Angin menerpa paras cantik seorang gadis yang tengah duduk di pasir sambil menjilat es krim stroberi. Sesekali air mengalir dari mata tajam legam itu, tetapi dengan sigap jemari lentiknya mengusap pipi kasar hingga buliran bening tersebut sirna.
Banyu yang tengah duduk di sebelah kiri gadis berambut gelombang hanya diam. Meski es krim cokelat terus mencair dan mengenai tangan, dia tidak peduli lagi. Sekarang, baginya perasaan sang sahabat jauh lebih penting, bahkan sampai membuat pemuda itu mengelus punggung mungil di sana.
Suara sesenggukan terdengar dari pelaku kesedihan malam itu. Dia mengunyah cone es krim, kemudian menjilat telunjuk serta ibu jari. Air yang keluar dari netra hitam pun semakin deras, tetapi tidak terdengar suara jeritan. Sangat diluar perkiraan Banyu.
Seana melipat kaki, memeluk dengkul, lalu membenamkan wajah ke lutut. Tampak bahu itu naik turun, bersamaan isak yang masih bisa terdengar oleh Banyu. Gadis berambut gelombang kembali menatap laut dengan meletakkan dagu di atas kaki. Semua yang terjadi hari ini seolah-olah kembali terulang dalam ingatannya.
Wanita di depan Seana diam, melihat dengan tatapan sendu, kemudian menunduk sebentar. Terlihat di pelupuk mata iris hitam itu sedikit berair, yang jika sekali saja berkedip maka bulir bening akan turun dari sana.
"Kami mau bicara berdua dulu, boleh?" pintanya dengan melihat Banyu sambil tersenyum.
Seakan-akan mengerti dengan permintaan itu, pemuda berambut cokelat gelap segera melangkah menjauh, sesekali menjilat kedua es krim yang dibawa. Dia pikir, mungkin bisa membelikan lagi jika Seana sudah selesai berbincang dengan sang ibu.
Kembali ke tempat Seana berada. Gadis itu tampak menggigit bibir bawah dengan erat, bahkan tampak dagunya sedikit naik karena tingkah anehnya itu. Dia mengenakan kembali ransel, kemudian menyapu wajah kasar sebelum melihat sang ibu lagi.
"Kamu udah besar."
Setelah kalimat itu terdengar, Seana mengepalkan tangan di sisi tubuh. Dia tersenyum manis lalu menjawab, "Hm, aku tumbuh baik dan enggak ada campur tangan Ibu dalam hal ini."
"Seana, maafin Ibu ...."
Wanita di sana mencoba meraih tangan Seana pelan dan tidak ada penolakan sama sekali dari pemilik. Dia menatap lekat netra sang anak, bahkan bisa dilihat alis itu sedikit turun bersamaan kening berkerut.
"Maaf karena enggak jadi Ibu yang baik buat kamu. Menikah karena perjodohan enggak pernah sama sekali Ibu inginkan. Terpaut usia sampai sepuluh tahun dengan ayah kamu, membuat Ibu sulit beradaptasi dengan sikap terlalu cemburunya. Maaf udah tinggalin kamu dulu, Seana. Ibu memilih pergi untuk meraih mimpi Ibu dan sekarang sudah menikah lagi. Maaf ...," lirihnya lalu mengecup punggung tangan Seana, beriringan dengan bulir bening turun dari netra hitam tajam itu, mengenai kulit putih sang anak.
Seana mengangkat tangan kiri, hendak meraih punggung ramping di depannya, tetapi terhenti ketika mengingat kembali apa yang telah dialami selama ini. Jemari itu mengerat, mengepal, kemudian menjauh dengan sebelah lagi yang tengah digenggam.
"Enggak perlu minta maaf, Bu. Cinta enggak bisa dipaksa, 'kan? Seharusnya Ibu minta maaf sama Kak Kana. Dia berjuang menjadi sosok Ibu dalam hidup aku. Meski dia enggak pernah bilang sayang sama Ibu, tapi dia juga enggak pernah bilang benci. Kakak, dia anak yang hebat dalam keluarga, menjadi kekuatan buat aku sama ayah ketika kami rapuh. Dia menanggung semua tanggung jawab yang Ibu tinggalkan gitu aja saat umur dia masih kecil. Bu, enggak guna minta maaf sekarang, semua udah terjadi dan enggak akan ada yang berubah dengan begini." Seana menarik napas dalam membuang pandangan sejenak, kemudian kembali menatap sang ibu.
"Banyak ... banyak yang aku pikirkan ketika kakak bilang Ibu masih hidup. Aku bahkan sampai tulis pesan beberapa halaman untuk bisa aku kasih kalo kita ketemu kayak gini. Sayangnya, aku enggak bawa itu sekarang. Jadi, Ibu ... aku bakal jabarin yang aku ingat dari tulisanku." Tampak netra hitam itu menutup erat sebentar, lalu kembali membuka dengan fokus ke sang lawan bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [Terbit✓]
RomanceSagara, seorang mahasiswa semester lima jurusan teknik informatika. Dia memiliki otak yang cerdas dan termasuk pemuda yang tampan, bahkan kaya raya. Namun, di balik semua kesempurnaannya, dia seorang yang tidak mampu menolak pemintaan orang lain, te...