Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Disinilah mereka berdua, tepat di depan ruangan ibunda Farel di rawat. Suasana lorong bangsal Mawar begitu sunyi dan mencekam, di tambah hujan di luar sana sudah turun sangat deras.
Bayangan putih nan abu-abu itu terlihat jelas dari pantulan jendela. Keduanya berjalan ke arah sana.
Tubuh tinggi Farel dengan lengannya yang tertumpu pada pinggir jendela, mengambil nafas sebelum menceritakan kebenaran mengenai dirinya.
"Gue, bunda, ayah. Kita bertiga dulunya hidup baik-baik aja, Net."
Kaneta menoleh ke arah Farel sebelum kembali beralih memandang keluar melihat hujan, "Terus, lo kenapa milih nyembunyiin semuanya? Padahal lo bisa aja cerita sama gue."
"Gue bukan pengen nyembunyiin Net. Gue pengen ungkapin semuanya kalau waktunya udah tepat. Dan hari tepat itu, adalah hari ini."
"Gue berharap, setelah gue ceritain semuanya. Lo masih mau berteman sama gue." sambungnya dengan air mata yang sudah menetes.
Dengan secepat kilat, kedua tangan Kaneta naik untuk mengusap air mata milik Farel.
"Lo harus kuat. Gue masih ada di sini."
Farel mengangguk dan mulai bercerita.
Flashback on
Pertama-tama ia akan menceritakan seluk-beluk mengapa ibunya masuk rumah sakit.
Farel mengatakan, bahwa pada saat umurnya yang menginjak dua belas tahun, ibunya mengidap diagnosa penyakit paru-paru yang sangat parah. Ayahnya yang saat itu sedang berada di luar kota tepat di Sulawesi sedang menjalankan tugasnya sebagai anggota militer.
Dengan usia yang masih terbilang sangat muda, Farel bersama dengan pamannya segera membawa ibunya menuju rumah sakit. Disaat itulah Farel merasa terpuruk.
