rindu ketika dulu selama enam bulan ia bersusah payah meluluhkan hati Zyakiel. Namun, hanya dengan satu kesalahan kata dari Zyakiel, mereka resmi menjalin kasih selama satu bulan.

Walaupun Zahera merindukan empat bulan masa di mana ia berusaha mengejar Zyakiel. Namun, Zahera lebih menyukai masa kini di mana ia bisa berjalan berdampingan dengan Zyakiel. Kemudian, tidak sabar menanti masa depan bersama Zyakiel.

Dan memikirkan perihal masa depan membuat Zahera tersadar bahwa waktunya di Brawijaya tidak akan lama lagi.

"Kiel, kamu suka pantai?" Zahera menyembunyikan kedua tangan di belakang. Tubuhnya agak mencodong ke depan dengan kepala miring menghadap Zyakiel.

Zyakiel menoleh. "Iya, saya suka pantai."

"Lebih suka pantai atau aku?"

Zyakiel memperhatikan Zahera dengan ekspresi jengkel. Walaupun sudah berpacaran tetap saja Zyakiel tidak terbiasa dengan pertanyaan random Zahera. "Saya lebih suka saat ini."

"Saat ini?" Zahera mengerutkan kening.

"Iya, jalan-jalan di tepi pantai bareng Kak Nala. Saya suka." Zyakiel sepertinya semakin pandai menanggapi godaan Zahera. Bahkan saat ini tanpa ragu cowok itu menunjukkan senyum manis yang membuat Zahera seketika termenung.

Zahera menegakkan tubuh, menghadap depan dengan menyisakan senyum tipis di bibir peach miliknya. "Aku nggak sabar mau hidup di masa depan, masa sepuluh tahun yang akan dateng atau dua puluh tahun yang akan dateng. Tapi kadang aku juga takut sama masa depan."

"Kenapa?"

Zahera menoleh. "Aku takut di masa depan nggak ada kamu di hidup aku.  Takut kalau ternyata pertemuan dan kebersamaan kita cuma sampai di sini aja."

Zahera yang Zyakiel kenal adalah sosok gadis pemberani, sulit ditebak, suka modus, suka menggodanya, agresif, penuh perhatian, dan kasih sayang. Zahera selalu nampak ceria dan bersenang-senang menikmati kehidupan. Namun kali ini berbeda. Sosok yang Zyakiel lihat saat ini adalah sisi lain Zahera yang terlihat sedih dan murung. Kesedihan itu berkaitan dengan dirinya.

First Girlfriend To BrondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang