Makan Malam Bersama Rekan Kerja

148 54 86
                                    

Suara garpu dan sendok beradu memenuhi keheningan suasana makan malam orang dewasa bersetelan jas hitam di sebuah restoran bernuansa klasik. Tampak Sagara yang ada di sana hanya diam, sesekali memakan daging panggang yang sudah disajikan bersama saus kacang merah, serta beberapa potong kentang goreng di sudut piringnya. Dia meletakkan sendok pelan, mengambil tisu, lalu mengelap mulut bersamaan tatapan yang teralihkan dari makanan.

Sagara menoleh ke kiri, memperhatikan ke luar jendela besar dari tempatnya yang berada paling ujung meja panjang di sana. Dia hendak bersandar, tetapi baru saja sedikit punggung mengenai kursi, pemuda itu meringis pelan.

"Kenapa, Sagara?" tanya pria yang duduk di sebelahnya.

"Enggak apa-apa, Yah. Saya cuma mau ke kamar mandi," jawab Sagara lalu segera berdiri.

Pemuda berlesung pipi menatap satu per satu rekan kerja sang ayah, menunduk, kemudian tersenyum lantas beranjak dari sana. Dia berjalan santai, menyusuri tiap meja sampai akhirnya bertemu dengan toilet yang dicari.

Setiba di dalam, Sagara segera melepaskan jas dan dasi yang dikenakan, lalu membuka satu per satu kancing kemeja hitam yang dipakai. Dia menatap diri pada cermin di depannya, meringis sambil menurunkan kemeja dan melihat punggung yang menyisakan banyak luka belum kering.

"Perih," gumamnya pelan sambil mendesis.

Sagara hendak mengenakan lagi kemejanya, tetapi berhasil dikejutkan ketika menoleh ke arah pintu masuk. Tampak Seana berdiri di sana dengan menutup mulut menggunakan tas kecil yang dikenakan. Dia menggigit bibir bawah, tidak percaya jika harus bertemu gadis berambut gelombang di kamar mandi untuk kedua kalinya.

"Kamu abis dicabuli siapa!"

Seana langsung berlari mendekat, tetapi karena hak sepatu hitam yang dikenakan terlalu tinggi, berhasil membuatnya tidak seimbang, jatuh, dan mendarat ke dada bidang Sagara yang masih belum tertutup kemeja.

"Ka-kamu punya badan yang bagus ternyata," ucap Seana dengan meraba daging di depannya dengan telunjuk.

Sambil mendorong gadis bermata tajam menjauh, Sagara dengan cepat mengenakan kembali pakaiannya.

"Ke-kenapa kamu bisa di sini?" tanya Sagara dan menatap Seana yang masih melihat tangannya sendiri.

"Kamu punya kulit yang halus, pake lotion apa, Sagara?" Seana malah lebih semangat dengan jarinya, bahkan sampai mengendus beberapa kali.

"Astaga! Bukan itu yang aku tanya," protes Sagara dan menggeleng pelan sambil memijat kening.

Ucapan itu mendapatkan atensi Seana. Dia menoleh dengan sedikit mengernyit, lalu mendekati si lawan bicara sampai punggung tegap itu menyentuh tembok. Jemari lentik gadis berambut gelombang mulai membuka kembali kancing yang sudah terpasang dengan baik.

"Ke-kenapa dibuka lagi!" Sagara memegang erat pergelangan mungil itu ketika sudah berhasil meloloskan tiga kancing.

Seana menengadah, menatap wajah pemuda berlesung pipi lalu tersenyum dengan alis dinaikkan beberapa kali, membuat wajah mesum yang sangat menggelikan.

"Tu-tunggu, Seana! Kalo kali ini perintah kamu untuk ngajak aku buat anak, aku enggak mau! Rusak anak gadis orang itu dosa!" Sagara mendorong Seana sampai mundur, bahkan hampir saja gadis itu terjatuh karena sepatu tinggi yang dikenakannya.

Setelah menyeimbangkan kembali posisi tubuh, Seana menghela napas dalam, berdecih, lalu melihat cermin yang ada di sisi kirinya. Dia merapikan rambut yang tergerai dihias bandana merah muda, senada dengan gaun selutut yang tengah dikenakan gadis itu.

"Jangan terlalu percaya diri, Sagara. Aku cuma mau lihat luka kamu. Dari mana kamu dapat itu semua? Ada orang yang pukulin kamu? Siapa dia? Anak kampus kita? Sejurusan atau gimana?" Seana kembali menatap Sagara yang kini sudah mengenakan lagi setelan jas.

"Ah, ya! Tentang aku di sini, aku diajakin makan malam bareng sama Kak Kana dan Ayah, hari ini kakak ulang tahun. Karena toilet perempuan lagi diperbaiki jadi aku ke sini. Tadi kakiku sakit karena pake sepatu ini. Jadi, mau pasang plester."

Seana menambahkan lagi dan mengeluarkan benda yang disebutkan dari tasnya, kemudian tersenyum lebar sambil melepaskan sepatu tinggi yang dikenakan.

"Ayah, Seana," ujar Sagara sambil mengenakan dasi.

Mendengar ujaran itu Seana membuka mulut lebar, terpelongo, kemudian memandang Sagara yang sibuk berkutat dengan dasi dan rambut pada cermin. "Maksud kamu apa?" tanyanya dengan intonasi rendah.

Sagara menghadap Seana yang ada di sampingnya sekarang, menatap netra hitam tajam itu dengan lekat lalu tersenyum tipis. Kemudian, dia berujar, "Itu jawaban dari pertanyaan kamu, Seana."

***

Suara bantingan vas bunga di ruang tamu membuat suasana semakin mengintimidasi Sagara yang duduk di sofa dengan menunduk, menatap ubin dengan terus meremas jemari panjangnya. Dia mengulum bibir, kemudian mengelap keringat yang mulai mengalir dari dahi.

Pria paruh baya di sana, pelaku aksi keributan, menatap Sagara yang berada di belakangnya dengan tatapan tajam, mengalahkan singa yang hendak memangsa kancil. Dia menarik tangan pemuda berlesung pipi dengan kasar, melempar tubuh tinggi itu agar berlutut membelakanginya.

"Bikin malu saya aja! Kamu dikasi kebebasan malah kayak gini! Bikin ulah sampai dibawa ke kantor polisi kemarin. Sekarang, malah ngoceh enggak jelas sama rekan kerja saya! Saya udah pernah bilang, jangan pernah kamu bahas hobi bodoh kamu itu!" protes pria berkacamata itu.

"Ma-maaf, Ayah. Saya janji enggak akan ulang lagi," sahut Sagara dengan menatap dinding di depannya sebentar, kemudian kembali menunduk.

Sang ayah melonggarkan tali pinggang yang dikenakan lalu berkata, "Buka baju kamu!"

"Saya janji enggak akan-"

"Buka saya bilang!"

Karena bentakan itu, Sagara menutup matanya erat sambil membuka kemeja yang dikenakan, menyisakan kulit putih dengan bekas luka yang masih belum hilang pada tubuh berotot tersebut. Dia kembali terpejam, menunggu hukuman yang akan segera menghantamnya seperti biasa jika membuat ulah.

Tepukan di lengan membuat Sagara tersadar dari kondisi setengah tidurnya ketika berada di sofa ruang tamu sambil berbaring. Dia mengerjap pelan beberapa kali, menunggu netra agar jelas menangkap sosok di depannya saat ini.

"Kamu baik-baik aja? Keringet kamu banyak banget, muka kamu juga pucat. Kamu enggak ke kampus hari ini. Jadi, aku coba ke sini buat pastiin kamu enggak meninggal."

Pertanyaan itu dijawab anggukan pelan oleh Sagara. Dia bangun, duduk, bersandar, dan melihat lagi tamu yang datang.

"Aku pasti masih mimpi. Enggak mungkin dia ke sini," gumam Sagara pelan lalu mendekati gadis yang sudah duduk di sampingnya.

Seana mengernyit, memundurkan tubuh sampai pinggang mengenai ujung sofa. Dia memegang dada dengan meremas kemeja cokelat susu yang dikenakan.

"Ka-kamu kenapa, Sagara?" tanyanya dengan menelan ludah berat dan menjilat bibir sedikit.

Seolah-olah angin lalu pertanyaan itu, Sagara sama sekali tidak menyahut. Dia malah meraba pipi Seana, menyingkirkan anak surai yang menutupi paras cantik itu ke belakang telinga gadis berambut gelombang. Perlahan, pemuda berlesung pipi meletakkan kepala ke pundak Seana dengan bergerak pelan, membuat gadis itu mengeratkan pegangan pada sofa karena merasa geli.

"Aku suka wangi ini. Aroma stroberi, kayak permen yang biasa Seana kasih," cicit Sagara pelan dan mulai memeluk tubuh ramping itu.

Seana menahan napas dengan terpejam. Ketika kembali menghirup udara, mampu dia rasakan lagi aroma mint dari tubuh Sagara yang berjarak cukup dekat dengannya.

"Bunda ... Gara kangen, tapi Gara benci Bunda karena tinggalin Gara di sini. Gara sakit, Bunda. Jangan pergi lagi, ya? Gara janji bakal jadi anak yang baik, kok ...," racau Sagara sendu.

Mendengar rintihan tersebut, Seana berusaha menenangkan Sagara dengan mengelus kepala yang berada di bahunya secara perlahan, mencoba memberi rasa aman kepada pemuda berlesung pipi.

"Tenang, aku di sini sama kamu, Sagara. Enggak ada siapa pun yang pergi." Seana membalas pelukan Sagara, mendekap punggung yang lebih besar itu dengan menyalurkan rasa kehilangan yang sama.

.
.
.
Halo semuanya!!! Jangan lupa tinggalkan jejak, follow dan sharenya yaaa UwU UwU 😗❤️
.
.
.

Ineffable [Terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang