(9) Mingyu's Orange Hair

23 7 0
                                    

*

*

*

*

*

Hari ini adalah tepat tiga bulan aku dan Mingyu menjalin hubungan. Bulan pertama, dia memberiku kejutan dengan mengajakku jalan-jalan ke Cheonggyecheon. Bulan kedua, dia memberiku kejutan dengan membelikan serangkaian skincare yang jelas saja aku terima dengan suka cita. Dan sekarang, giliran bulan ketiga. Kejutan apa yang dia berikan?

Oh oke.

Aku hanya bisa melongo, membuka mulutku lebar-lebar mendapati pemandangan di depanku. Kejutan yang benar-benar membuatku terkejut. Ingin memaki tapi juga ingin memuji. Dilema.

"Ka-kau, apa yang kau lakukan?" Tanyaku sambil menunjuk perubahan mencolok yang telah dia lakukan.

"Tampan tidak?" Tanyanya penuh dengan kepercayaan diri seperti biasa. Mingyu itu tampan, dan sialnya dia tahu jika dia tampan sehingga dia bisa sombong kapan pun dan di mana pun.

Tampan. Tetap tampan. Namun itu terlalu mencolok.

"Ka-kau serius dengan itu?" Aku masih menunjuk perubahan yang terjadi pada Mingyu. Ini tidak masuk akal tetapi masuk akal secara bersamaan.

Boleh saja Mingyu mewarna rambutnya. Boleh. Tidak ada larangan untuk itu. Namun kenapa pilihan warnanya harus seterang itu sih? Dia itu sudah menonjol dengan wajah tampan dan tubuh tingginya. Lantas kenapa harus ditambahi kemenonjolannya itu? Oren mendekati merah yang menyala nan mencolok. Astaga, dia pikir dia ini idol atau bagaimana?

Mingyu hanya senyum-senyum. Entah dia sengaja atau bagaimana, entah dia memang menghendaki warna itu atau dia hanya coba-coba. Terserah, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya pasrah, menggandeng lengannya kemudian merajut langkah menuju toko bunga Bibi Jung.

*

*

*

"Kau kenapa sih? Sepanjang perjalanan kau tak banyak bicara, sekarang pun mendiamkanku. Kau tidak suka dengan warna rambutku?" Sepertinya Mingyu sudah lelah aku diamkan terus.

Aku menghembuskan napas kasar. Nasib baik Bibi Jung belum datang sehingga aku bisa berbicara secara pribadi dengan Mingyu.

"Bukan tidak suka, tapi aku takut." Aku menenggelamkan wajahku pada lengan yang telah kulipat di atas meja.

"Takut kenapa?"

Aku mengangkat wajah. "Kau terlihat semakin tampan dengan itu." Kutunjuk rambut menyalanya itu. "Aku takut kau akan diambil orang."

Mingyu tidak berekspresi. Wajahnya terlihat datar.

Wae? Aku salah bicara?

Sesaat kemudian Mingyu tertawa, terbahak-bahak. Ini yang biasanya membuatku kesal. Dia tertawa tapi aku tidak tahu apa yang dia tertawakan.

"Ada apa ini? Pagi-pagi sudah bahagia." Bibi Jung memasuki toko. "Astaga Mingyu, apa yang terjadi dengan rambutmu? Kau membakarnya? Astaga, bagaimana bisa menjadi semerah ini?" Bibi Jung dengan sangat tidak tahu dirinya meraih kepala Mingyu, mengusap-usap rambut kekasihku itu. Aku saja belum melakukannya tapi sudah didahului oleh Bibi Jung.

"Ini bukan merah Bibi, ini orange yang seksi."

"Terserah apa katamu." Bibi Jung kini beralih ke balik meja, bersebelahan denganku. Namun wanita paruh baya itu masih lanjut mengomel pada Mingyu. "Bagaimana sih kau ini? Kenapa mewarnai rambut seperti itu? Aku tidak suka. Lebih baik rambut hitammu. Kau terlihat seperti wortel jika seperti itu."

Crazy In Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang