Bantuan Untuk Amanda

79 23 12
                                    

Seana melongo ketika masuk ke kamar Amanda. Terlihat begitu luas dengan banyak perabotan yang mahal. Dia menoleh ke kanan, ada lemari besar yang bersebelahan dengan rak buku kecil. Ruangan bercat biru muda itu terkesan begitu cantik, dihiasi beberapa lukisan dan poster di dinding, ditambah tanaman hias imitasi yang ada di meja belajar depan jendela. Seana berjalan ke arah sofa yang berada dekat degan kaki ranjang, duduk di sana sambil menghadap ke arah televisi LED.

"Kamu minum jus jeruk mau?"

Pertanyaan itu membuat Seana tersentak. Dia menoleh ke arah pintu, tampak Amanda baru saja masuk dengan membawa nampan.

"Mau!" seru Seana dengan mengangguk cepat.

Amanda tersenyum sambil mendekati Seana. Dia meletakkan nampan ke meja belajar, kemudian mengambil satu gelas minuman dingin di sana untuk sang tamu. Setelah membetulkan kacamata, Amanda duduk di sebelah Seana, memberikan minuman yang dibawa, lantas menunggu gadis berambut gelombang menyelesaikan ritual menghilangkan dahaga.

"Sekarang, mari kita mulai! Setelah selesai dandanin kamu untuk ketemu Banyu, aku juga ada janji sama Sagara. Jadi, kita harus cepat," ujar Seana dengan tangan mengepal depan dada.

Sementara itu di tempat lain, Sagara sibuk mengetikkan beberapa kalimat pada laptop kesayangannya. Tampak dahi pemuda berlesung pipi berkedut, lalu di detik selanjutnya dia tersenyum. Sesekali, terlihat ekspresi Sagara berubah-ubah, dari serius, bahkan berbicara sendiri sambil menggerakkan tangan.

Setelah menyimpan dokumen, Sagara menekan jari-jari sampai berbunyi, mengangkat kepala, dan menoleh ke kiri serta kanan sampai tengkuk terasa tidak pegal lagi. Dia meminum kopi yang hampir dingin karena terlalu lama didiamkan, padahal sudah tiba hampir satu jam di mejanya. Seulas lengkungan ke atas terbit dari bibir tipis itu kala mata mendapati kucing yang berlari kecil dari jendela di sisi kanan tubuhnya.

"Hai, Sagara!"

Sapaan itu membuat Sagara mendongak, melihat ke kiri, tepat ke orang yang memanggil namanya. Dia membuka mulut sedikit, menjilat bibir, kemudian berdiri dan sedikit membungkukkan tubuh.

"Halo, Kak Ken," balas Sagara singkat.

Pemuda bernama Ken memegang topi yang dikenakan, kemudian menepuk pelan pundak Sagara agar kembali duduk. Dia mendaratkan bokong ke kursi di seberang Sagara, menatap laptop di sana, kemudian tertawa pelan.

"Kamu di luar jam kampus juga buka itu, rajin banget, ya? Gimana kabar kamu akhir-akhir ini, Sagara?" ujar Ken sambil menopang dagu dengan tangan kanan.

"Baik, Kak." Sagara segera mematikan laptop, menutup layar, lalu fokus menatap sang lawan bicara.

"Kamu ke sini sama siapa, Sagara? Sendiri aja atau tungguin teman kamu?" tanya Ken, tetapi Sagara hanya bungkam.

Ken memelolot ketika melihat respon Sagara yang seperti itu terhadap ucapannya. Dia membuang pandangan sambil berdecih, kemudian melipat kedua lengan di meja dengan sedikit memajukan tubuh.

"Sagara, boleh aku minta tolong sama kamu?" ucap Ken sambil mengetuk jari ke meja.

"Minta tolong apa, Kak?" Sagara menyesap kopinya, kemudian menggigit bibir bawah sedikit.

"Aku lagi butuh pinjaman. Enggak banyak, cuma lima ratus ribu aja, kok," jawab Ken seraya mengulas senyum.

Karena mendengar pernyataan itu, Sagara meremas kedua tangan yang sudah berkeringat. Dia menggaruk pelipis yang tidak gatal untuk menghilangkan perasaan takutnya sekarang.

"Ak-aku enggak bisa kasih," jawab Sagara, tetapi enggan melihat orang di depannya.

Tampak pemuda bertopi menaikkan sebelah alis, lalu berkata, "Tenang aja, aku bakal balikin, kok. Setahuku, kamu juga kasih pinjaman buat teman-teman yang lain, 'kan? Joan pernah cerita ke aku."

Ineffable [Terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang