PROLOG

159 12 1
                                    

Dunia tak pernah adil kepada ku.

— The Malery.

.

.

.

TINNNNNNTTTTTT!!!!

Suara klakson mobil disertai teriakan yang membakar suasana hening ini kembali menusuk gendang telinga ku.

AAAAAAA!!!!!!!!!!!!!

***

**

*

Aku tak bisa menahan tangis ini. Tak kuat menahan air mata yang terus ingin turun tanpa aba-aba. Membuatku terjatuh lemas di pemakaman temanku, Lisa. Tragedi itu terus menerus menghantui isi pikiranku. Andai saja saat itu Lisa tidak mendorongku. Andai saja.

"Sudah berhenti menangis, ini bukan sepenuhnya salahmu." Ucap wanita paruh baya berumur 50 tahun itu yang sering Lisa panggil dengan sebutan Oma.

"Mungkin tuhan lebih sayang Lisa, Jen." Ucap sekali lagi Oma sambil mengelus rambutku perlahan.

Selesai upacara pemakaman, polisi mengajakku untuk menyelidiki sebenarnya apa yang terjadi pada malam itu. Dengan hati yang belum siap, aku terpaksa menceritakan semua yang aku lihat.

Setelah semua selesai, aku kembali ke tempat yang disebut 'Rumah' itu. Tempat yang sangat aku benci. Tempat yang biasa orang gunakan untuk beristirahat, bercanda, dan berbagi cerita. Sayangnya itu hanya hayalan belaka bagiku. Ditempat ini aku kehilangan orang-orang yang aku sayangi, Papa, Mama bahkan Adikku.

Kejadian itu bermula dari kepergian Papa, Papa bercerai dengan Mama sejak aku menginjak umur 10 tahun. Mama menceraikan Papa karena Papa tertangkap polisi dengan kasus korupsi di perusahaannya. Sungguh malang, tapi aku tak pernah membencinya.

Papa yang selalu memanggilku 'Gadis Yang Manis' kini sudah tak ada lagi di sampingku. Tempat sidang itu adalah kali terakhir aku bertemu Papa.

Beberapa bulan setelah sidang itu, Mama mendapatkan berita bahwa Papa telah tiada.

DEG! Jantungku terasa berhenti berdetak, aku kehilangan orang yang kusayangi lagi.

Bagaimana bisa?

Apa yang terjadi?

Mama tidak memberitahu ku.

Semua pertanyaan itu terus menghantui pikiranku. Aku sangat ingat Mama tertegun saat mendengar berita itu, mama menangis begitu kencang dan langsung bergegas mengambil kunci mobilnya.

Beberapa saat setelah mama pergi, Mama menelponku. Tapi bukan suara Mama yang kudengar melainkan suara dari polisi. Aku tertegun sebentar, ketika aku bertanya dimana Mama ku. Polisi berkata Mamaku mengalami kecelakaan hebat dijalan dan nyawanya tak terselamatkan.

DEG!!

Oh Tuhan. Apalagi ini, aku tak bisa menahan tubuhku lagi. Tubuh ku ambruk dilantai. Tidak Mungkin. Apa yang sedang terjadi. Tuhan, bukankah ini tidak adil?

Beberapa menit yang lalu aku kehilangan pria yang paling aku sayangi, Papa. Lalu sekarang apakah Mama harus pergi juga? Lalu bagaimana dengan nasib ku? Ah bukan, bagaimana nasib adikku? Aku tak bisa membayangkannya. Yang kulakukan hanya menangis kala itu.

Hari demi hari tanpa orang tua kami lewatkan. Aku dan adikku diasuh oleh tanteku, wanita muda licik ini tak seharusnya aku sebut Bibi, sikapnya yang tak seperti manusia normal pada umumnya. Maksudku bukan ia tidak normal. Hanya saja dia selalu melakukan ritual – ritual aneh di malam hari. Aku akan terbangun tiap malam karena terganggu dengan suara teriakan yang berasal dari kamarnya.

Cathedra : The Malery Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang