(29) Stay

40 7 12
                                    

*

*

*

'... Semua hanya tergantung pada kalian, seberapa kuat kalian saling mempertahankan.'

Satu kalimat dari Nyonya Kim yang terus terngiang di benakku.

Saling mempertahankan ya?

Jika itu Mingyu, aku yakin pria itu akan mempertahankanku mati-matian mengingat semua cerita dari ibunya. Ditambah dengan dia yang bahkan sampai mengalami patah tulang ringan karena berusaha untuk kabur. Belum lagi dia yang sama sekali tidak mau makan jika tidak ada aku.

Ya, itu Mingyu. Lantas bagaimana denganku?

Mempertahankan Mingyu? Terlalu sulit.

Bukan karena aku tidak mencintai pria itu―for God's sake aku sangat mencintainya. Namun karena aku sangat takut dengan Appa Mingyu. Aku sama sekali tidak memiliki daya jika harus berhadapan dengannya.

Bagaimana ya?

Bertahan atau tidak?

Jika bertahan, yang harus aku hadapi adalah Tuan Konglomerat yang sangat menyeramkan itu. Jika tidak bertahan, aku dan Mingyu bisa sama-sama mati karena kami saling mencintai tapi tidak bisa bersama.

"Chaeyeon-ah."

"Eung?" Aku langsung menoleh pada Yeowon yang sudah rebahan di ranjangnya. Well, aku juga sudah rebahan. Siap untuk tidur.

"Ponselmu bergetar terus."

W-what? Ponsel? Astaga ... Aku melupakan ponsel yang aku letakkan di meja belajar. Terlalu fokus dengan pikiranku sendiri sampai-sampai tidak sadar jika benda kecil ini terus-terusan bergetar. Aku segera bangkit dan meraihnya.

Eh, Nyonya Kim? Kenapa menghubungiku? Padahal kami baru saja bertemu dan bercerita banyak hal bahkan sampai ada adegan tangis menangis.

Tak mau banyak perhitungan, aku segera menjawab panggilannya.

"Yeoboseyo ...."

"Chaeyeon-ah, aku ada di luar. Berkemaslah dan ikut aku ke rumah sakit menemani Mingyu."

*

*

*

"Cepat buka mulutmu."

Bukannya membuka mulut, Mingyu malah meringis. Menyebalkan dan menggemaskan secara bersamaan.

"Hihi malam ini kau tidur di sini kan?" Tanyanya dengan nada yang dibuat imut.

"Iya, iya. Sekarang cepat, buka mulutmu. Ini sudah malam dan kau sama sekali belum makan."

"Kau sudah makan?" Astaga, bukannya mengindahkan perintahku, pria ini malah bertanya. Lagi pula apa susahnya sih, tinggal membuka mulut saja? Dia yang meminta disuapi tapi dia pula yang mempersulit proses penyuapan ini.

"Sudah. Ayo, cepat buka mulutmu sebelum aku berubah pikiran dan pulang."

"E-eh, jangan."

"Makanya cepat buka."

Akhirnya si Mingyu menurut. Membuka mulutnya dengan sangat lebar kemudian mengunyah secara imut. Selalu, pipinya menggembung sebelah setiap mengunyah makanan. Membuatku benar-benar merasa gemas.

Tak perlu waktu lama untuk menyuapi bayi besar ini. Tak ada lima menit, makanan telah musnah.

"Besok-besok, kalau waktunya makan kau harus makan. Jangan menyusahkan Eomma-mu."

Crazy In Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang