(19) Mingyu's Eomma

21 7 3
                                    

*

*

*

*

*

Saat aku berharap tidak ada perkara yang memberatkan aku dan Mingyu, harapan itu terkabul. Paling tidak hingga sebulan setelah aku memakai kalung pemberian dari Mingyu ini. Selama sebulan tidak ada hal buruk yang terjadi. Kami masih berkencan seperti biasa, menjalani hari seperti biasa, hingga ....

Kejadian tidak terduga terjadi detik ini.

Eomma Mingyu baru saja membuka pintu depan toko bunga Bibi Jung, langsung berjalan menghampiriku bahkan ketika aku masih mematung. Aku mati gaya, tidak tahu harus berbuat apa.

"Se-selamat datang." Sungguh, aku sangat gugup. Sangat takut jika wanita ini akan memarahiku karena telah berkencan dengan Mingyu.

Namun rasa takutku tak bertahan lama, tergantikan dengan rasa heran karena nyonya Kim ini memberikan senyum untukku. Senyumnya mirip Mingyu.

"Bisakah kau rangkaikan bunga untukku?" Pintanya penuh dengan keramahtamahan.

"N-ne, tentu saja. Anda ingin yang seperti apa?" Tak begitu saja aku menyia-nyiakan kesempatan. Aku langsung menyambutnya dengan ramah juga. Pun aku segera melayani sesuai dengan apa yang dia minta.

*

*

*

"Wah, cantik sekali. Aku suka yang seperti ini." Ucap Eomma Mingyu yang terlihat puas dengan bunga rangkaianku.

Aku yang awalnya waswas, takut jika akan kena marah kini tidak merasa takut lagi. Ibu Mingyu ternyata sangat easy going, tak beda jauh dengan anaknya.

"Kalau begitu aku pesan untuk besok ya? Buatkan yang seperti ini, tapi buat tangkainya agak panjang. Aku ingin memajangnya di rumah. Akan aku masukkan ke dalam vas nanti." Ucap wanita paruh baya itu dengan sangat antusias.

Aku hanya tersenyum sambil mengangguk.

"Emmm butuh berapa ya? Enam? Tujuh? Entah, aku lupa. Kau buatkan sepuluh saja, biar besok diambil anakku."

Seketika aku membatu. Anaknya? Bukankah Mingyu? Hey hey, apakah ini berarti Eomma Mingyu tidak tahu jika aku ini adalah kekasih anaknya?

Well, aku tidak bisa membohongi diri sendiri jika aku sedikit kecewa karena Mingyu tidak memberitahu Ibunya mengenai aku. Namun di sisi lain aku merasa sangat lega karena aku tidak perlu takut-takut lagi. Aku tidak perlu takut kena marah karena telah berkencan dengan putra tunggal seorang konglomerat.

"N-ne." Tidak ada pilihan lain selain menerima pesanan dari Eomma Mingyu. "Akan saya rangkaikan."

Wanita paruh baya ini tersenyum. "Kalau begitu aku pergi dulu ya? Terima kasih." Benar-benar sangat ramah dan terlihat tulus.

"Ne, senang bisa melayani Anda."

Aku menghembuskan napas kasar. Apa yang harus aku katakan pada Mingyu nanti?

*

*

*

Tidak tahu harus memulai pembicaraan mengenai nyonya Kim dari mana, berakhirlah dengan aku yang diam saja. Memilih mendengarkan Mingyu yang terus saja berceloteh. Tak ada lelahnya, masih bisa bercerita banyak padahal dia sedang menyetir.

Crazy In Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang